Selasa, 02 September 2014

Askep Diabetes Melitus

BAB II
TINJAUAN TEORITIS


Pengertian
Diabetes Melitus adalah keadaan hiperglikemia kronik yang disertai berbagai keleinan metabolik akibat gangguan hormonal yang menimbulkan berbagai komplikasi kronik pada ginjal dan pembuluh darah (Arief Mansjoer. 2000).
Diabetes Melitus adalah sekelompok kelainan heterogen yang ditandai dengan kenaikan kadar glukosa dalam darah atau hiperglikemia (Suzanne C. Smeltzer. 2001).

Diabetes Melitus adalah gangguan metabolisme secara genetis dan klinis termasuk heterogen dengan manifestasi berupa hilangnya toleransi karbohidrat (Sylvia Anderson Price. 2005).
Diabetes adalah penyakit seumur hidup dimana badan seseorang tidak memproduksi cukup insulin atau tidak dapat menggunakan insulin yang diproduksi dengan baik (Jhonson Marilyn. 2005).

Dari ke empat definisi diatas maka penulis menyimpulkan Diabetes Melitus merupakan gangguan metabolisme dari distribusi gula oleh tubuh.

1.   Klasifikasi Diabetes Melitus
Klasifikasi Klinis :
a.       Tipe I atau IDDM (Insulin Dependent Diabetes Melitus)
Pada IDDM terdapat ketidak mampuan menghasilkan insulin karena pankreas telah dihancurkan oleh proses otanum, jika konsentrasi dalam darah cukup tinggi, gejalanya tidak dapat menyerap kembali semua glukosa yang tersaring keluar, akibatnya glukosa tersebut keluar melalui urine (glukosuria).
b.      Tipe II atau NIDDM (Non Insulin Dependent Diabetes Melitus)
Pada IDDM terdapat 2 masalah utama yang berhubungan dengan insulin yaitu resistensi insulin dalam gangguan sekresi imun normalnya insulin terikat dengan reseptor tersebut terjadi suatu metabolisme didalam sel. Resistensi insulin pada Diabetes Melitus tipe II ini disertai dengan penurunan reaksi intrasel.
Dengan demikian insulin menjadi tidak efektif untuk mengatasi resistensi dan mencegah terbentuknya glukosa dalam darah, harus terdapat peningkatan jumlah insulin yang disekresi pada NIDDM.
c.       Gangguan toleransi glukosa (GTG)
Pasien dengan GTG dapat menderita Diabetes Melitus dengan gangguan toleransi glukosa karena pada tes toleransi glukosanya memperlihatkan kelainan yaitu menunjukan kadar glukosa plasma kurang dari 140 mg/100 ml dan nilai-nilai selama diadakan tes toleransi glukosa oral sama dengan atau lebih besar dari 200 mg/100 ml pada menit ke 30,60/90 dan mencapai 140-200 mg/100 ml pada 2 jam.
d.      Diabetes kehamilan (Gestational Diabetes Melitus atau GDM)
Diabetes kehamilan yaitu toleransi glukosa yang mulai timbul dan mulai diketahui selama pasien hamil karena terjadi peningkatan sekresi berbagai hormon disertai pengaruh metabolik terhadap toleransi glukosa.

B.     Patofisiologi
1.      Etiologi
a.       Diabetes tipe 1
1)      Faktor genetik
Penderita diabetes tipe ini tidak mewarisi diabetes tipe I itu sendiri, tetapi mewarisi suatu predisposisi atau kecenderungan genetik kearah terjadinya DM tipe I. Kecenderungan genetik ini ditemukan pada individu yang memiliki tipe antigen HLA (Human Leucocyte Antigen).
2)      Faktor-faktor immunologi
Adanya respon autoimun yang merupakan respon abnormal dimana antibodi terarah pada jaringan normal tubuh dengan cara bereaksi terhadap jaringan tersebut yang diangapnya seolah-olah sebagai jaringan asing, yaitu antibodi terhadap sel-sel pulau langerhans dan insulin oleh endogen.

b.      Diabetes Tipe II
1)      Faktor keturunan
Dengan diabetes tipe II ada kecenderungan keturunan yang sangat kuat untuk mendapatkan penyakit ini. Jika mempunyai seorang anggota keluarga yang menderita penyakit diabetes, kemungkinan keturunannya akan mendapat dua kali lebih tinggi dari orang-orang biasa yang tidak mempunyai keluarga menderita penyakit diabetes. Jika mempunyai dua orang anggota keluarga yang menderita diabetes, maka keturunan tersebut mempunyai kemungkinan empat kali lebih tinggi mendapat diabetes.
2)      Kelebihan berat badan
Bila memakan lebih banyak kalori dari pada yang dibutuhkan oleh tubuh, maka kalori akan disimpan dalam tubuh dalam bentuk lemak. Salah satu kerja insulin adalah bekerja memindahkan kepenyimpanan bukan hanya glukosa tetapi juga lemak. Karena sel lemak didalam tubuh sudah penuh, maka sel kehilangan kemampuannya untuk berespon kepada insulin. Oleh karena itu pankreas memproduksi insulin lebih banyak lagi. Dengan demikian pankreas bekerja melebihi waktu karena kelebihan kalori yang dimakan, sehingga pankreas kelelahan dan kehilangan kemampuannya untuk memproduksi insulin.
3)      Kurang olahraga
Olahraga dapat meningkatkan pemakaian glukosa darah sehingga dapat kadar glukosa dalam darah dapat turun dan olahraga juga dapat meningkatkan kepekaan sel terhadap insulin. Jika kurang olahraga maka glukosa yang berlebih tidak dapat terpakai untuk mebuat energi.
4)      Umur
Diabetes tipe II biasanya disebut “adult or maturity onset diabetes’’. Kebanyakan kasus diabetes tipe II terjadi pada usia diatas 40 tahun.


2.      Proses perjalanan penyakit
Diabetes mellitus terjadi karena kerusakan sel pankreas sehingga terjadi difisiensi insulin yang menyebabkan gangguan produksi insulin dan produksi glukosa meningkat karena konsentrasi yang tinggi, sehingga ginjal tidak dapat menyerap kembali glukosa yang tersaring keluar akibat glukosa keluar dalam urin. Ketika glukosa yang tersaring berlebihan disekresikan kedalam urin, sekresi ini akan disertai dengan pengeluaran cairan dan elektrolit sehingga terjadi diuresis osmotik sebagai akibat dari kehilangan akan mengalami peningkatan dalam berkemih. Sehingga tubuh kehilangan banyak cairan, yang akan menyebabkan seseorang yang menderita penyakit diabetes akan merasa sangat haus.

Defisiensi juga akan mengganggu metabolisme produksi protein dan lemak yang menyebabkan penurunan berat badan, sehingga pasien akan mengalami peningkatan pola makan atau sering lapar.

3.      Manifestasi Klinis
Diabetes tipe I :
Biasanya terjadi secara tiba-tiba dengan gejala :
a.       Poliuria (sering BAK).
b.      Polipagia (banyak makan / sering lapar).
c.       Kurang tenaga.
d.      Lemah dan lesu.
e.       Semut mengerubungi urin.
f.       Polidipsi (banyak minum).

Diabetes tipe II :
Biasanya terjadi secara diam-diam dan pelan-pelan dengan gejala :
a.       Polidipsi (banyak minum).
b.      Poliuria (sering BAK).
c.       Polipagia (banyak makan / sering lapar).
d.      Kurang tenaga.
e.       Lemah dan lesu.
f.       Semut mengerubungi urin.
g.      Luka atau goresan lambat sembuh.
h.      Infeksi tidak jelas penyebabnya pada kulit, gusi dan kandung kencing.
i.        Rasa nyeri, pegal dan rasa ditusuk-tusuk pada tungkai dan kaki.
j.        Mual dan muntah.

4.      Komplikasi
a.    Komplikasi akut
1)      Ketoasidosis metabolik
2)      Hipoglikemia
3)      hiperglikemia
b.   Komplikasi kronis
1)      Makrovaskuler, terjadi di arteri besar dan sedang yaitu aterosklerosis, stroke, hipertensi.
2)      Mikrovaskuler, terjadi diarterior, kapiler dan venula yang mengakibatkan penebalan membran besar pembuluh darah kecil. Kerusakan tersebut berupa iskemia, asidosis dan hipoksia.
3)      Pada penglihatan yaitu retinopati atau kerusakan pada retina. Dimana pembuluh kapiler halus yang membawa darah menuju kemata menjadi rusak karena dinding kapiler yang sudah lemah, maka pembuluh kapiler akan menggelembung dimana lama kelamaan menjadi pecah dan bocor. Cairan yang keluar akan berkumpul dan menyebabkan pembengkakan pada retina.
4)      Pada ginjal terjadi hipertropi pada ginjal akibat peningkatan kerja yang dilakukan oleh ginjal untuk menyerap / menyaring glukosa yang berlebih dalam darah. Karena kerja ginjal terlalu keras maka ginjal bisa rusak, sehingga terjadi kegagalan ginjal.

C.    Penatalaksanaan Medis
1.      Tes Diagnostik
a.       Pemeriksaan gula darah.
Kadar gula plasma waktu puasa (gula darah nucter) yang besarnya diatas 140 mq/dl. Kadar gula darah sewaktu (gula darah random) yang besarnya diatas 200 mq/dl.
b.         Aseton plasma : positif secara mencolok.
c.          Asam lemak bebas.
d.         Osmolaritas serum : meningkat biasanya kurang dari 330 gr.
e.          Elektrolit
1)      Natrium : meningkat atau menurun.
2)      Kalium : normal atau peningkatan semu.
3)      Posfor : lebih sering menurun.
f.          Gas Darah Arteri : biasanya menunjukan PH rendah dan HCO3 dengan komposisi alkalosis.
g.         Trombosit darah : hematokrit mungkin meningkat, leukositas, hemokonsentrasi.
h.         Kultur dan sensitif : kemungkinan adanya infeksi pada saluran kemih.

2.      Terapi
Tujuan terapi pada klien dengan diabetes mellitus adalah untuk mengatur glukosa darah dan mencegah timbulnya komplikasi akut dan kronis. Tujuan terapi ini dicapai melalui berbagai macam cara yang masing-masing disesuaikan secara individual :
a.       Terapi insulin.
Pada diabetes tipe I (IDDM) memerlukan terapi insulin berupa penyuntikan insulin secara sub kutan, 2-3 kali sehari setelah kadar glukosa darah basal diukur.
b.      Pendidikan dan kepatuhan terhadap diet.
Rencana diet diabetes dihitung secara individual bergantung pada pertumbuhan dan tingkat aktivitas. Standar yang dianjurkan untuk santapan atau diet dengan komposisi seimbang berupa karbohidrat (60-70%), protein (10-15%) dan lemak (20-25%). Jumlah kandungan serat ± 25 gram/hari, vitamin dan mineral untuk mengetahui jumlah kalori basal dengan menghitung berat badan ideal.
c.       Olahraga
Dapat meningkatkan pemakaian glukosa darah turun dan olahraga juga dapat meningkatkan kepekaan sel terhadap insulin. Olahraga atau latihan jasmani dilakukan secara teratur 3-4 kali seminggu, selama ± 30 menit.

i.        Intervensi farmakologis
Obat Hipoglikemia Oral (OHO), yaitu :
a.       Sulfanilurea berkhasiat menstimulasi pelepasan insulin yang tersimpan, menurunkan ambang sekresi insulin dan meningkatkan sekresi insulin yaitu klorpopramit, gibenkramid, glibsid dan gliklosid.
b.      Bigosid berkhasiat menurunkan kadar glukoa darah sampai dibawah normal. Obat ini dianjurkan untuk pasien gemuk, contoh obatnya yaitu metoforming.
c.       Inhibitor dan glukosidase berkhasiat menghambat kerja enzimdan glikosidase didalam saluran cerna. Sehingga menurunkan penyerapan glukosa, contoh obatnya yaitu acorbose.

D.    ASUHAN KEPERAWATAN
1.      Pengkajian
a.       Aktivitas dan istirahat
Gejala :   lemah atau letih, sulit bergerak atau berjalan. Kram otot, kekuatan tonus otot menurun, gangguan tidur atau istirahat.
Tanda :   takikardia, takipneu pada keadaan istirahat atau dengan aktivitas, letargi, disorientasi, koma.
b.      Sirkulasi
Gejala :   adanya riwayat hipertensi, DM akut, klaudikasi kebas dan kesemutan pada ekstremitas pada kaki dan penyembuhan yang lama.
Tanda :   takikardia, perubahan tekanan darah postural : hipertensi, nadi menurun, disritmia, kulit panas, mata cekung.
c.       Integritas ego
Gejala :   stress, ketergantungan pada orang lain.
Tanda :   ansietas.
d.      Eliminasi
Gejala :   perubahan pada berkemih, poliuria, nokturia, rasa nyeri terbakar, nyeri tekan pada obdomen dan diare.
Tanda :  urin encer, pucat, kuning. poliuria, disuria, urin berkabut, bau busuk, abdomen keras, bising usus menurun dan diare.

e.       Makanan dan cairan
Gejala : hilang nafsu makan, haus, mual / muntah, tidak mengikuti diet; peningkatan masukan glukosa / karbohidrat, karbohidrat, penurunan berat badan, penggunaan diuretik.
Tanda : kulit kering atau bersisik, bising usus lemah atau menurun, pembesaran kelenjar tiroid, bau halitosis, mual dan muntah.
f.       Neuro sensori
Gejala : pusing, kesemutan, kebas, kelemahan pada otot dan gangguan penglihatan.
Tanda :  disorientasi, ngantuk, letargi, koma, gangguan memori, kacau mental,  reflek tendon.
g.      Nyeri atau kenyamanan
Gejala :   abdomen tegang atau nyeri (sedang / berat).
Tanda :   wajah meringis.
h.      Pernafasan
Gejala : merasa kekurangan oksigen, batuk dengan / tanpa sputum purulen (tergantung tidak / adanya infeksi).
Tanda : kurang udara dan batuk.
i.        Keamanan
Gejala : kulit kering, gatal, ulkus kulit.
Tanda :  demam, kulit rusak, lesi atau ulserasi, menurunnya kekuatan umum / rentang gerak.
j.        Seksualitas
Gejala : rabas vagina (cenderung infeksi).
Masalah impoten pada pria, kesulitan orgasme pada wanita.
k.      Penyuluhan
Gejala : faktor resiko keluarga ; DM, penyakit jantung, strok, hipertensi, penyembuhan luka yang lambat. Penggunaan obat seperti steroid, diuretik (tiazid).



2.      Diagnosa Keperawatan
a.       Kekurangan volume cairan berhubungan dengan diuresis osmotik. Kehilangan gastrik berlebih : diare, muntah. Masukan dibatasi : mual, kacau mental.
b.      Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan ketidak cukupan insulin, penurunan masukan oral ; anoreksia, mual, muntah, lambung penuh, nyeri abdomen, perubahan kesadaran.
c.       Resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan kadar glukosa tinggi, penurunan fungsi leokosit. Infeksi pernafasan, infeksi saluran kencing.
d.      Resiko tinggi terhadap perubahan sensori-perseptual berhubungan dengan perubahan kimia endogen : ketidak seimbangan glukosa / insulin atau elektrolit.
e.       Kelahan berhubungan dengan penurunan produksi metabolik.
f.       Ketidakberdayaan berhubungan dengan penyakit jangka panjang / progresif yang tidak dapat diobati. Ketergantungan orang lain.
g.      Kurang pengetahuan mengenai penyakit, prognosis dan kebutuhan pengobatan berhubungan dengan tidak mengenal sumber informasi.

3.      Perencanaan Keperawatan
a.       Kekurangan volume cairan berhubungan dengan diuresis osmotik. kehilangan gastrik berlebih : diare dan muntah. Masukan dibatasi : mual, kacau mental.
Tujuan             : volume cairan dalam tubuh dapat terpenuhi.
Kriteria hasil    :
1)      Tanda-tanda dehidrasi tidak terjadi dibuktikan oleh tanda vital stabil, nadi perifer dapat diraba, turgor kulit dan pengisisan kapiler baik, haluaran urin tepat secara individu.
2)      Kadar elektrolit dalam batas normal.
Intervensi        :
Mandiri
1)      Pantau tanda-tanda vital, catat adanya perubahan tekanan darah.
Rasional :  hipovolemia dapat dimanifestasikan oleh hipotensi dan takikardia. Perkiraan berat ringannya hipovolemia dapat dibuat ketika tekanan darah sistolik pasien turun lebih dari 10 mmHg dari posisi berbaring keposisi duduk / berdiri.
1.      Kaji suhu, warna kulit atau kelembabannya.
Rasional :  meskipun demam, menggigil dan diaphoresis merupakan hal umum terjadi pada proses infeksi, demam dengan kulit yang kemerahan, kering mungkin sebagai cerminan dari dehidrasi.
2.      Kaji nadi perifer, pengisian kapiler, turgor kulit dan membran mukosa.
Rasional :  merupakan indikator dari tingkat dehidrasi atau volume sirkulasi yang adekuat.
3.      Ukur berat badan setiap hari.
Rasional : memberikan hasil pengkajian yang terbaik dari status cairan yang sedang berlangsung dan selanjutnya dalam memberikan cairan pengganti.
4.      Pertahankan untuk memberikan cairan paling sedikit 2500 ml / hari dalam batas yang dapat ditoleransi jantung jika pemasukan oral sudah dapat diberikan.
Rasional :  mempertahankan hidrasi / volume sirkulasi.
5.      Catat hal-hal yang dilaporkan seperti mual, nyeri abdomen, mual dan distensi lambung.
Rasional : kekurangan cairan dan elektrolit mengubah motilitas lambung, yang sering kali akan menimbulkan muntah dan secara potensial akan menimbulkan kekurangan cairan atau elektrolit.
6.      Observasi adanya perasaan kelelahan yang meningkat, edema, peningkatan berat badan, nadi teratur dan adanya distensi pada vaskuler.
Rasional :  pemberian cairan untuk perbaikan yang cepat, mungkin sangat berpitensi menimbulkan kelebihan beban cairan.
Kolaborasi
7.      Berikan kalium atau elektrolit
Respon : kalium harus ditambahkan pada IV untuk mencegah hipokalimea.
8.      Pantau pemeriksaan laboratorium, seperti: hematokrit, natrium dan kalium.
Respon :    (Ht) mengkaji tingkat hidrasi dan sering kali meningkat
akibat hemokonsentrasi yang terjadi setelah diuresis osmotik. (Na) mungkin menurun yang dapat mencerminkan perpindahan cairan dari intra sel (diuresis osmotik). (Kalium) awalnya akan terjadi hiperkalimea dalam berespon pada asidosis, namun selanjutnya kalium ini akan  hilang melalui urin, kadar kalium absolute dalam tubuh berkurang. Bila insulin diganti dan asidosis teratasi, kekurangan kalium serum akan terlihat.

b.      Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan ketidak cukupan insulin, penurunan masukan oral; anoreksia, mual, muntah, lambung penuh, nyeri abdomen, perubahan kesadaran.
Tujuan             :perubahan nutrisi dapat teratasi / nutrisi dapat     terpenuhi.
Kriteria hasil    :
1)      Mencerna jumlah kalori / nutrien dengan tepat.
2)      Menunjukan tingkatan energi.
3)      Berat badan yang stabil atau penambahan kearah rentang yang diinginkan.
4)      Nilai laboratorium normal.
Intervensi        :
Mandiri
1.      Timbang berat badan setiap hari atau sesuai dengan indikasi.
Rasional :  mengkaji pemasukan makanan yang adekuat.
2.      Auskultasi bising usus, catat adanya nyeri abdomen/perut kembung, mual, muntahan makanan yang belum sempat dicerna.
Rasional :   hiperglikemia dan gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit dapat menurunkan motilitas / fungsi lambung yang akan mempengaruhi fungsi metabolik.
3.      Observasi tanda-tanda hipoglikemia, seperti perubahan tingkat kesadaran, kulit lembab / dingin, denyut nadi cepat, lapar, peka terhadap rangsangan, cemas, sakit kepala, pusing, sempoyongan.
Rasional:   karena metabolisme karbohidrat mulai terjadi, gula darah akan berkurang dan sementara tetap diberikan insulin maka hipoglikemi dapat terjadi.
Kolaborasi
4.      Lakukan pemeriksaan gula darah dengan mengunakan “finger stick”.
Rasional : analisa ditempat tidur terhadap gula darah lebih akurat, daripada memantau gula dalam urin yang tidak cukup akurat untuk mendeteksi fluktuasi kadar gula darah dan dapat dipengaruhi oleh ambang ginjal pasien secara individual atau adanya retensi urin dan gagal ginjal.
5.      Pantau pemeriksaan laboratorium.
Rasional :  gula darah akan menurun perlahan dengan penggantian cairan dan terapi insulin terkontrol.
6.      Berikan pengobatan insulin secara teratur.
Rasional :  larutan glukosa ditambahkan setelah insulin dan cairan membawa gula darah kira-kira 250 mg/dl. Dengan metabolism karbohidrat mendekati normal, perawatan harus diberikan untuk menghindari hipoglikemia.
7.      Lakukan konsultasi dengan ahli diet.
Rasional :  sangat bermanfaat dalam perhitungan dan penyesuaian diet untuk memenuhi kebutuhan nutrisi klien.

c.       Resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan kadar glukosa tinggi, penurunan fungsi leokosit. Infeksi pernafasan, infeksi saluran kencing.
Tujuan             : resiko tinggi infeksi tidak terjadi.

Kriteria hasil    :
1)      Mendemonstrasikan teknik, perubahan gaya hidup untuk mencegah terjadinya infeksi.
2)      Nilai leukosit dalam batas normal.

Intervensi          :
Mandiri
1.      Observasi tanda-tanda infeksi dan peradangan, seperti : demam, kemerahan, adanya pus pada luka, sputum purulen, urin warna keruh atau berkabut.
Rasional : pasien mungkin masuk dengan infeksi yang biasanya telah mencetuskan keadaan ketoasidosis atau dapat mengalami ifeksi nosokomial.
2.      Pertahankan teknik aseptik pada prosedur invasif (seperti : pemasangan infus, kateter folley dsb).
Rasional : kadar glukosa yang tinggi dalam darah akan menjadi media terbaik bagi pertumbuhan kuman.
3.      Berikan perawatan kulit dengan teratur dengan sungguh-sungguh, masase daerah tulang yang tertekan, jaga kulit tetap kering, linen kering dan tetap kencang (tidak berkerut).
Rasional : sirkulasi perifer bisa menganggu dan menempatkan pasien pada peningkatan resiko terjadinya kerusakan pada kulit / iritasi kulit dan infeksi.
4.      Posisikan pasien pada posisi semi-fowler.
Rasional : memberikan kemudahan pada paru untuk berkembang; menurunkan resiko terjadinya aspirasi.
5.      Bantu pasien untuk melakukan hygiene oral.
Rasional : menurunkan resiko terjadinya penyakit mulut / gusi.  
Kolaborasi
6.      Berikan antibiotik yang sesuai.
Rasional : penanganan awal dapat membantu mencegah timbulnya sepsis.

d.      Resiko tinggi terhadap perubahan sensori-perseptual berhubungan dengan perubahan kimia endogen : ketidak seimbangan glukosa / insulin atau elektrolit.
Tujuan             :    resiko tinggi perubahan sensori-perseptual tidak     terjadi.
Kriteria hasil    :
1)      Meningkatkan tingkat mental seperti biasanya.
2)      Mengenali adanya kerusakan sensori.
Intervensi        :
Mandiri
1.      Pantau tanda-tanda vital dan status mental.
Rasional : sebagai dasar untuk membandingkan temuan abnormal, seperti suhu yang meningkatdapat mempengaruhi fungsi mental.
2.      Motivasi aktivitas rutin, dorong untuk melakukan aktivitas sesuai dengan kemampuannya.
Rasional : membantu memelihara pasien tetap berhubungan dengan realitas dan mempertahankan orientasi pada lingkungannya.
3.      Lindungi pasien dari cidera, ketika tingkat kesadaran klien terganggu.
Rasional : pasien mengalami disorientasi merupakan awal kemungkinan timbulnya cidera.
4.      Selidiki adanya keluhan nyeri atau kehilangan sensori pada paha / kaki.
Rasional : neuropati perifer dapat mengakibatkan rasa tidak nyaman yang berat, kehilangan sensasi sentuhan yang mempunyai resiko terhadap kerusakan kulit dan gangguan keseimbangan.
5.      Bantu pasien dalam ambulasi atau perubahan posisi.
Rasional : meningkatkan keamanan pasien terutama ketika rasa keseimbangan dipengaruhi.
Kolaborasi
6.      Berikan pengobatan sesuai dengan obat yang sudah ditentukan sesuai indikasi.
Rasional : gangguan dalam proses fikir / potensial terhadap aktivitas kejang biasanya menghilang, bila keadaan hiperosmolaritas teratasi.
7.      Pantau nilai laboratorium, seperti glukosa darah, osmolalitas darah, Hb / Ht, ureum dan kreatinin.
Rasional  : ketidak seimbangan nilai laboratorium ini dapat menurunkan fungsi mental.
e.       Kelelahan berhubungan dengan penurunan produksi metabolik.
Tujuan             : kelelahan dapat teratasi.
Kriteria hasil    :
1)      Mengungkapkan peningkatan tingkat enegi.
2)      Menunjukan perbaikan kemampuan untuk berpartisipasi dalam aktivitas yang diinginkan.
Intervensi        :
Mandiri
1.      Diskusikan dengan pasien kebutuhan akan aktivitas. Buat jadwal perencanaan dengan pasien dan identifikasi aktivitas yang menimbulkan kelelahan.
Rasional : pendidikan dapat memberikan motivasi untuk meningkatkan tingkat aktivitas meskipun pasien mungkin sangat lemah.
2.      Berikan aktivitas alternatif dengan periode istirahat yang cukup.
Rasional : mencegah kelelahan yang berlebihan.
3.      Pantau nadi, frekuensi pernafasan dan tekanan darah sebelum / sesudah melakukan aktivitas.
Rasional : mengindikasikan tingkat aktivitas yang dapat ditoleransi secara fisiologis.
4.      Tingkatkan partisipasi pasien dalam melakukan aktivitas sehari-hari sesuai dengan yang dapat ditoleransi.
Rasional : meningkatkan kepercayaan diri / harga diri yang positif sesuai tingkat aktivitas yang dapat ditoleransi pasien.

f.       Ketidakberdayaan berhubungan dengan penyakit jangka panjang / progresif yang tidak dapat diobati. Ketergantungan orang lain.
Tujuan             : masalah ketidak berdayaan dapat teratasi.
Kriteria hasil    :
1)      Mengakui perasaan putus asa.
2)      Mengidentifikasi cara-cara sehat untuk menghadapi perasaan.
3)      Membantu dalam merencanakan perawatannya sendiri.
4)      Secara mandiri mengambil tanggung jawab untuk menghadapi perasaan.
Intervensi        :
Mandiri
1.      Anjurkan pasien untuk mengekspresikan perasaanya tentang perawatan di rumah sakit dan penyakitnya secara keseluruhan.
Rasional : mengidentifikasi area perhatiannya dan memudahkan cara pemecahan masalah.
2.      Berikan kesempatan pada keluarga untuk mengekspresikan perhatiannya dan diskusikan cara mereka dapat membantu sepenuhnya terhadap pasien.
Rasional : meningkatkan perasaan terlibat dan memberikan kesempatan keluarga untuk memecahkan masalah, untuk membantu mencegah kambuhnya penyakit pada pasien tersebut.
3.      Anjurkan pasien untuk membuat keputusan sehubungan dengan perawatannya, seperti ambulasi dan waktu beraktivitas.
Rasional : mengkomunikasikan pada pasien bahwa beberapa pengendalian dapat dilatih pada saat perawatan dilakukan.
4.      Berikan dukungan pada pasien untuk ikut berperan serta dalam perawatan diri sendiri dan berikan umpan balik positif sesuai dengan usaha yang telah dilakukannya.
Rasional : meningkatkan perasaan kontrol terhadap situasi.

g.      Kurang pengetahuan mengenai penyakit, prognosis dan kebutuhan pengobatan berhubungan dengan tidak mengenal sumber informasi.
Tujuan             : kurang pengetahuan mengenai pemyakit dapat teratasi.
Kriteria hasil    :
1)      Mengidentifikasi hubungan tanda dan gejala dengan proses penyakit dan menghubungkan gejala dengan faktor penyebab.
2)      Dengan benar melakukuan prosedur yang perlu dan menjelaskan rasional tindakan.
3)      Melakukan perubahan gaya hidup.
4)      Berpartsipasi dalam program pengobatan.

Intervensi        :
Mandiri
1.      Ciptakan lingkungan saling percaya dengan mendengarkan penuh perhatian.
Rasional : menanggapi dan memperhatikan perlu diciptakan sebelum pasien bersedia mengambil bagian dalam proses belajar.
2.      Kaji tingkat pengetahuan klien.
Rasional : untuk memberikan informasi pada pasien atau keluarga, perawatan perlu mengetahui sejauh mana informasi atau pengetahuan tentang penyakit yang diketahui pasien.
3.      Jelaskan tentang proses penyakit, tanda dan gejala, pencegahan, komplikasi dan pengobatan.
Rasional : memberikan pengetahuan dasar dimana pasien dapat membuat pertimbangan dalam memilih gaya hidup dan pengetahuan tentang faktor pencetus, dapat membantu untuk menghindari kambuhnya serangan tersebut.
4.      Demonstrasikan cara pemeriksaan gula darah dengan menggunakan “finger stick”.
Rasional : melakukan tes gula darah sendiri memungkinkan fleksibilitas dalam perawatan diri dan meningkatkan kontrol kadar glukosa secara lebih ketat.
5.      Berikan kesempatan pada klien atau keluarga untuk bertanya hal-hal yang ingin diketahui dan yang belum dipahami.
Rasional : mengurangi kecemasan dan memotivasi pasien untuk kooperatif selama masa perawatan atau penyembuhan.
6.      Tinjau ulang pengetahuan klien dan keluarga klien tentang pengetahuan yang telah diberikan oleh perawat.
Rasional : mengetahui seberapa paham atas materi pembelajaran yang telah disampaikan.
7.   Redemonstrasi cara pemeriksaan gula darah dengan menggunakan “finger stick”.
Rasional : berlatih secara mandiri atau dibantu oleh orang terdekat klien agar dapat mengkontrol kadar glukosa secara lebih ketat.

E.     Pelaksanaan Keperawatan
Pelaksanaan atau implementasi adalah pemberian tindakan keperawatan yang dilasanakan untuk mencapai tujuan rencana tindakan yang telah disusun setiap tindakan keperawatan yang dilakukan dan dicatat dalam pencatatan keperawatan agar tindakan keperawatan terhadap klien berlanjut. Prinsip dalam melaksanakan tindakan keperawatan  yaitu cara pendekatan pada klien efektif, tehnik komunikasi teraupetik serta penjelasan untuk setiap tindakan yang di berikan kepada klien.

Dalam melakukan tindakan keperawatan mengunakan tiga tahap yaitu independent, dependent, dan interdependent. Tindakan keperawatan secara independent adalah suatu tindakan yang di lakukan oleh perawat tanpa petunjuk dan perintah dokter atau tenaga kesehatan lainnya, dependent adalah tindakan yang sehubungan dengan pelaksanaan rencana tindakan medis dan interdependent adalah tindakan keperawatan yang menjelaskan suatu kegiatan yang memerlukan suatu kerja sama dengan tenaga kesehatan lainya, misalnya tenaga sosial, ahli gizi, dan dokter, keterampilan yang harus perawat punya dalam melaksanakan tindakan keperawatan yaitu kognitif, dan sikap psikomotor.

F.     Evaluasi Keperawatan
Evaluasi adalah tindakan intelektual untuk melengkapi proses kerawatan yang menandakan seberapa jauh diagnosa keperawatan rencana tindakan dan pelaksanaannya sudah berhasil dicapai kemungkinan terjadi pada tahap evaluasi adalah masalah dapat diatasi, masalah teratasi sebagian, masalah belum teratasi atau timbul masalah yang baru. Evaluasi dilakukan yaitu evaluasi proses dan evaluasi hasil.

Evaluasi proses adalah yang dilaksanakan untuk membantu keefektifan terhadap tindakan. Sedangkan evaluasi hasil adalah  evaluasi yang dilakukan pada akhir tindakan keperawatan secara keseluruhan sesuai dengan waktu yang ada pada tujuan.



Tidak ada komentar:

Posting Komentar