Rabu, 03 September 2014

ENSEFALOPATI DENGUE


PENDAHULUAN
Demam Berdarah Dengue ( DBD) merupakan penyakit infeksi yang masih menimbulkan masalah kesehatan di negara sedang berkembang, khususnya Indonesia. Hal ini disebabkan oleh karena masih tingginya angka morbiditas dan mortalitas.

EPIDEMIOLOGI
Demam dengue dan demam berdarah dengue terdapat di daerah kota dan pedesaan di Amerika, Asia Tenggara, Mediterania Timur dan Pasifik Barat (18). DBD di Indonesia pertama kali ditemukan pd tahun 1968 di RS Sumber Waras Jakarta dan RS Sutomo Surabaya. penyakit ini cenderung meningkat dan meluas keseluruh wilayah nusantara. Tahun 1997 penyakit DBD telah menjangkau hampir seluruh desa dari seluruh propinsi di wilayah republik indonesia.
Meningkatnya kasus DBD berkaitan erat dgn :
1.     urbanisasi
2.     ditemukan nyamuk Aedes aegypti dan Aedes albopictus sebagai vektor
3.     masyarakat belum mendukung kebiasaan hidup bersih
4.     letak geografi indonesia sebagai negara tropis, memungkinkan peningkatan populasi nyamuk Aedes aegypti
5.     pengetahuan masyarakat tentang DBD kurang, shg upaya penanggulangan dan pencegahan tidak dapat dilaksanakan secara tuntas.



DEFINISI
Dengue ialah suatu infeksi Arbovirus. Arbovirus adalah singkatan dari arthropod-borne viruses, artinya virus yang ditularkan melalui gigitan artropoda, misalnya nyamuk, sengkerit atau lalat.
Dikenal 4 serotipe virus dengue yang saling tidak mempunyai imunitas silang (infeksi dengan salah satu serotipe akan menimbulkan antibodi seumur hidup terhadap serotipe bersangkutan tetapi tidak ada perlindungan terhadap infeksi oleh serotipe lain)(12). Sabin adalah orang pertama yang berhasil mengisolasi virus dengue.

ETIOLOGI
Tidak semua orang yang digigit nyamuk Aedes aegypti yang membawa virus dengue itu, akan terserang penyakit demam berdarah. Orang yang mempunyai kekebalan yang cukup terhadap virus dengue, tidak akan terserang penyakit ini, meskipun dalam darahnya terdapat virus itu. Sebaliknya pada orang yang tidak mempunyai kekebalan yang cukup terhadap virus dengue, dia akan sakit demam ringan atau bahkan sakit berat, yaitu demam tinggi disertai perdarahan bahkan syok, tergantung dari tingkat kekebalan tubuh yang dimilikinya.
Ada 2 teori tentang terjadinya manifestasi yang lebih berat itu yang dikemukakan oleh pakar demam berdarah dunia.
  1. Teori infeksi primer/teori virulensi : yaitu munculnya manifestasi itu disebabkan karena adanya mutasi dari virus dengue menjadi lebih virulen.
  2. Teori infeksi sekunder : yaitu munculnya manifestasi berat bila terjadi infeksi ulangan oleh virus dengue yang serotipenya berbeda dengan infeksi sebelumnya.

CARA PENULARAN
Penyakit DBD adalah penyakit menular yang disebabkan oleh virus dengue dan ditularkan melalui gigitan nyamuk Aedes Aegypti.Penyakit ini dapat menyerang semua orang dan dapat mengakibatkan kematian terutama pada anak, serta sering menimbulkan kejadian luar biasa atau wabah. Penyakit ini ditularkan orang yang dalam darahnya terdapat virus dengue. Orang ini bisa menunjukkan gejala sakit, tetapi bisa juga tidak sakit, yaitu jika mempunyai kekebalan yang cukup terhadap virus dengue. Jika orang digigit nyamuk Aedes aegypti maka virus dengue masuk bersama darah yang diisapnya. Di salam tubuh nyamuk itu, virus dengue akan berkembang biak dengan cara membelah diri dan menyebar di seluruh bagian tubuh nyamuk. Sebagian besar virus itu berada dalam kelenjar liur nyamuk. Dalam tempo 1 minggu jumlahnya dapat mencapai puluhan atau bahkan ratusan ribu sehingga siap untuk ditularkan/dipindahkan kepada orang lain. Selanjutnya pada waktu nyamuk itu menggigit orang lain, maka setelah alat tusuk nyamuk (probosis) menemukan kapiler darah, sebelum darah orang itu diisap, terlebih dulu dikeluarkan air liur dari kelenjar liurnya agar darah yang diisap tidak membeku. Bersama dengan liur nyamuk inilah, virus dengue dipindahkan kepada orang lain. Sampai saat ini telah diketahui beberapa jenis nyamuk sebagai vektor dengue. Aedes aegypti bersifat antropofilik (senang sekali menggigit manusia) dan hanya nyamuk betina yang menggigit. Nyamuk ini mempunyai kebiasaan menggigit berulang (multiple biters), yaitu menggigit beberapa orang secara bergantian dalam waktu singkat. Keadaan ini sangat membantu Aedes aegypti dalam memindahkan virus dengue ke beberapa orang sekaligus, sehingga dilaporkan adanya beberapa penderita demam dengue atau DHF di satu rumah.
Perkembangan hidup nyamuk Aedes aegypti dari telur hingga dewasa memerlukan waktu sekitar 10-12 hari. Hanya nyamuk betina yang menggigit dan menghisap darah serta memilih darah manusia untuk mematangkan telurnya. Sedangkan nyamuk jantan tidak bisa menggigit/menghisap darah, melainkan hidup dari sari bunga tumbuh-tumbuhan. Umur nyamuk Aedes aegypti betina berkisar antara 2 minggu sampai 3 bulan atau rata­rata 1 1/2 bulan, tergantung dari suhu kelembaban udara disekelilingnya. Kemampuan terbangnya berkisar antara 40 -100 m dari tempat perkembang-biakannya. Tempat istirahat yang disukainya adalah benda-benda yang tergantung yang ada di dalam rumah, seperti gordyn, kelambu dan baju/pakaian di kamar yang gelap dan lembab.
Kepadatan nyamuk ini akan meningkat pada waktu musim hujan, dimana terdapat banyak genangan air bersih yang dapat menjadi tempat berkembang biaknya nyamuk Aedes aegypti. Selain nyamuk Aedes aegypti, penyakit demam berdarah juga dapat ditularkan oleh nyamuk Ae albopictus, yang kurang berperan dalam menyebarkan penyakit demam berdarah, jika dibanding­kan dengan nyamuk Aedes aegypti. Hal ini karena nyamuk Ae albopictus hidup dan berkembang biak di kebun atau semak­-semak sehingga lbih jarang kontak dengan manusia dibandingkan dengan nyamuk Aedes Aegypti yang berada di dalam dan di sekitar rumah.
Aedes aegypti
Aedes albopictus
Hidup di daerah tropis,vektor di perkotaan, terutama hidup dan berkembang biak di dalam rumah yaitu di tempat penampungan air jernih atau tempat penampungan air sekitar rumah.
Di pedesaan,Habitatnya di air jernih, biasanya di sekitar rumah atau pohon-pohon, dimana tertampung air hujan yang bersih seperti pohon pisang, pandan dsb.
Menggigit pada waktu pagi dan sore hari
Menggigit pada waktu siang hari
Jarak terbang 100 m
Jarak terbang 50 m

PATOFISIOLOGI
  1. meningkatnya permeabilitas vascular menyebabkan kebocoran plasma ( peritoneal,pleural) dan hipovolemi intra vascular.
  2. gangguan hemostasis (angiopathy, trombositopenia, coagulopathy)

kegawatan pada DBD dapat terjadi karena :
1.             kebocoran plasma yg banyak sehingga volume darah berkurang ( renjatan hipovolemik.)
2.             perdarahan dapat terjadi karena aktivasi system koagulasi atau sebagai manifestasi penempelan trombosit pd endotel yg mempunyai dampak jml trombosit yang beredar dipembuluh darah menjadi menurun sehingga terjadi trombositopenia berat dibawah 20.000 dan akibatnya terjadi bahaya perdarahan spontan.
3.             gangguan keseimbangan elektrolit dpt terjadi sbg akibat renjatan yang tidak dapat segera diatasi sehingga kejadian hiponatremia dan asidosis tidak dapat dihindari dan terjadilah manifestasi kejang berulang sampai tidak sadar.

           Pada kasus berat, renjatan terjadi secara akut, nilai hematokrit meningkat bersamaan dengan hilangnya plasma melalui endotel pembuluh darah. Meningginya nilai hematokrit pada penderita dengan renjatan menimbulkan dugaan bahwa renjatan terjadi sebagai akibat kebocoran plasma ke daerah ekstravaskuler melalui kapiler yang rusak dengan mengakibatkan menurunnya volume plasma. Bukti yang mendukung keadaan ini ialah ditemukannya cairan yang tertimbun dalam rongga serosa, yaitu rongga peritoneum, pleura dan pericardium yang pada otopsi ternyata melebihi cairan yang diberikan melalui infus. Pada kurang lebih tiga perempat jumlah kasus dengue shock syndrome ditemukan adanya bendungan pembuluh darah paru (pulmonary vascular congestion) dengan efusi pleura terutama  pada paru sebelah kanan. Efusi serosa merupakan gejala penting, biasanya berwarna kuning dengan nilai protein antara 3,4-5,4 gr% yang bersifat mendekati eksudat.
            Penyelidikan volume plasma pada penderita demam berdarah dengue dengan menggunakan I 131 labelled human albumin sebagai indikator membuktikan bahwa, plasma merembes selama perjalanan penyakit mulai dari permulaan masa demam dan mencapai puncaknya pada masa renjatan. Pada penderita dengan renjatan berat, volume plasma menurun sampai lebih dari 30%. Renjatan hipovolemik yang terjadi sebagai akibat kehilangan plasma bila tidak segera diatasi dapat mengakibatkan anoksia jaringan, perdarahan saluran cerna, asidosis metabolik dan kematian.
            Trombositopeni merupakan kelainan hematologis yang ditemukan pada sebagian besar penderita demam berdarah dengue. Nilai trombosit mulai menurun pada masa demam dan mencapai nilai terendah pada masa renjatan. Jumlah trombosit secara cepat meningkat pada masa konvalesen dan nilai normal biasanya tercapai 7-10 hari sejak permulaan penyakit. Trombositopeni hebat dan gangguan fungsi trombosit dianggap sebagai penyebab utama terjadinya perdarahan pada penderita demam berdarah dengue. Kelainan sistem koagulasi juga berperan dalam perdarahan pada penderita demam berdarah dengue.
            Penyelidikan hematologis penderita demam berdarah dengue di Indonesia membuktikan adanya hemokonsentrasi, menurunnya jumlah trombosit, nilai leukosit yang variabel, uji torniquet positif, masa perdarahan memanjang, masa protrombin dan masa pembekuan memanjang. Beberapa faktor pembekuan menurun termasuk faktor II, V, VII, IX, X dan fibrinogen. Perubahan faktor pembekuan disebabkan diantaranya oleh kerusakan hepar. Perubahan sumsum tulang meliputi menurunnya aktivitas sistem eritropoetik, perubahan patologis sistem retikuloendotelial dengan banyaknya makrofag yang memfagositir. Pada trombositopeni, ditemukan peningkatan jumlah megakariosit muda pada sumsum tulang dan memendeknya masa hidup trombosit yang menimbulkan dugaan meningkatnya destruksi trombosit. Fungsi trombosit terbukti menurun, mungkin disebabkan proses imunologis dengan terdapatnya kompleks imun dalam peredaran darah. Pada penderita yang sembuh, darah dan sumsum tulang normal kembali setelah minggu kedua perjalanan penyakit.

PATOGENESIS
Sampai saat ini, sebagian besar ahli masih menganut the secondary heterologous infection hypothesis atau the sequential infection hypothesis (13). Teori ini menyatakan bahwa demam berdarah dengue dapat terjadi apabila seseorang setelah terinfesi dengue pertama kali mendapat infeksi berulang dengan tipe virus yang berlainan.
            Suvatte (1977) : Akibat infeksi kedua oleh tipe virus yang berlainan pada seorang penderita dengan kadar antibody anti-dengue yang rendah, maka respon anamnestik yang akan terjadi dalam waktu beberapa hari mengakibatkan proliferasi dan transformasi limfosit imun dengan menghasilkan titer tinggi antibody IgG anti-dengue. Disamping itu replikasi virus dengue terjadi juga dalam limfosit yang bertransformasi dengan akibat terdapatnya virus dalam jumlah banyak. Hal ini akan mengakibatkan terbentuknya kompleks antigen-antibodi  (virus-antibodi komlpleks).
             Dengan terdapatnya kompleks virus-antibodi dalam sirkulasi darah maka mengakibatkan trombosit kehilangan fungsi agregasi dan mengalami metamorfosis, sehingga dimusnahkan oleh system retikuloendotelial dengan akibat terjadi trombositopenia hebat dan perdarahan. Disamping itu trombosit yang mengalami metamorfosis akan melepaskan factor trombosit 3 yang mengaktivasi system koagulasi
            Akibat aktivasi factor Hagemann (factor XII) yang selanjutnya juga mengaktivasi system koagulasi dengan akibat terjadinya pembekuan intravaskuler yang meluas. Dalam proses aktivasi ini maka plasminogen akan berubah menjadi plasmin yang berperan dalam pembentukan anafilatoksin dan penghancuran fibrin menjadi Fibrin Degradation Product (FDP). Aktivasi factor XII akan menggiatkan juga system kinin yang berperan dalam proses meningginya permeabilitas dinding pembuluh darah. Menurunnya factor koagulasi oleh aktivasi system koagulasi dan kerusakan hati akan menambah beratnya perdarahan.



MANIFESTASI KLINIS
            Perjalanan penyakit Infeksi virus dlm tubuh manusia sangat tergantung dari kekebalan hospes, serotype dan virulensi virus,dan populasi nyamuk Aedes yang tinggi pada lingkungan. infeksi virus dengue pada manusia mengakibatkan suatu spektrum manifestasi klinis yang bervariasi antara penyakit paling ringan (mild undifferentiated febrile illness), dengue fever, dengue hemorrhagic fever dan dengue shock syndrome.

DEMAM  DENGUE
·         Masa inkubasi antara 3-14 hari,Umumnya 4-6 hari.
·         Non spesifik symptoms seperti nyeri kepala, malaise, nyeri berbagai bagian tubuh, kenaikan temperature (biphasic), dan flushing pada wajah.
·         Trias : demam tinggi, nyeri anggota badan, timbulnya ruam. Ruam timbul 6-12 jam sebelum naiknya suhu pertama kali, yaitu pd hari ke3-5 dan biasanya berlangsung 3-4 hari. Ruam terlihat di wajah, dada, abdomen, dan ekstremitas.
·         Photophobia, nyeri retro orbita, anorexia, nyeri abdomen, rasa tidak nyaman di epigastrium, constipasi.
·         Kelenjar limfe cervical membesar (castelani’s sign),merupakan tanda patognomonik dan dapat dijadikan patokan untuk membuat diagnosa banding.
·         Test tourniquet (+) , ptechiae, epistaxis, gusi berdarah, hematuria, hypermenorrhea mungkin timbul. DF dengan komplikasi perdarahan harus dibedakan dgn DHF.
·         Lab :  CBC – normal /leucopenia, trombosit - biasanya normal, protrombin time- normal, serologi - normal, liver enzyme – normal /meningkat.
·         DD/ berbagai infeksi virus/bakteri/parasit/rickettsia.

DEMAM BERDARAH DENGUE (Dengue Hemorragic Fever/DHF)
  • Ditandai dgn demam tinggi, perdarahan, hepatomegali, circulatory failure, dan trombositopenia.
  • Kebocoran plasma, peningkatan hematokrit.
  • Demam mendadak, pharyngeal congestion, nyeri abdomen, dan kejang demam sering terjadi.
  • Manifestasi perdarahan lebih banyak.Test tourniquet (+), ptechiae, epistaxis,perdarahan gusi, dan gastrointestinal.
  • Hepatomegali dapat ringan, jaundice&splenomegaly jarang terjadi.
  • Foto thorax : efusi pleura (banyak pada paru kanan)
  • Bila demam disertai banyak keringat, terjadi perubahan pada frequensi nadi dan tekanan darah, ini dapat diketahui dari extremitas yang dingin. Penyembuhan terjadi setelah therapy cairan dan elektrolit.
  • Pada masa konvalesen seringkali ditemukan eritema pada telapak tangan /kaki.
  • Lab : CBC – leukositosis / leukopenia ,trombositopenia, peningkatan hematokrit ( >20% ), urine – albuminuria ringan, darah samar pd feces, protrombin time – memanjang, penurunan fibrinogen, factor VIII, XII, anti thrombin III.disfungsi hepar dgn penurunan vit.K, serum protein rendah, dan peningkatan aminotransferase.

Dengue Shock Syndrome (DSS)
  • Saat atau setelah demam turun yaitu hari ke 3 dan 7 sakit.
  • Tanda kegagalan sirkulasi
  • Lesu, gelisah, nyeri perut hebat sering mendahului perdarahan gastrointestinal.

DIAGNOSIS
Dasar diagnosis demam berdarah dengue menurut WHO (1975) (5) :
Gejala klinik :
  1. Demam tinggi dengan mendadak dan terus-menerus selama 2-7 hari
  2. Manifestasi perdarahan, termasuk uji torniquet positif, petekia, purpura, ekimosis, epistaksis, perdarahan gusi, hematemesis dan atau melena(17).
  3. Pembesaran hati
  4. Renjatan : nadi lemah, cepat, tekanan nadi menurun <20 mmHg, tekanan darah menurun sampai tekanan sistolik <80 mmHg. Kulit teraba dingin dan lembab, sianosis di sekitar mulut dan penderita menjadi gelisah.
Laboratorium :
  1. trombositopenia (<100.000 /µL)
  2. peningkatan hematokrit >20%.
Derajat penyakit demam berdarah dengue :
Derajat I         : Demam disertai gejala tidak khas dan satu-satunya manifestasi perdarahan adalah uji torniquet positif.
Derajat II        : Derajat I disertai perdarahan spontan di kulit dan atau perdarahan lain (gusi berdarah, perdarahan gastrointestinal, epistaksis).
Derajat III       : Ditemukan kegagalan sirkulasi, yaitu nadi cepat dan lembut, tekanan nadi menurun (<20 mmHg) atau hipotensi disertai kulit yang dingin, lembab dan penderita menjadi gelisah.
Derajat IV       : Renjatan berat dengan nadi yang tidak dapat diraba dan tekanan darah yang tidak dapat diukur.

Indikator fase syok(20) :
  • Hari sakit ke 4-5
  • Suhu turun, kulit dingin dan lembab
  • Nadi cepat, lemah
  • Tekanan nadi turun/hipotensi
  • Leukopenia <5000/mm³
  • Anak tampak gelisah

PEMERIKSAAN LABORATORIUM
 Pada pemeriksaan darah ditemukan :
  • Leukopenia pada akhir fase demam
  • Limfositosis biasanya terlihat sebelum fase syok
  • Hematokrit meningkat >20% (hemokonsentrasi), harus dimonitor setiap 3-4 jam pada kasus DHF atau DSS
  • Trombosit <100000 (trombositopenia)
Perubahan metabolik :
  • Hiponatremia paling sering terjadi pada pasien DHF atau DSS
  • Asidosis metabolik ditemukan pada pasien dalam keadaan syok, dan harus dikoreksi secepatnya
  • Kadar urea nitrogen darah meninggi
Kelainan koagulasi :
  • Masa protrombin memanjang
  • Masa tromboplastin parsial memanjang
  • Kadar fibrinogen turun dan peningkatan penghancuran fibrinogen merupakan petanda DIC (Disseminated Intravascular Coagulation)
Pemeriksaan fungsi hati :
  • Kadar transaminase sedikit meningkat
  • Kadar albumin rendah, dapat menjadi tanda adanya hemokonsentrasi

Pada dengue shock syndrome, sering ditemukan trombositopeni dan hemokonsentrasi. Jumlah trombosit <100000/uL ditemukan antara hari ke-3 sampai ke-7 sakit. Meningkatnya hematokrit merupakan bukti adanya kebocoran plasma yang biasanya ditemukan, juga pada kasus derajat ringan, walaupun tentunya tidak sehebat seperti dalam keadaan renjatan hasil laboratorium lain yang sering ditemukan adalah hipoproteinemi, hiponatremi, sedikit meningginya kadar transaminase serum, dan urea nitrogen darah. Pada beberapa penderita ditemukan asidosis metabolic. Jumlah leukosit bervariasi antara leukopeni dan leukositosis. Kadang-kadang ditemukan albuminuria ringan yang bersifat sementara.

PEMERIKSAAN RADIOLOGIS
  • Foto rontgen thorax : posisi right lateral decubitus (RLD)(19)
Ditemukan adanya efusi pleura kanan yang tipikal. Efusi pleura bilateral biasa terjadi pada pasien DSS.

PEMERIKSAAN SEROLOGIS
  • Uji hambatan hemaglutinasi
  • Uji netralisasi
  • Uju fiksasi komplemen
  • Teknik hemadsorpsi immunosorben
  • Uji ELISA anti-dengue IgM(8)

ENSEFALOPATI DENGUE
            Ensefalopati dengue termasuk salah satu komplikasi dari demam berdarah dengue yang tidak lazim. Pada umumnya, ensefalopati terjadi sebagai komplikasi syok yang berkepanjangan dengan perdarahan, tetapi dapat juga terjadi pada DBD yang tidak disertai syok(10). Gangguan metabolik seperti hipoksemia, hiponatremia, atau perdarahan, dapat menjadi penyebab terjadinya ensefalopati. Melihat ensefalopati DBD bersifat sementara, maka kemungkinan dapat juga disebabkan oleh karena trombosis pembuluh darah otak sementara akibat dari koagulasi intravaskular yang menyeluruh. Dilaporkan bahwa virus dengue dapat menembus sawar darah-otak, tetapi sangat jarang dapat menginfeksi jaringan otak. Dikatakan pula bahwa keadaan ensefalopati berhubungan dengan gagal hati akut.
            Pada penelitian di tahun 1996 di Kuala Lumpur, Malaysia, dinyatakan bahwa keterlibatan SSP pada infeksi virus dengue selalu dihubungkan dengan proses sekunder akibat vaskulitis yang berakibat pada ekstravasasi cairan kemudian menyebabkan oedema serebral, hipoperfusi, hiponatremia, kegagalan hati, dan/atau gagal ginjal(4).
            Pada ensefalopati dengue, kesadaran pasien menurun menjadi apati atau somnolen,dapat disertai atau tidak kejang, dan dapat terjadi pada DBD / DSS. Apabila pada pasien syok dijumpai penurunan kesadaran, maka untuk memastikan adanya ensefalopati, syok harus diatasi terlebih dahulu. Apabila syok telah teratasi, maka perlu dinilai kembali kesadarannya. Pungsi lumbal dikerjakan bila syok telah teratasi dan kesadaran tetap menurun ( hati-hati bila trombosit < 50.000 /uL ). Pada ensefalopati dengue dijumpai peningkatan kadar transaminase ( SGOT / SGPT ), PT dan PTT memanjang, kadar gula darah turun, alkalosis pada analisis gas darah, dan hiponatremia ( bila mungkin periksa kadar amoniak darah ).
            Patokan klinis untuk membuat diagnosis DHF dan DSS yang digariskan oleh WHO Technical Advisory Group ( 1975 ) telah digunakan oleh sebagian besar dokter dalam menangani kasus-kasus itu. Namun, apabila patokan klinis itu digunakan secara ketat, maka akan terdapat bahaya bahwa diagnosis beberapa kasus DHF/DSS tidak akan dibuat. Dari Burma, Tin U dkk ( 1976 ) melaporkan bahwa sejak tahun 1973 terdapat banyak penderita DSS disertai gejala ensefalopati yang bermanifestasi sebagai demam tinggi, gangguan kesadaran disertai atau tanpa kejang, disorientasi, tremor, dan koma. Pada tahun 1976 derajat ensefalopati pada kasus-kasusnya bertambah berat, dengan ditemukannya penserita DSS yang tidak sadar selama 2 – 5 hari(15).
            Sanguansernsri dkk. ( 1976 ) dari Thailand juga melaporkan terdapatnya ensefalopati akut yang menyertai infeksi dengue(3). Laporan yang menarik perhatian ialah laporan dari Farfield Hospital, Farfield Victoria, Australia ( Kuberski, 1979 ). Di rumah sakit ini dirawat seorang penderita wanita berumur 38 tahun yang menderita demam dengue setelah berlibur selama satu bulan di jakarta dan bali. Demam dengue yang dideritanya disertai gejala ensefalopati, yaitu menurunnya kesadaran, afasia, inkontinensia, oftalmoplegi, dan nistagmus. Pemeriksaan likuor yang dilakukan 2 kali memberikan hasil normal, sedangkan dengan pemeriksaan pengikatan komplemen, diagnosis infeksi dengue dapat dikonfirmasi.
            Pada tahun 2001 di Thailand, telah dilakukan sebuah penelitian tentang manifestasi neurologis pada penderita dengue(9). Hasil penelitian menunjukkan manifestasi ini terbagi menjadi 3, yaitu:
  1. kelompok ensefalopati
  2. kelompok kejang
  3. kelompok gangguan mental
Pada kelompok ensefalopati, gejala klinis yang didapat adalah:
  1. Penurunan kesadaran ( 83.3%)
  2. kejang-kejang (45.2%)
  3. Gangguan mental (23.8%)
  4. Kaku kuduk (21.4%)
  5. Spasme pada ekstremitas (9.5%)
  6. Klonus (2.9%)
Kelainan laboratorium yang didapat adalah:
  • Hiponatremia
  • Abnormalitas pada enzim hepar
  • LCS pleositosis
Dalam penelitian ini juga terdapat laporan bahwa, anak-anak dengan riwayat ensefalitis akan cenderung menderita ensefalopati dengue jika terinfeksi virus dengue. Dan jika sampai menderita ensefalopati dengue, akan terdapat sequele berupa defisit neurologis permanen pada anak-anak ini. Mortality rate sebesar 5%.
             
TATA LAKSANA
            Pada dasarnya bersifat supportif yaitu mengatasi kehilangan cairan plasma sebagai akibat peningkatan permeabilitas kapiler dan sebagai akibat perdarahan(7). Pasien demam dengue dapat berobat jalan, sedangkan pasien demam berdarah dengue dirawat di ruang perawatan biasa, tetapi pada kasus demam berdarah dengue dengan komplikasi diperlukan perawatan intensif. Fase kritis umumnya terjadi pada hari sakit ke-3.
            Rasa haus dan dehidrasi timbul akibat demam tinggi, anoreksia dan muntah. Pasien perlu diberi minum banyak, 50 mL/kgBB dalam 4-6 jam pertama berupa teh manis, sirup, susu, sari buah atau oralit. Setelah keadaan dehidrasi dapat diatasi, berikan cairan rumatan 80-100 mL/kgBB dalam 24 jam berikutnya. Hiperpireksi diatasi dengan antipiretik dan bila perlu surface cooling dengan kompres es dan alkohol 70%. Parasetamol direkomendasikan untuk mengatasi demam dengan dosis 10-15 mg/kgBB/kali.
            Pemberian cairan intravena pada pasien DBD tanpa renjatan dilakukan bila pasien terus-menerus muntah sehingga tidak mungkin diberi makanan per-oral atau didapatkan nilai hematokrit yang bertendensi terus meningkat (>20 vol%). Jenis cairan yang digunakan adalah ringer laktat yang mengandung Na 130 mEq/L, K 4 mEq/L, korektor basa 28 mEq/L, Cl 109 mEq/L dan Ca 3 mEq/L. Volume dan komposisi cairan yang diperlukan seperti cairan untuk  dehidrasi pada diare ringan sampai sedang,yaitu cairan rumatan ditambah defisit 6% (kebutuhan cairan pada dehidrasi sedang).

Cairan yang diperlukan untuk dehidrasi sedang menurut kgBB/24 jam adalah :
Water Loss/kgBB
3 – 10 kg
10 – 15 kg
15 – 25 kg
PWL
80 Ml
70 mL
50 mL
NWL
100 mL
80 mL
65 mL
CWL
25 mL
25 mL
25 mL
Jumlah
205 mL
175 mL
140 mL

Untuk tiap kenaikan suhu badan 1ºC diatas 37ºC, NWL harus dinaikkan 12%.

Kebutuhan cairan rumatan :
BB : 10 kg ,         Jumlah cairan : 100 per kg BB
         10-20 kg                               1000 + (BB-10)x 50 ml/hr
        > 20 kg                                  1500 + (BB- 20)x 20 ml/hr

Jenis cairan (rekomendasi WHO) :
  • Kristaloid
    • Larutan ringer laktat (RL) atau dekstrosa 5% dalam larutan ringer laktat (D5/RL)
    • Larutan ringer asetat (RA) atau dekstrosa 5% dalam larutan ringer asetat (D5/RA)
    • Larutan NaCl 0,9% (garam faali=GF) atau dekstrosa 5% dalam larutan garam faali (D5/GF)
  • Koloid
    • Dekstran 40
    • Plasma

Kriteria memulangkan pasien
  • Tidak demam selama 24 jam tanpa antipiretik
  • Nafsu makan membaik
  • Tampak perbaikan secara klinis
  • Hematokrit stabil 3 hari setelah syok teratasi
  • Trombosit >50000/mL
  • Tidak dijumpai distres pernapasan

TATALAKSANA ENSEFALOPATI DENGUE
            Pada ensefalopati cenderung terjadi oedem otak dan alkalosis, maka bila syok telah teratasi, cairan diganti dengan cairan yang tidak mengandung HCO3, dan jumlah cairan segera dikurangi. Larutan laktat ringer dekstrosa segera ditukar dengan larutan NaCl ( 0,9%) : Glukosa (5%) = 3 : 1 (14). Untuk mengurangi oedem otak diberikan kortikosteroid, tetapi bila terdapat perdarahan saluran cerna sebaiknya kostikosteroid tidak diberikan. Bila terdapat disfungsi hati, maka diberikan vitamin K intravena 3 – 10 mg selama 3 hari, kadar gula darah diusahakan > 60 mg%, mencegah terjadinya peningkatan tekanan intrakranial dengan mengurangi jumlah cairan ( bila perlu diberikan diuretik), koreksi asidosis dan elektrolit. Perawatan jalan nafas dengan pemberian oksigen yang adekuat. Untuk mengurangi produksi amoniak dapat diberikan neomisin dan laktulosa. Pada DBD ensefalopati dengue mudah terjadi infeksi bakteri sekunder, maka untuk mencegah dapat diberikan antibiotik profilaksis (kombinasi ampisilin 100 mg/kgBB/hari + kloramfenikol 75 mg/kgBB/hari ). Usahakan tidak memberikan obat-obat yang tidak diperlukan (misalnya antasid, anti emetik) utnuk mengurangi beban detoksifikasi obat dalam hati. Transfusi darah segar atau komponen dapat diberikan atas indikasi yang tepat. Bila diperlukan, pada masa penyembuhan dapat diberikan asam amino rantai pendek.

PROGNOSIS
            Prognosa penderita tergantung dari beberapa faktor:
  1. Sangat erat kaitannya dengan lama dan beratnya renjatan, waktu, metode, adekuat tidaknya penanganan.
  2. Ada tidaknya rekuren syok yang terutama terjadi dalam 6 jam pertama pemberian infus dimulai.
  3. Panas selama renjatan.
  4. Tanda-tanda serebral.

PENCEGAHAN DAN PEMBERANTASAN
Pemberantasan vektor, didasarkan pada pemutusan rantai penularan yang dapat dilaksanakan dengan cara sebagai berikut :
  1. Perlindungan perorangan untuk mencegah gigitan Ae. Aegypti yang dapat dilakukan dengan jalan meniadakan sarang nyamuk dalam rumah(2). Cara terbaik adalah dengan memasang kasa penolak nyamuk. Cara lain yang dapat dilakukan adalah menggunakan mosquito repellent dan insektisida dalam bentuk spray, menuangkan air panas pada saat bak mandi berisi air sedikit, memberikan cahaya matahari langsung lebih banyak. Penderita DHF yang dirawat di rumah sakit diberikan tempat tidur berkelambu.
  2. Pemberantasan vector jangka panjang(16). Cara yang harus dilakukan terus-menerus untuk meniadakan Ae. Aegypti adalah membuang secara baik kaleng, botol, ban dan semua yang mungkin dapat menjadi tempat sarang nyamuk. Menguras bak mandi secara teratur untuk menyingkirkan larva nyamuk. Penyuluhan kesehatan masyarakat.
  3. Penggunaan bahan kimia.
    • Membunuh larva dengan butir-butir abate SG 1% pada tempat penyimpanan air dengan dosis 10 gram untuk 100 L air, cara ini sebaiknya diulangi dalam jangka waktu 2-3 bulan.
    • Melakukan fogging dengan malathion atau fenitrothion dalam dosis 438 gram/Ha. Dilakukan disekitar rumah, sekurang-kurangnya fogging dilaksanakan 2 kali dengan jarak antara 10 hari di rumah penderita dan 100 meter sekelilingnya, rumah sakit tempat penderita dirawat dan sekitarnya.
  1. Biological control : dengan ikan yang dipelihara dalam kolam, bakteri yang dikembangbiakkan pada air ( Bacillus thuringiensis H-14, Bacillus sphaericus).


DAFTAR PUSTAKA


  1. Hadinegoro. S.R, Satari. H.I, Demam Berdarah Dengue: Naskah Lengkap Pelatihan bagi Pelatih Dokter Spesialis Anak & Dokter Spesialis Penyakit Dalam dalam Tatalaksana Kasus DBD, FKUI Press, Jakarta:1999.
  2. Hay, W.W, Levin. M.J, Sondheimer. M.J, Current Pediatric Diagnosis & Treatment 17th edition. Lange Medical Book, McGraw-Hill, USA, 2005.
  3. Kularatne. S, Gawarammana. I, Kumarasiri. P, Epidemiology, Clinical Features, Laboratory Investigations and Early Diagnosis of Dengue Fever In Adults: A Descriptive Study In Sri Lanka, Southeast Asian Journal Tropic Medicine Public Health, Vol. 36, May 2005.
  4. Lum. L, Lam. S.K, Choy. Y.S, Dengue Encephalitis: A True Entity?. The American Society of Tropical Medicine and Hygiene. Pp 256 – 259, 1996.
  5. Mansjoer,A., Triyanti, K., Savitri, R., Wardhani, W., Setiowulan, W. Kapita Selekta Kedokteran. Ilmu Kesehatan Anak: Penyakit Infeksi. Edisi 3. Jakarta: Media Aesculapius, 2000.
  6. Mansyoer. Riza, Bimbingan Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Anak, RSUD KOJA, 2006.
  7. Nelson LJ, Schneider E, Wells CD, and Moore M.Nelson Textbook of Pediatrics. Chapter XVII Infection : Section III Bacterial Infection: Tuberculosis. 16th edition. Philadelphia: W.B.Saunders Company, 2003.
  8. Oski. F.A, DeAngelis. C.D, Feigin. R.D, Principles and Practice of Pediatrics: Dengue Fever, J.B. Lippincott company, Philadelphia: 1994.
  9. Pancharoen. C, Thusyakorn. U, Neurological Manifestation In Dengue Patients, Southeast Asian Journal Tropic Medicine Public Health, Vol. 32, June 2001.
  10. Panduan Pelayanan Medis Departemen Ilmu Kesehatan Anak, RSCM. Jakarta: 2005.
  11. Panitia lulusan Dokter FKUI 2002-2003. Tatalaksana Demam Dengue & Demam Berdarah Dengue. Updates in pediatric emergencies. FKUI, Jakarta : 2002 .
  12. Rampengan TH, Laurentz IR. Penyakit Infeksi Tropik pd Anak. EGC,Jakarta : 1993.
  13. Staf Pengajar  IKA FKUI. Ilmu Kesehatan Anak edisi 2.FKUI, Jakarta : 1985.
  14. Sumarmo , Garna H, Hadinegoro S. Infeksi dan Penyakit Tropis. Buku Ajar Ilmu kes Anak edisi I. FKUI, Jakarta : 2002
  15. Sumarmo, Sunaryo, Poorwo, Soedarmo, Demam Berdarah ( Dengue ) Pada Anak. Universitas Indonesia Press, Jakarta: 1983.
  16. www.bc.edu, Dengue Fever and Dengue Hemorrhagic Fever, 1 March 2002.
  17. www.emedicine.com, Dengue Fever, 9 November 2005.
  18. www.en.wikipedia.org, Dengue Fever, 11 June 2006
  19. www.medlineplus.com, Dengue Hemorrhagic Fever, 30 May 2006.
  20. www.pediatriconcall.com, Dengue and Dengue Hemorrhagic Fever / Dengue Shock Syndrome, 1 August 2005.
  21. www.who.com, Dengue / Dengue Hemorrhagic Fever.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar