BAB II
TINJAUAN TEORITIS
A. PENGERTIAN
Tifus
Abdomenalis adalah ( Demam Thypoid, Enteric Fever ) adalah penyakit infeksi akut yang biasanya
mengenai saluran pencernaan dengan demam yang lebih dari satu minggu, gangguan
pencernaann dan gangguan kesadaran ( Ngastiyah 1997 ).
Tifus
abdomenalis adalah penyakit infeksi akut yang biasanya terdapat pada saluran
pencernaan dengan gejala demam lebih dari satu minggu dan terdapat gangguan
kesadaran ( Suryadi & Rita Yuliani, 2001 ).
Tifus
Abdominalis adalah suatu penyakit sistemik bersifat akut yang disebabkan oleh
salmonella thypi yang ditandai dengan panas yang berkepanjangan. Berdasarkan
pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa tifus abdominalis adalah suatu
penyakit infeksi akut yang biasanya mengenai saluran pencernaan dengan gejala
demam lebih dari satu minggu yang disebabkan oleh salmonella thyposa.
B. PATOFISIOLOGI
1. Etiologi
( Ngastiyah, 1997 dan Ilmu Kesehatan Anak, 20002 )
Salmonella
thyposa, basil gram negative yang bergerak dengan bulu getar, tidak berspora
Masa
inkubasi +++=
PATOFISIOLOGI
Gangguan kebutuhan
nutrisis
- Peningkatan volume cairan
2.Proses
a.
Kuman
masuk melalui mulut, sebagian dimusnahkan di dalam lambung oleh asam lambung
dan sebagian lagi masuk keusus halus, kejaringan limfoit. Dan berkembangbiak
menyerang vili usus halus, kemudian kuman masuk ke peredaran darah ( bakterinia
primer ) dan mencapai sel – sel retikuloendoteleal, hati, limpa dan organ –
organ lainnya.
b.
Proses
ini terjadi dalam masa tunas dan akan berakhir saat sel - sel retikuloendoteleal melepaskan kuman
kedalam peredaran darah dan menimbulkan bakterinia untuk kedua kakinya.
Selanjutnya kuman masuk ke beberapa jaringan organ tubuh, terutama limpa usus
dan kandung kemih empedu.
c.
Pada
minggu pertama sakit terjadi hyperplasia plaks players. Ini terjadi pada
kelenjar limfoid usus halus. Minggu kedua menjadi nekrosis dan minggu ketiga
terjadi ulserasi plaks players. Pada minggu keempat terjadi penyembuhan ulkus
yang dapat menimbulkan sikatrik. Ulkus dapat menyebabkan pendarahan, bahkan
sampai berporasi usus, selain itu kelenjar – kelenjar mesentrial dan limfa
membesar.
d.
Gejala
demam disebabkan oleh endotoksin sedangkan gejala pada saluran pencernaan
disebabkan oleh kelainan usus halus ( Asuhan Keperawatan pada Anak, Suryadi dan
Rita Yuliani , 2001 )
a.
faktor
predisposisi dan prespitasi.
b.
Faktor
predisposisi : daya tahan tubuh yang menurun.
Faktor prespitasi : mengonsumsi makanan yang
tercemar kuman salmonella thyposa
2.
Manisfestasi
klinis
a.
Nyeri
kepala, lemas, lesu.
b.
Demam yang tidak terlalu tinggi dan berangsur
selama 3 minggu :
§ Minggu pertama
peningkatan suhu tubuh berfluktuasi.
§ Suhu tubuh meningkat
pada malam hari dan menurun pada pagi hari.
§ Pada minggu kedua suhu
tubuh terus meningkat dan pada minggu ketiga.
§ Suhu tubuh berangsur –
angsur turun dan kembali normal.
c.
Gangguan
pada saluran cerna : mual muntah, tidak nafsu makan, hepatomegali, splenomegali
dan disertai nyeri pada perabaan.
d.
Gangguan
kesadaran, penurunan kesadaran.
e.
Epitaksis
( mimisan )
3.
Komplikasi
a.
Pada
usus halus yaitu perdarahan usus, perforasi usus, peritonitis.
b.
Diluar
usus halus terjadi karena lokalisasi peradangan akibat sepsis ( bakterimia ), yaitu
meningitis, ensefalopati terjadi karena infeksi sekunder dari bronkopneumonia.
C.
PENATALAKSANAAN
1.
Test
diagnostic
a.
Pemeriksaan
darah tepi : terdapat gambaran leucopenia, limfositosis relative dan anoesinofilia
pada permulaan sakit. Maka terdapat anemia dan trombositopenia ringan.
b.
Pemeriksaan
sum – sum tulang : menunjukan gambaran hiperaktif sum – sum tulang.
c.
Biakan
empedu : terdapat basil salmonella thyposa pada urin dan tinja.
d.
Pemeriksaan
widal di dapatkan titer terhadap antigen O adalah 1/200 ataau lebih, sedangkan
titer terhadap antigen H walaupun tinggi akan tetapi tidak bermakna untuk menegakan diagnosis karena titer H dapat
tetap tinggi setelah dilakukan imunisasi atau bila penderita telah sembuh.
2.
Tindakan
medis bertujuan untuk pengobatan
a.
Isolasi
pasien, desinfeksi pakaian dan ekskreta.
b.
Perawatan
yang baik untuk menghindari komplikasi, mengingat sakit yang lama, lemah,
anoreksia.
c.
Istirahat
selama dua minggu setelah suhu normal kembali ( istirahat total ), kemudian
boleh duduk, jika tidak panas lagi boleh berdiri kemudian berjalan diruanagan.
d.
Diet
makanan harus mengandung cukup cairan, tinggi kalori dan tinggi protein. Bahan
makanan tidak boleh banyak mengandung serat tidak merangsang dan tidak
menimbulkan gas.
e.
Pemberian
kloramfenikol dengan dosis tinggi, yaitu 100 mg/ kg/ BB/ hari ( maksimal 2
gram/ hari ), diberikan 4 kali sehari peroral atau intervena.
D.
ASUHAN
KEPERAWATAN
1.
Pengkajian
a.
Faktor
predisposisi : daya tahan tubuh menurun.
b.
Faktor
prespitasi : mengonsumsi makanan yang tercemar kuman salmonella thyposa.
c.
Awal
serangan : demam, gelisah, suhu tubuh meningkat, anoreksia, muntah kemudian
tibul penyakit tifus abdominalis atau thypoid
d.
Keluhan
utama :panas naik turun selama 2 hari, muntah, mual, anoreksia dan menyebabkan
penurunan BB klien.
e.
Pola
istirahat tidur : akan terganggu karena adanya distensi abdomen yang akan
menimbulkan rasa tidak nyaman.
f.
Pola
eliminasi : diare, konstipasi, perut kembung dan nyeri pada perabaan abdomen.
g.
Pola
nutrisi : diawali dengan mual, muntah, anoreksia dan menyebabkan penurunan BB
klien.
h.
Aktivitas
: akan terganggu karena kondisi tubuh yang lemah dan adanya rasa nyeri akibat
distensi abdomen.
i.
Periksaan
fisiologi : keadaan umum tampak lemah, kesadaran komposmentis sampai koma, suhu
tubuh meningkat, nadi cepat, lemah dan pernapasan agak cepat.
j.
Pemeriksaan
sistemik
§ Infeksi : mata tidak
cekung, mukosa bibir lembab, BB menurun, anus tudak mengalami kemerahan.
§ Perkusi : adanya
distensi abdomen.
§ Palpasi : turgor kulit
elastic
§ Auskultasi : terdengar
bising usus.
2.
Diagnose
Keperawatan
a.
Hipertermi
b.d proses infeksi bakteri kiman salmonella thyposa.
b.
Gangguan
pemenuhan kebutuhan nutrisi : kurang dari kebutuhna tubuh b.d intake yang tidak
adekuat.
c.
Resiko
deficit cairan b.d peningkatan suhu tubuh
3.
Rencana
Keperawatan
a.
Dx
I : Hipertermi b.d proses infeksi bakteri kiman salmonella thyposa.
§ Tujuan : peningkatan suhu tubuh menurun
§ KH :
ü tanda – tanda vital (
TTV ) dalam batas normal ( TD : 110/70 – 120/80 mmHg, S : 36 – 37o C, N : 90 –
110 x/ menit ), badan tidak panas, tidak mengigil, laboratorium dalam batas
normal ( Hb : 12 – 14 gr/dl, Ht : 40 – 50 %, Leukosit : 5000 – 10000/ m3,
antigen O : negative ( - ).
§ Tindakan / intervensi
ü Observasi TTV 4 jam sekali
/ sesuai indikasi.
ü Pantau suhu tubuh
klien ( derajat dan pola ) perhatikan menggigil atau diaphoresis.
ü Berikan kompres
hangat.
ü Anjurkan keluarga
untuk memberiakan pakaian tipis.
§ Kolaborasi
ü Beriakan cairan
parental ( IV ) yang adekuat.
ü Berikan antibiotic dan antipiretik, misalnya :
Asa ( Aspirin dan Parasetamol )
§ Rasional
ü Hipotensi, takikardia,
demam dapat menurunkan respon terhadap kehilangan cairan.
ü Suhu tubuh 38,9 – 41
oC menunjukan proses infeksius akut.
ü Dapat membantu
mengurangi demam.
b.
Dx
II : Gangguan pemenuhan kebutuhan nutrisi : kurang dari kebutuhna tubuh b.d
intake yang tidak adekuat.
§ Tujuan : kebutuhan nutrisi dapat terpenuhi.
§ KH :
ü Peningkatan BB dalam
batas normal sesuai dengan BB ideal.
ü Klien tidak mual,
muntah.
ü Nafsu makan meningkat.
ü Turgor kulit elastic.
ü Konjungtiva tidak
anemis.
ü Kebutuhan kalori
sesuai BB ( Rumus : 1130 kalori/ ka BB/ hari ).
§ Tindakan / intervensi
ü Nilai status nutrisi
dari sebelum sakit dan BB klien sekarang.
ü Kaji keluhan rasa mual
klien.
ü Berikan makanan yang
disertai dengan suplemen nutrisi untuk meningkatkan kualitas intake nutrisi.
ü Anjurkan untuk memberikan
makanan dengan teknik porsi kecil tapi sering.
ü Timbang BB setiap
hari.
ü Jelaskan pentingnya
intake nutrisi yang adekuat untuk penyembuhan penyakit.
§ Kolaborasi
ü Berikan obat
antimuntah, jika klien muntah.
ü Berikan nutrisi
parental total, terapi IV misalnya : Asa ( aspirin dan Parasetamol )
§ Rasional
ü Mengkaji toleransi
pemberian makanan.
ü Mengetahui tingkat
nafsu makan klien serta menentukan tindakan adekuat.
ü Mengurangi kehebatan
dan durasi penyakit.
ü Meningkatkan kepatuhan
terhadap program terapeutik.
ü Memberikan informasi
tentang kepatuhan diet.
ü Meningkatkan kepatuhan
terhadap terapeutik
ü Mencegah serangan
akut.
ü Mengistirahatkan
saluran gastrointestinal sementara memberikan nutrisi penting.
c.
Dx
III : Resiko deficit cairan b.d peningkatan suhu tubuh.
§ Tujuan :
resiko deficit cairan tidak terjadi
§ KH :
ü Klien tidak lemas,
intake dan output seimbang.
ü TTV dalam batas normal
( TD : 110/70 – 120/80 mmHg, S : 36 – 37o C, N : 90 – 110 x/ menit ).
ü Tanda – tanda
dehidrasi tidak terjadi, misalnya mulut lembab, turgor kulit elastic, pengisian
kapiler normal.
§ Tindakan / intervensi
ü Monitor pemasukan dan pengeluaran karakter dan feses,
perkiraan kehilangan yang terlihat,
misalnya : berkeringat dan urine.
ü Kaji TTV.
ü Kaji tanda – tanda
dehidrasi.
ü Ukur BB tiap hari.
§ Rasional
ü Untuk memberikan
informasi tentang keseimbangan cairan, fungsi ginjal dan control penyakit usus
juga merupakan pedoman untuk penyakit cairan.
ü Hipotensi ( termasuk
postural ) takikardia, demam dapat menunjukan kehilangan cairan.
ü Menunjukan kehilangan
cairan yang berlebihan ( dehidrasi ).
ü Indicator dan status
nutrisi.
DAFTAR
PUSTAKA
Brunner and suddaart.
2002. Buku Ajar Keperawatan Medical Bedah.Jakarta : EGC.
Carpenito,Juall Lynda
R. N, M. S. N. 2000. Diagnosa Keperawatan Aplikasi Pada Praktek Klinik.
Jakarta : EGC.
Wong. D. L. 2000. Keperawatan
Pediatrik. Jakarta : EGC.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar