Selasa, 02 September 2014

Tifus Abdomenalis adalah ( Demam Thypoid, Enteric Fever )




  BAB II
TINJAUAN TEORITIS

A.    PENGERTIAN
Tifus Abdomenalis adalah ( Demam Thypoid, Enteric Fever  ) adalah penyakit infeksi akut yang biasanya mengenai saluran pencernaan dengan demam yang lebih dari satu minggu, gangguan pencernaann dan gangguan kesadaran ( Ngastiyah 1997 ).
Tifus abdomenalis adalah penyakit infeksi akut yang biasanya terdapat pada saluran pencernaan dengan gejala demam lebih dari satu minggu dan terdapat gangguan kesadaran ( Suryadi & Rita Yuliani, 2001 ).
Tifus Abdominalis adalah suatu penyakit sistemik bersifat akut yang disebabkan oleh salmonella thypi yang ditandai dengan panas yang berkepanjangan. Berdasarkan pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa tifus abdominalis adalah suatu penyakit infeksi akut yang biasanya mengenai saluran pencernaan dengan gejala demam lebih dari satu minggu yang disebabkan oleh salmonella thyposa.

B.     PATOFISIOLOGI
1.      Etiologi ( Ngastiyah, 1997 dan Ilmu Kesehatan Anak, 20002 )
Salmonella thyposa, basil gram negative yang bergerak dengan bulu getar, tidak berspora
Masa inkubasi       +++=











PATOFISIOLOGI
Salmonella Typhosa

Saluran Pencernaan

 


Sebagian dihancurkan dilambung                                                                 diserap oleh usus halus
                                                                                              Bakteri memasuki aliran darah sistemik
 


Kelenjar Limfoid usus halus                           Hati                          Limpa                         Endotoksin
    Mual + Muntah
               Tukak                                    Hepatomegali       splenomegali              merangsang sintesis                                                                        dan pelepasan zat     pirogen
                          Gangguan kebutuhan
                                  nutrisis                      



Pendarahan dan perforasi usus          nyeri peradaban(cek )
                           
                                                                                                                             Demam
           Peritonitis                     Gangguan rasa nyaman nyeri               - Peningkatan suhu tubuh
                                                                                                            - Peningkatan volume cairan




2.Proses
a.       Kuman masuk melalui mulut, sebagian dimusnahkan di dalam lambung oleh asam lambung dan sebagian lagi masuk keusus halus, kejaringan limfoit. Dan berkembangbiak menyerang vili usus halus, kemudian kuman masuk ke peredaran darah ( bakterinia primer ) dan mencapai sel – sel retikuloendoteleal, hati, limpa dan organ – organ lainnya.
b.      Proses ini terjadi dalam masa tunas dan akan berakhir saat sel -  sel retikuloendoteleal melepaskan kuman kedalam peredaran darah dan menimbulkan bakterinia untuk kedua kakinya. Selanjutnya kuman masuk ke beberapa jaringan organ tubuh, terutama limpa usus dan kandung kemih empedu.
c.       Pada minggu pertama sakit terjadi hyperplasia plaks players. Ini terjadi pada kelenjar limfoid usus halus. Minggu kedua menjadi nekrosis dan minggu ketiga terjadi ulserasi plaks players. Pada minggu keempat terjadi penyembuhan ulkus yang dapat menimbulkan sikatrik. Ulkus dapat menyebabkan pendarahan, bahkan sampai berporasi usus, selain itu kelenjar – kelenjar mesentrial dan limfa membesar.
d.      Gejala demam disebabkan oleh endotoksin sedangkan gejala pada saluran pencernaan disebabkan oleh kelainan usus halus ( Asuhan Keperawatan pada Anak, Suryadi dan Rita Yuliani , 2001 )

a.       faktor predisposisi  dan prespitasi.
b.      Faktor predisposisi : daya tahan tubuh yang menurun.
Faktor prespitasi : mengonsumsi makanan yang tercemar kuman salmonella thyposa

2.      Manisfestasi klinis
a.       Nyeri kepala, lemas, lesu.
b.       Demam yang tidak terlalu tinggi dan berangsur selama 3 minggu :
§  Minggu pertama peningkatan  suhu tubuh berfluktuasi.
§  Suhu tubuh meningkat pada malam hari dan menurun pada pagi hari.
§  Pada minggu kedua suhu tubuh terus meningkat dan pada minggu ketiga.
§  Suhu tubuh berangsur – angsur turun dan kembali normal.
c.       Gangguan pada saluran cerna : mual muntah, tidak nafsu makan, hepatomegali, splenomegali dan disertai nyeri pada perabaan.
d.      Gangguan kesadaran, penurunan kesadaran.
e.       Epitaksis ( mimisan )
3.      Komplikasi
a.       Pada usus halus yaitu perdarahan usus, perforasi usus, peritonitis.
b.      Diluar usus halus terjadi karena lokalisasi peradangan akibat sepsis ( bakterimia ), yaitu meningitis, ensefalopati terjadi karena infeksi sekunder dari bronkopneumonia.

C.     PENATALAKSANAAN
1.      Test diagnostic
a.       Pemeriksaan darah tepi : terdapat gambaran leucopenia, limfositosis relative dan anoesinofilia pada permulaan sakit. Maka terdapat anemia dan trombositopenia ringan.
b.      Pemeriksaan sum – sum tulang : menunjukan gambaran hiperaktif  sum – sum tulang.
c.       Biakan empedu : terdapat basil salmonella thyposa pada urin dan tinja.
d.      Pemeriksaan widal di dapatkan titer terhadap antigen O adalah 1/200 ataau lebih, sedangkan titer terhadap antigen H walaupun tinggi akan tetapi tidak bermakna untuk  menegakan diagnosis karena titer H dapat tetap tinggi setelah dilakukan imunisasi atau bila penderita telah sembuh.
        
2.      Tindakan medis bertujuan untuk pengobatan
a.       Isolasi pasien, desinfeksi pakaian dan ekskreta.
b.      Perawatan yang baik untuk menghindari komplikasi, mengingat sakit yang lama, lemah, anoreksia.
c.       Istirahat selama dua minggu setelah suhu normal kembali ( istirahat total ), kemudian boleh duduk, jika tidak panas lagi boleh berdiri kemudian berjalan diruanagan.
d.      Diet makanan harus mengandung cukup cairan, tinggi kalori dan tinggi protein. Bahan makanan tidak boleh banyak mengandung serat tidak merangsang dan tidak menimbulkan gas.
e.       Pemberian kloramfenikol dengan dosis tinggi, yaitu 100 mg/ kg/ BB/ hari ( maksimal 2 gram/ hari ), diberikan 4 kali sehari peroral atau intervena.

D.     ASUHAN KEPERAWATAN
1.      Pengkajian
a.       Faktor predisposisi : daya tahan tubuh menurun.
b.      Faktor prespitasi : mengonsumsi makanan yang tercemar kuman salmonella thyposa.
c.       Awal serangan : demam, gelisah, suhu tubuh meningkat, anoreksia, muntah kemudian tibul penyakit tifus abdominalis atau thypoid
d.      Keluhan utama :panas naik turun selama 2 hari, muntah, mual, anoreksia dan menyebabkan penurunan BB klien.
e.       Pola istirahat tidur : akan terganggu karena adanya distensi abdomen yang akan menimbulkan rasa tidak nyaman.
f.       Pola eliminasi : diare, konstipasi, perut kembung dan nyeri pada perabaan abdomen.
g.       Pola nutrisi : diawali dengan mual, muntah, anoreksia dan menyebabkan penurunan BB klien.
h.      Aktivitas : akan terganggu karena kondisi tubuh yang lemah dan adanya rasa nyeri akibat distensi abdomen.
i.        Periksaan fisiologi : keadaan umum tampak lemah, kesadaran komposmentis sampai koma, suhu tubuh meningkat, nadi cepat, lemah dan pernapasan agak cepat.
j.        Pemeriksaan sistemik
§  Infeksi : mata tidak cekung, mukosa bibir lembab, BB menurun, anus tudak mengalami kemerahan.
§  Perkusi : adanya distensi abdomen.
§  Palpasi : turgor kulit elastic
§  Auskultasi : terdengar bising usus.

2.      Diagnose Keperawatan
a.       Hipertermi b.d proses infeksi bakteri kiman salmonella thyposa.
b.      Gangguan pemenuhan kebutuhan nutrisi : kurang dari kebutuhna tubuh b.d intake yang tidak adekuat.
c.       Resiko deficit cairan b.d peningkatan suhu tubuh

3.      Rencana Keperawatan
a.       Dx I : Hipertermi b.d proses infeksi bakteri kiman salmonella thyposa.
§  Tujuan       : peningkatan suhu tubuh menurun
§  KH             :
ü  tanda – tanda vital ( TTV ) dalam batas normal ( TD : 110/70 – 120/80 mmHg, S : 36 – 37o C, N : 90 – 110 x/ menit ), badan tidak panas, tidak mengigil, laboratorium dalam batas normal ( Hb : 12 – 14 gr/dl, Ht : 40 – 50 %, Leukosit : 5000 – 10000/ m3, antigen O : negative ( - ).
§  Tindakan / intervensi
ü  Observasi TTV 4 jam sekali / sesuai indikasi.
ü  Pantau suhu tubuh klien ( derajat dan pola ) perhatikan menggigil atau diaphoresis.
ü  Berikan kompres hangat.
ü  Anjurkan keluarga untuk memberiakan pakaian tipis.
§  Kolaborasi
ü  Beriakan cairan parental ( IV ) yang adekuat.
ü   Berikan antibiotic dan antipiretik, misalnya : Asa ( Aspirin dan Parasetamol )
§  Rasional
ü  Hipotensi, takikardia, demam dapat menurunkan respon terhadap kehilangan cairan.
ü  Suhu tubuh 38,9 – 41 oC menunjukan proses infeksius akut.
ü  Dapat membantu mengurangi demam.

b.      Dx II : Gangguan pemenuhan kebutuhan nutrisi : kurang dari kebutuhna tubuh b.d intake yang tidak adekuat.
§  Tujuan       : kebutuhan nutrisi dapat terpenuhi.
§  KH             :
ü  Peningkatan BB dalam batas normal sesuai dengan BB ideal.
ü  Klien tidak mual, muntah.
ü  Nafsu makan meningkat.
ü  Turgor kulit elastic.
ü  Konjungtiva tidak anemis.
ü  Kebutuhan kalori sesuai BB ( Rumus : 1130 kalori/ ka BB/ hari ).
§  Tindakan / intervensi
ü  Nilai status nutrisi dari sebelum sakit dan BB klien sekarang.
ü  Kaji keluhan rasa mual klien.
ü  Berikan makanan yang disertai dengan suplemen nutrisi untuk meningkatkan kualitas intake nutrisi.
ü  Anjurkan untuk memberikan makanan dengan teknik porsi kecil tapi sering.
ü  Timbang BB setiap hari.
ü  Jelaskan pentingnya intake nutrisi yang adekuat untuk penyembuhan penyakit.
§  Kolaborasi
ü  Berikan obat antimuntah, jika klien muntah.
ü  Berikan nutrisi parental total, terapi IV misalnya : Asa ( aspirin dan Parasetamol )
§  Rasional
ü  Mengkaji toleransi pemberian makanan.
ü  Mengetahui tingkat nafsu makan klien serta menentukan tindakan adekuat.
ü  Mengurangi kehebatan dan durasi penyakit.
ü  Meningkatkan kepatuhan terhadap program terapeutik.
ü  Memberikan informasi tentang kepatuhan diet.
ü  Meningkatkan kepatuhan terhadap terapeutik
ü  Mencegah serangan akut.
ü  Mengistirahatkan saluran gastrointestinal sementara memberikan nutrisi penting.

c.       Dx III : Resiko deficit cairan b.d peningkatan suhu tubuh.
§  Tujuan       :  resiko deficit cairan tidak terjadi
§  KH             :
ü  Klien tidak lemas, intake dan output seimbang.
ü  TTV dalam batas normal ( TD : 110/70 – 120/80 mmHg, S : 36 – 37o C, N : 90 – 110 x/ menit ).
ü  Tanda – tanda dehidrasi tidak terjadi, misalnya mulut lembab, turgor kulit elastic, pengisian kapiler normal.
§  Tindakan / intervensi
ü  Monitor pemasukan  dan pengeluaran karakter dan feses, perkiraan  kehilangan yang terlihat, misalnya : berkeringat dan urine.
ü  Kaji TTV.
ü  Kaji tanda – tanda dehidrasi.
ü  Ukur BB tiap hari.
§  Rasional
ü  Untuk memberikan informasi tentang keseimbangan cairan, fungsi ginjal dan control penyakit usus juga merupakan pedoman untuk penyakit cairan.
ü  Hipotensi ( termasuk postural ) takikardia, demam dapat menunjukan kehilangan cairan.
ü  Menunjukan kehilangan cairan yang berlebihan ( dehidrasi ).
ü  Indicator dan status nutrisi.

      

DAFTAR PUSTAKA

Brunner and suddaart. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medical Bedah.Jakarta : EGC.
Carpenito,Juall Lynda R. N, M. S. N. 2000. Diagnosa Keperawatan Aplikasi Pada Praktek Klinik. Jakarta : EGC.

Wong. D. L. 2000. Keperawatan Pediatrik. Jakarta : EGC. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar