BAB II
TINJAUAN TEORITIS
Pengertian
Diabetes
Melitus adalah keadaan hiperglikemia kronik yang disertai berbagai keleinan
metabolik akibat gangguan hormonal yang menimbulkan berbagai komplikasi kronik
pada ginjal dan pembuluh darah (Arief Mansjoer. 2000).
Diabetes
Melitus adalah sekelompok kelainan heterogen yang ditandai dengan kenaikan
kadar glukosa dalam darah atau hiperglikemia (Suzanne C. Smeltzer. 2001).
Diabetes
Melitus adalah gangguan metabolisme secara genetis dan klinis termasuk
heterogen dengan manifestasi berupa hilangnya toleransi karbohidrat (Sylvia
Anderson Price. 2005).
Diabetes
adalah penyakit seumur hidup dimana badan seseorang tidak memproduksi cukup
insulin atau tidak dapat menggunakan insulin yang diproduksi dengan baik
(Jhonson Marilyn. 2005).
Dari
ke empat definisi diatas maka penulis menyimpulkan Diabetes Melitus merupakan
gangguan metabolisme dari distribusi gula oleh tubuh.
1.
Klasifikasi
Diabetes Melitus
Klasifikasi
Klinis :
a. Tipe
I atau IDDM (Insulin Dependent Diabetes
Melitus)
Pada IDDM
terdapat ketidak mampuan menghasilkan insulin karena pankreas telah dihancurkan
oleh proses otanum, jika konsentrasi dalam darah cukup tinggi, gejalanya tidak
dapat menyerap kembali semua glukosa yang tersaring keluar, akibatnya glukosa
tersebut keluar melalui urine (glukosuria).
b. Tipe
II atau NIDDM (Non Insulin Dependent
Diabetes Melitus)
Pada IDDM terdapat
2 masalah utama yang berhubungan dengan insulin yaitu resistensi insulin dalam
gangguan sekresi imun normalnya insulin terikat dengan reseptor tersebut
terjadi suatu metabolisme didalam sel. Resistensi insulin pada Diabetes Melitus
tipe II ini disertai dengan penurunan reaksi intrasel.
Dengan demikian
insulin menjadi tidak efektif untuk mengatasi resistensi dan mencegah
terbentuknya glukosa dalam darah, harus terdapat peningkatan jumlah insulin
yang disekresi pada NIDDM.
c. Gangguan
toleransi glukosa (GTG)
Pasien dengan
GTG dapat menderita Diabetes Melitus dengan gangguan toleransi glukosa karena
pada tes toleransi glukosanya memperlihatkan kelainan yaitu menunjukan kadar
glukosa plasma kurang dari 140 mg/100 ml dan nilai-nilai selama diadakan tes
toleransi glukosa oral sama dengan atau lebih besar dari 200 mg/100 ml pada
menit ke 30,60/90 dan mencapai 140-200 mg/100 ml pada 2 jam.
d. Diabetes
kehamilan (Gestational Diabetes Melitus
atau GDM)
Diabetes
kehamilan yaitu toleransi glukosa yang mulai timbul dan mulai diketahui selama
pasien hamil karena terjadi peningkatan sekresi berbagai hormon disertai
pengaruh metabolik terhadap toleransi glukosa.
B.
Patofisiologi
1.
Etiologi
a. Diabetes
tipe 1
1) Faktor
genetik
Penderita
diabetes tipe ini tidak mewarisi diabetes tipe I itu sendiri, tetapi mewarisi
suatu predisposisi atau kecenderungan genetik kearah terjadinya DM tipe I.
Kecenderungan genetik ini ditemukan pada individu yang memiliki tipe antigen
HLA (Human Leucocyte Antigen).
2)
Faktor-faktor
immunologi
Adanya respon
autoimun yang merupakan respon abnormal dimana antibodi terarah pada jaringan
normal tubuh dengan cara bereaksi terhadap jaringan tersebut yang diangapnya
seolah-olah sebagai jaringan asing, yaitu antibodi terhadap sel-sel pulau
langerhans dan insulin oleh endogen.
b. Diabetes
Tipe II
1) Faktor
keturunan
Dengan diabetes
tipe II ada kecenderungan keturunan yang sangat kuat untuk mendapatkan penyakit
ini. Jika mempunyai seorang anggota keluarga yang menderita penyakit diabetes,
kemungkinan keturunannya akan mendapat dua kali lebih tinggi dari orang-orang
biasa yang tidak mempunyai keluarga menderita penyakit diabetes. Jika mempunyai
dua orang anggota keluarga yang menderita diabetes, maka keturunan tersebut
mempunyai kemungkinan empat kali lebih tinggi mendapat diabetes.
2) Kelebihan
berat badan
Bila
memakan lebih banyak kalori dari pada yang dibutuhkan oleh tubuh, maka kalori
akan disimpan dalam tubuh dalam bentuk lemak. Salah satu kerja insulin adalah
bekerja memindahkan kepenyimpanan bukan hanya glukosa tetapi juga lemak. Karena
sel lemak didalam tubuh sudah penuh, maka sel kehilangan kemampuannya untuk
berespon kepada insulin. Oleh karena itu pankreas memproduksi insulin lebih
banyak lagi. Dengan demikian pankreas bekerja melebihi waktu karena kelebihan
kalori yang dimakan, sehingga pankreas kelelahan dan kehilangan kemampuannya
untuk memproduksi insulin.
3)
Kurang olahraga
Olahraga dapat
meningkatkan pemakaian glukosa darah sehingga dapat kadar glukosa dalam darah
dapat turun dan olahraga juga dapat meningkatkan kepekaan sel terhadap insulin.
Jika kurang olahraga maka glukosa yang berlebih tidak dapat terpakai untuk
mebuat energi.
4) Umur
Diabetes tipe II
biasanya disebut “adult or maturity onset
diabetes’’. Kebanyakan kasus diabetes tipe II terjadi pada usia diatas 40
tahun.
2.
Proses
perjalanan penyakit
Diabetes
mellitus terjadi karena kerusakan sel pankreas sehingga terjadi difisiensi
insulin yang menyebabkan gangguan produksi insulin dan produksi glukosa meningkat
karena konsentrasi yang tinggi, sehingga ginjal tidak dapat menyerap kembali
glukosa yang tersaring keluar akibat glukosa keluar dalam urin. Ketika glukosa
yang tersaring berlebihan disekresikan kedalam urin, sekresi ini akan disertai
dengan pengeluaran cairan dan elektrolit sehingga terjadi diuresis osmotik
sebagai akibat dari kehilangan akan mengalami peningkatan dalam berkemih.
Sehingga tubuh kehilangan banyak cairan, yang akan menyebabkan seseorang yang
menderita penyakit diabetes akan merasa sangat haus.
Defisiensi juga
akan mengganggu metabolisme produksi protein dan lemak yang menyebabkan
penurunan berat badan, sehingga pasien akan mengalami peningkatan pola makan
atau sering lapar.
3.
Manifestasi
Klinis
Diabetes tipe I
:
Biasanya terjadi
secara tiba-tiba dengan gejala :
a. Poliuria
(sering BAK).
b. Polipagia
(banyak makan / sering lapar).
c. Kurang
tenaga.
d. Lemah
dan lesu.
e. Semut
mengerubungi urin.
f. Polidipsi
(banyak minum).
Diabetes tipe II
:
Biasanya terjadi
secara diam-diam dan pelan-pelan dengan gejala :
a. Polidipsi
(banyak minum).
b. Poliuria
(sering BAK).
c. Polipagia
(banyak makan / sering lapar).
d. Kurang
tenaga.
e. Lemah
dan lesu.
f. Semut
mengerubungi urin.
g. Luka
atau goresan lambat sembuh.
h. Infeksi
tidak jelas penyebabnya pada kulit, gusi dan kandung kencing.
i.
Rasa nyeri, pegal dan
rasa ditusuk-tusuk pada tungkai dan kaki.
j.
Mual dan muntah.
4.
Komplikasi
a. Komplikasi
akut
1) Ketoasidosis
metabolik
2) Hipoglikemia
3) hiperglikemia
b. Komplikasi
kronis
1) Makrovaskuler,
terjadi di arteri besar dan sedang yaitu aterosklerosis, stroke, hipertensi.
2) Mikrovaskuler,
terjadi diarterior, kapiler dan venula yang mengakibatkan penebalan membran
besar pembuluh darah kecil. Kerusakan tersebut berupa iskemia, asidosis dan
hipoksia.
3) Pada
penglihatan yaitu retinopati atau kerusakan pada retina. Dimana pembuluh
kapiler halus yang membawa darah menuju kemata menjadi rusak karena dinding
kapiler yang sudah lemah, maka pembuluh kapiler akan menggelembung dimana lama
kelamaan menjadi pecah dan bocor. Cairan yang keluar akan berkumpul dan
menyebabkan pembengkakan pada retina.
4) Pada
ginjal terjadi hipertropi pada ginjal akibat peningkatan kerja yang dilakukan
oleh ginjal untuk menyerap / menyaring glukosa yang berlebih dalam darah.
Karena kerja ginjal terlalu keras maka ginjal bisa rusak, sehingga terjadi
kegagalan ginjal.
C.
Penatalaksanaan
Medis
1.
Tes Diagnostik
a.
Pemeriksaan gula darah.
Kadar
gula plasma waktu puasa (gula darah nucter) yang besarnya diatas 140 mq/dl. Kadar
gula darah sewaktu (gula darah random) yang besarnya diatas 200 mq/dl.
b.
Aseton plasma : positif
secara mencolok.
c.
Asam lemak bebas.
d.
Osmolaritas serum :
meningkat biasanya kurang dari 330 gr.
e.
Elektrolit
1)
Natrium : meningkat
atau menurun.
2)
Kalium : normal atau
peningkatan semu.
3)
Posfor : lebih sering
menurun.
f.
Gas Darah Arteri :
biasanya menunjukan PH rendah dan HCO3 dengan komposisi alkalosis.
g.
Trombosit darah :
hematokrit mungkin meningkat, leukositas, hemokonsentrasi.
h.
Kultur dan sensitif :
kemungkinan adanya infeksi pada saluran kemih.
2.
Terapi
Tujuan terapi
pada klien dengan diabetes mellitus adalah untuk mengatur glukosa darah dan
mencegah timbulnya komplikasi akut dan kronis. Tujuan terapi ini dicapai
melalui berbagai macam cara yang masing-masing disesuaikan secara individual :
a. Terapi
insulin.
Pada diabetes
tipe I (IDDM) memerlukan terapi insulin berupa penyuntikan insulin secara sub
kutan, 2-3 kali sehari setelah kadar glukosa darah basal diukur.
b. Pendidikan
dan kepatuhan terhadap diet.
Rencana diet
diabetes dihitung secara individual bergantung pada pertumbuhan dan tingkat
aktivitas. Standar yang dianjurkan untuk santapan atau diet dengan komposisi
seimbang berupa karbohidrat (60-70%), protein (10-15%) dan lemak (20-25%).
Jumlah kandungan serat ± 25 gram/hari, vitamin dan mineral untuk mengetahui
jumlah kalori basal dengan menghitung berat badan ideal.
c. Olahraga
Dapat
meningkatkan pemakaian glukosa darah turun dan olahraga juga dapat meningkatkan
kepekaan sel terhadap insulin. Olahraga atau latihan jasmani dilakukan secara
teratur 3-4 kali seminggu, selama ± 30 menit.
i.
Intervensi farmakologis
Obat
Hipoglikemia Oral (OHO), yaitu :
a. Sulfanilurea
berkhasiat menstimulasi pelepasan insulin yang tersimpan, menurunkan ambang
sekresi insulin dan meningkatkan sekresi insulin yaitu klorpopramit, gibenkramid,
glibsid dan gliklosid.
b. Bigosid
berkhasiat menurunkan kadar glukoa darah sampai dibawah normal. Obat ini
dianjurkan untuk pasien gemuk, contoh obatnya yaitu metoforming.
c. Inhibitor
dan glukosidase berkhasiat menghambat kerja enzimdan glikosidase didalam
saluran cerna. Sehingga menurunkan penyerapan glukosa, contoh obatnya yaitu
acorbose.
D.
ASUHAN
KEPERAWATAN
1.
Pengkajian
a. Aktivitas
dan istirahat
Gejala
: lemah atau letih, sulit bergerak atau
berjalan. Kram otot, kekuatan tonus otot menurun, gangguan tidur atau
istirahat.
Tanda
: takikardia, takipneu pada keadaan
istirahat atau dengan aktivitas, letargi, disorientasi, koma.
b.
Sirkulasi
Gejala
: adanya riwayat hipertensi, DM akut,
klaudikasi kebas dan kesemutan pada ekstremitas pada kaki dan penyembuhan yang
lama.
Tanda
: takikardia, perubahan tekanan darah
postural : hipertensi, nadi menurun, disritmia, kulit panas, mata cekung.
c. Integritas
ego
Gejala
: stress, ketergantungan pada orang
lain.
Tanda
: ansietas.
d. Eliminasi
Gejala
: perubahan pada berkemih, poliuria, nokturia,
rasa nyeri terbakar, nyeri tekan pada obdomen dan diare.
Tanda
: urin encer, pucat, kuning. poliuria,
disuria, urin berkabut, bau busuk, abdomen keras, bising usus menurun dan
diare.
e. Makanan
dan cairan
Gejala
: hilang nafsu makan, haus, mual / muntah, tidak mengikuti diet; peningkatan masukan
glukosa / karbohidrat, karbohidrat, penurunan berat badan, penggunaan diuretik.
Tanda
: kulit kering atau bersisik, bising usus lemah atau menurun, pembesaran
kelenjar tiroid, bau halitosis, mual dan muntah.
f.
Neuro sensori
Gejala
: pusing, kesemutan, kebas, kelemahan pada otot dan gangguan penglihatan.
Tanda
: disorientasi, ngantuk, letargi, koma,
gangguan memori, kacau mental, reflek
tendon.
g. Nyeri
atau kenyamanan
Gejala
: abdomen tegang atau nyeri (sedang / berat).
Tanda
: wajah meringis.
h. Pernafasan
Gejala
: merasa kekurangan oksigen, batuk dengan /
tanpa sputum purulen (tergantung tidak / adanya infeksi).
Tanda : kurang
udara dan batuk.
i.
Keamanan
Gejala
: kulit kering, gatal, ulkus kulit.
Tanda
: demam, kulit rusak, lesi atau ulserasi,
menurunnya kekuatan umum / rentang gerak.
j.
Seksualitas
Gejala
: rabas vagina (cenderung infeksi).
Masalah
impoten pada pria, kesulitan orgasme pada wanita.
k.
Penyuluhan
Gejala
: faktor resiko keluarga ; DM, penyakit
jantung, strok, hipertensi, penyembuhan luka yang lambat. Penggunaan obat
seperti steroid, diuretik (tiazid).
2.
Diagnosa
Keperawatan
a. Kekurangan
volume cairan berhubungan dengan diuresis osmotik. Kehilangan gastrik berlebih
: diare, muntah. Masukan dibatasi : mual, kacau mental.
b. Perubahan
nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan ketidak cukupan insulin,
penurunan masukan oral ; anoreksia, mual, muntah, lambung penuh, nyeri abdomen,
perubahan kesadaran.
c. Resiko
tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan kadar glukosa tinggi, penurunan
fungsi leokosit. Infeksi pernafasan, infeksi saluran kencing.
d. Resiko
tinggi terhadap perubahan sensori-perseptual berhubungan dengan perubahan kimia
endogen : ketidak seimbangan glukosa / insulin atau elektrolit.
e. Kelahan
berhubungan dengan penurunan produksi metabolik.
f. Ketidakberdayaan
berhubungan dengan penyakit jangka panjang / progresif yang tidak dapat
diobati. Ketergantungan orang lain.
g. Kurang
pengetahuan mengenai penyakit, prognosis dan kebutuhan pengobatan berhubungan
dengan tidak mengenal sumber informasi.
3.
Perencanaan
Keperawatan
a. Kekurangan
volume cairan berhubungan dengan diuresis osmotik. kehilangan gastrik berlebih
: diare dan muntah. Masukan dibatasi : mual, kacau mental.
Tujuan : volume cairan dalam tubuh dapat
terpenuhi.
Kriteria hasil :
1)
Tanda-tanda dehidrasi
tidak terjadi dibuktikan oleh tanda vital stabil, nadi perifer dapat diraba,
turgor kulit dan pengisisan kapiler baik, haluaran urin tepat secara individu.
2)
Kadar elektrolit dalam
batas normal.
Intervensi :
Mandiri
1)
Pantau tanda-tanda
vital, catat adanya perubahan tekanan darah.
Rasional : hipovolemia dapat dimanifestasikan oleh
hipotensi dan takikardia. Perkiraan berat ringannya hipovolemia dapat dibuat
ketika tekanan darah sistolik pasien turun lebih dari 10 mmHg dari posisi
berbaring keposisi duduk / berdiri.
1.
Kaji suhu, warna kulit
atau kelembabannya.
Rasional : meskipun demam, menggigil dan diaphoresis
merupakan hal umum terjadi pada proses infeksi, demam dengan kulit yang
kemerahan, kering mungkin sebagai cerminan dari dehidrasi.
2. Kaji
nadi perifer, pengisian kapiler, turgor kulit dan membran mukosa.
Rasional : merupakan indikator dari tingkat dehidrasi
atau volume sirkulasi yang adekuat.
3. Ukur
berat badan setiap hari.
Rasional : memberikan
hasil pengkajian yang terbaik dari status cairan yang sedang berlangsung dan
selanjutnya dalam memberikan cairan pengganti.
4. Pertahankan
untuk memberikan cairan paling sedikit 2500 ml / hari dalam batas yang dapat
ditoleransi jantung jika pemasukan oral sudah dapat diberikan.
Rasional : mempertahankan hidrasi / volume sirkulasi.
5. Catat
hal-hal yang dilaporkan seperti mual, nyeri abdomen, mual dan distensi lambung.
Rasional :
kekurangan cairan dan elektrolit mengubah motilitas lambung, yang sering kali
akan menimbulkan muntah dan secara potensial akan menimbulkan kekurangan cairan
atau elektrolit.
6. Observasi
adanya perasaan kelelahan yang meningkat, edema, peningkatan berat badan, nadi
teratur dan adanya distensi pada vaskuler.
Rasional : pemberian cairan untuk perbaikan yang cepat,
mungkin sangat berpitensi menimbulkan kelebihan beban cairan.
Kolaborasi
7. Berikan
kalium atau elektrolit
Respon : kalium
harus ditambahkan pada IV untuk mencegah hipokalimea.
8. Pantau
pemeriksaan laboratorium, seperti: hematokrit, natrium dan kalium.
Respon : (Ht) mengkaji tingkat hidrasi dan sering
kali meningkat
akibat hemokonsentrasi
yang terjadi setelah diuresis osmotik. (Na) mungkin menurun yang dapat
mencerminkan perpindahan cairan dari intra sel (diuresis osmotik). (Kalium)
awalnya akan terjadi hiperkalimea dalam berespon pada asidosis, namun
selanjutnya kalium ini akan hilang
melalui urin, kadar kalium absolute dalam tubuh berkurang. Bila insulin diganti
dan asidosis teratasi, kekurangan kalium serum akan terlihat.
b. Perubahan
nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan ketidak cukupan insulin,
penurunan masukan oral; anoreksia, mual, muntah, lambung penuh, nyeri abdomen,
perubahan kesadaran.
Tujuan :perubahan nutrisi dapat teratasi /
nutrisi dapat terpenuhi.
Kriteria
hasil :
1) Mencerna
jumlah kalori / nutrien dengan tepat.
2) Menunjukan
tingkatan energi.
3) Berat
badan yang stabil atau penambahan kearah rentang yang diinginkan.
4) Nilai
laboratorium normal.
Intervensi :
Mandiri
1. Timbang
berat badan setiap hari atau sesuai dengan indikasi.
Rasional
: mengkaji pemasukan makanan yang
adekuat.
2. Auskultasi
bising usus, catat adanya nyeri abdomen/perut kembung, mual, muntahan makanan
yang belum sempat dicerna.
Rasional : hiperglikemia
dan gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit dapat menurunkan motilitas / fungsi
lambung yang akan mempengaruhi fungsi metabolik.
3. Observasi
tanda-tanda hipoglikemia, seperti perubahan tingkat kesadaran, kulit lembab / dingin,
denyut nadi cepat, lapar, peka terhadap rangsangan, cemas, sakit kepala,
pusing, sempoyongan.
Rasional: karena metabolisme karbohidrat mulai terjadi,
gula darah akan berkurang dan sementara tetap diberikan insulin maka
hipoglikemi dapat terjadi.
Kolaborasi
4. Lakukan
pemeriksaan gula darah dengan mengunakan “finger stick”.
Rasional :
analisa ditempat tidur terhadap gula darah lebih akurat, daripada memantau gula
dalam urin yang tidak cukup akurat untuk mendeteksi fluktuasi kadar gula darah
dan dapat dipengaruhi oleh ambang ginjal pasien secara individual atau adanya
retensi urin dan gagal ginjal.
5. Pantau
pemeriksaan laboratorium.
Rasional : gula darah akan menurun perlahan dengan
penggantian cairan dan terapi insulin terkontrol.
6. Berikan
pengobatan insulin secara teratur.
Rasional : larutan glukosa ditambahkan setelah insulin
dan cairan membawa gula darah kira-kira 250 mg/dl. Dengan metabolism
karbohidrat mendekati normal, perawatan harus diberikan untuk menghindari
hipoglikemia.
7. Lakukan
konsultasi dengan ahli diet.
Rasional : sangat bermanfaat dalam perhitungan dan
penyesuaian diet untuk memenuhi kebutuhan nutrisi klien.
c. Resiko
tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan kadar glukosa tinggi, penurunan
fungsi leokosit. Infeksi pernafasan, infeksi saluran kencing.
Tujuan : resiko tinggi infeksi tidak
terjadi.
Kriteria hasil :
1) Mendemonstrasikan
teknik, perubahan gaya hidup untuk mencegah terjadinya infeksi.
2) Nilai
leukosit dalam batas normal.
Intervensi :
Mandiri
1. Observasi
tanda-tanda infeksi dan peradangan, seperti : demam, kemerahan, adanya pus pada
luka, sputum purulen, urin warna keruh atau berkabut.
Rasional
: pasien mungkin masuk dengan infeksi yang biasanya telah mencetuskan keadaan
ketoasidosis atau dapat mengalami ifeksi nosokomial.
2.
Pertahankan teknik aseptik
pada prosedur invasif (seperti : pemasangan infus, kateter folley dsb).
Rasional : kadar
glukosa yang tinggi dalam darah akan menjadi media terbaik bagi pertumbuhan
kuman.
3. Berikan
perawatan kulit dengan teratur dengan sungguh-sungguh, masase daerah tulang yang
tertekan, jaga kulit tetap kering, linen kering dan tetap kencang (tidak
berkerut).
Rasional :
sirkulasi perifer bisa menganggu dan menempatkan pasien pada peningkatan resiko
terjadinya kerusakan pada kulit / iritasi kulit dan infeksi.
4. Posisikan
pasien pada posisi semi-fowler.
Rasional : memberikan
kemudahan pada paru untuk berkembang; menurunkan resiko terjadinya aspirasi.
5. Bantu
pasien untuk melakukan hygiene oral.
Rasional :
menurunkan resiko terjadinya penyakit mulut / gusi.
Kolaborasi
6. Berikan
antibiotik yang sesuai.
Rasional :
penanganan awal dapat membantu mencegah timbulnya sepsis.
d. Resiko
tinggi terhadap perubahan sensori-perseptual berhubungan dengan perubahan kimia
endogen : ketidak seimbangan glukosa / insulin atau elektrolit.
Tujuan
: resiko tinggi perubahan sensori-perseptual tidak terjadi.
Kriteria
hasil :
1) Meningkatkan
tingkat mental seperti biasanya.
2) Mengenali
adanya kerusakan sensori.
Intervensi :
Mandiri
1. Pantau
tanda-tanda vital dan status mental.
Rasional :
sebagai dasar untuk membandingkan temuan abnormal, seperti suhu yang
meningkatdapat mempengaruhi fungsi mental.
2.
Motivasi aktivitas
rutin, dorong untuk melakukan aktivitas sesuai dengan kemampuannya.
Rasional :
membantu memelihara pasien tetap berhubungan dengan realitas dan mempertahankan
orientasi pada lingkungannya.
3. Lindungi
pasien dari cidera, ketika tingkat kesadaran klien terganggu.
Rasional :
pasien mengalami disorientasi merupakan awal kemungkinan timbulnya cidera.
4. Selidiki
adanya keluhan nyeri atau kehilangan sensori pada paha / kaki.
Rasional : neuropati
perifer dapat mengakibatkan rasa tidak nyaman yang berat, kehilangan sensasi
sentuhan yang mempunyai resiko terhadap kerusakan kulit dan gangguan
keseimbangan.
5. Bantu
pasien dalam ambulasi atau perubahan posisi.
Rasional :
meningkatkan keamanan pasien terutama ketika rasa keseimbangan dipengaruhi.
Kolaborasi
6. Berikan
pengobatan sesuai dengan obat yang sudah ditentukan sesuai indikasi.
Rasional :
gangguan dalam proses fikir / potensial terhadap aktivitas kejang biasanya
menghilang, bila keadaan hiperosmolaritas teratasi.
7. Pantau
nilai laboratorium, seperti glukosa darah, osmolalitas darah, Hb / Ht, ureum
dan kreatinin.
Rasional : ketidak seimbangan nilai laboratorium ini
dapat menurunkan fungsi mental.
e. Kelelahan
berhubungan dengan penurunan produksi metabolik.
Tujuan : kelelahan dapat teratasi.
Kriteria
hasil :
1)
Mengungkapkan
peningkatan tingkat enegi.
2)
Menunjukan perbaikan kemampuan
untuk berpartisipasi dalam aktivitas yang diinginkan.
Intervensi :
Mandiri
1. Diskusikan
dengan pasien kebutuhan akan aktivitas. Buat jadwal perencanaan dengan pasien
dan identifikasi aktivitas yang menimbulkan kelelahan.
Rasional : pendidikan
dapat memberikan motivasi untuk meningkatkan tingkat aktivitas meskipun pasien
mungkin sangat lemah.
2. Berikan
aktivitas alternatif dengan periode istirahat yang cukup.
Rasional :
mencegah kelelahan yang berlebihan.
3. Pantau
nadi, frekuensi pernafasan dan tekanan darah sebelum / sesudah melakukan
aktivitas.
Rasional :
mengindikasikan tingkat aktivitas yang dapat ditoleransi secara fisiologis.
4. Tingkatkan
partisipasi pasien dalam melakukan aktivitas sehari-hari sesuai dengan yang
dapat ditoleransi.
Rasional :
meningkatkan kepercayaan diri / harga diri yang positif sesuai tingkat
aktivitas yang dapat ditoleransi pasien.
f. Ketidakberdayaan
berhubungan dengan penyakit jangka panjang / progresif yang tidak dapat
diobati. Ketergantungan orang lain.
Tujuan : masalah ketidak berdayaan dapat
teratasi.
Kriteria hasil :
1)
Mengakui perasaan putus
asa.
2)
Mengidentifikasi cara-cara
sehat untuk menghadapi perasaan.
3)
Membantu dalam
merencanakan perawatannya sendiri.
4)
Secara mandiri
mengambil tanggung jawab untuk menghadapi perasaan.
Intervensi :
Mandiri
1. Anjurkan
pasien untuk mengekspresikan perasaanya tentang perawatan di rumah sakit dan
penyakitnya secara keseluruhan.
Rasional :
mengidentifikasi area perhatiannya dan memudahkan cara pemecahan masalah.
2. Berikan
kesempatan pada keluarga untuk mengekspresikan perhatiannya dan diskusikan cara
mereka dapat membantu sepenuhnya terhadap pasien.
Rasional
: meningkatkan perasaan terlibat dan memberikan kesempatan keluarga untuk
memecahkan masalah, untuk membantu mencegah kambuhnya penyakit pada pasien
tersebut.
3.
Anjurkan pasien untuk
membuat keputusan sehubungan dengan perawatannya, seperti ambulasi dan waktu
beraktivitas.
Rasional : mengkomunikasikan
pada pasien bahwa beberapa pengendalian dapat dilatih pada saat perawatan
dilakukan.
4. Berikan
dukungan pada pasien untuk ikut berperan serta dalam perawatan diri sendiri dan
berikan umpan balik positif sesuai dengan usaha yang telah dilakukannya.
Rasional :
meningkatkan perasaan kontrol terhadap situasi.
g. Kurang
pengetahuan mengenai penyakit, prognosis dan kebutuhan pengobatan berhubungan
dengan tidak mengenal sumber informasi.
Tujuan : kurang pengetahuan mengenai
pemyakit dapat teratasi.
Kriteria
hasil :
1) Mengidentifikasi
hubungan tanda dan gejala dengan proses penyakit dan menghubungkan gejala
dengan faktor penyebab.
2) Dengan
benar melakukuan prosedur yang perlu dan menjelaskan rasional tindakan.
3) Melakukan
perubahan gaya hidup.
4) Berpartsipasi
dalam program pengobatan.
Intervensi :
Mandiri
1.
Ciptakan lingkungan
saling percaya dengan mendengarkan penuh perhatian.
Rasional :
menanggapi dan memperhatikan perlu diciptakan sebelum pasien bersedia mengambil
bagian dalam proses belajar.
2. Kaji
tingkat pengetahuan klien.
Rasional : untuk
memberikan informasi pada pasien atau keluarga, perawatan perlu mengetahui
sejauh mana informasi atau pengetahuan tentang penyakit yang diketahui pasien.
3. Jelaskan
tentang proses penyakit, tanda dan gejala, pencegahan, komplikasi dan
pengobatan.
Rasional : memberikan
pengetahuan dasar dimana pasien dapat membuat pertimbangan dalam memilih gaya
hidup dan pengetahuan tentang faktor pencetus, dapat membantu untuk menghindari
kambuhnya serangan tersebut.
4. Demonstrasikan
cara pemeriksaan gula darah dengan menggunakan “finger stick”.
Rasional : melakukan
tes gula darah sendiri memungkinkan fleksibilitas dalam perawatan diri dan
meningkatkan kontrol kadar glukosa secara lebih ketat.
5. Berikan
kesempatan pada klien atau keluarga untuk bertanya hal-hal yang ingin diketahui
dan yang belum dipahami.
Rasional : mengurangi
kecemasan dan memotivasi pasien untuk kooperatif selama masa perawatan atau
penyembuhan.
6. Tinjau
ulang pengetahuan klien dan keluarga klien tentang pengetahuan yang telah
diberikan oleh perawat.
Rasional :
mengetahui seberapa paham atas materi pembelajaran yang telah disampaikan.
7. Redemonstrasi
cara pemeriksaan gula darah dengan menggunakan “finger stick”.
Rasional :
berlatih secara mandiri atau dibantu oleh orang terdekat klien agar dapat
mengkontrol kadar glukosa secara lebih ketat.
E.
Pelaksanaan
Keperawatan
Pelaksanaan
atau implementasi adalah pemberian tindakan keperawatan yang dilasanakan untuk
mencapai tujuan rencana tindakan yang telah disusun setiap tindakan keperawatan
yang dilakukan dan dicatat dalam pencatatan keperawatan agar tindakan
keperawatan terhadap klien berlanjut. Prinsip dalam melaksanakan tindakan
keperawatan yaitu cara pendekatan pada klien efektif, tehnik komunikasi
teraupetik serta penjelasan untuk setiap tindakan yang di berikan kepada klien.
Dalam melakukan tindakan keperawatan mengunakan tiga
tahap yaitu independent, dependent, dan interdependent. Tindakan keperawatan
secara independent adalah suatu tindakan yang di lakukan oleh perawat tanpa
petunjuk dan perintah dokter atau tenaga kesehatan lainnya, dependent adalah
tindakan yang sehubungan dengan pelaksanaan rencana tindakan medis dan interdependent
adalah tindakan keperawatan yang menjelaskan suatu kegiatan yang memerlukan
suatu kerja sama dengan tenaga kesehatan lainya, misalnya tenaga sosial, ahli
gizi, dan dokter, keterampilan yang harus perawat punya dalam melaksanakan
tindakan keperawatan yaitu kognitif, dan sikap psikomotor.
F.
Evaluasi
Keperawatan
Evaluasi adalah tindakan intelektual untuk melengkapi
proses kerawatan yang menandakan seberapa jauh diagnosa keperawatan rencana
tindakan dan pelaksanaannya sudah berhasil dicapai kemungkinan terjadi pada
tahap evaluasi adalah masalah dapat diatasi, masalah teratasi sebagian, masalah
belum teratasi atau timbul masalah yang baru. Evaluasi dilakukan yaitu evaluasi
proses dan evaluasi hasil.
Evaluasi proses adalah yang dilaksanakan untuk
membantu keefektifan terhadap tindakan. Sedangkan evaluasi hasil adalah evaluasi yang dilakukan pada akhir tindakan
keperawatan secara keseluruhan sesuai dengan waktu yang ada pada tujuan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar