PENDAHULUAN
Demam Berdarah Dengue ( DBD) merupakan penyakit infeksi
yang masih menimbulkan masalah kesehatan di negara sedang berkembang, khususnya
Indonesia. Hal ini disebabkan oleh karena masih tingginya angka morbiditas dan
mortalitas.
EPIDEMIOLOGI
Demam dengue dan demam berdarah dengue terdapat di daerah
kota dan pedesaan di Amerika, Asia Tenggara, Mediterania Timur dan Pasifik
Barat (18). DBD di Indonesia pertama kali ditemukan pd tahun 1968 di
RS Sumber Waras Jakarta dan RS Sutomo Surabaya. penyakit ini cenderung
meningkat dan meluas keseluruh wilayah nusantara. Tahun 1997 penyakit DBD telah
menjangkau hampir seluruh desa dari seluruh propinsi di wilayah republik
indonesia.
Meningkatnya kasus DBD berkaitan erat dgn :
1. urbanisasi
2. ditemukan nyamuk Aedes aegypti dan Aedes albopictus sebagai
vektor
3. masyarakat belum mendukung kebiasaan hidup bersih
4. letak geografi indonesia sebagai negara tropis,
memungkinkan peningkatan populasi nyamuk Aedes aegypti
5. pengetahuan masyarakat tentang DBD kurang, shg upaya
penanggulangan dan pencegahan tidak dapat dilaksanakan secara tuntas.
DEFINISI
Dengue ialah suatu infeksi Arbovirus. Arbovirus adalah
singkatan dari arthropod-borne viruses, artinya virus yang ditularkan melalui
gigitan artropoda, misalnya nyamuk, sengkerit atau lalat.
Dikenal 4 serotipe virus dengue yang saling tidak
mempunyai imunitas silang (infeksi dengan salah satu serotipe akan menimbulkan
antibodi seumur hidup terhadap serotipe bersangkutan tetapi tidak ada
perlindungan terhadap infeksi oleh serotipe lain)(12). Sabin adalah
orang pertama yang berhasil mengisolasi virus dengue.
ETIOLOGI
Tidak
semua orang yang digigit nyamuk Aedes
aegypti yang membawa virus dengue itu, akan terserang penyakit demam berdarah. Orang yang mempunyai kekebalan yang cukup terhadap virus dengue, tidak akan terserang penyakit ini, meskipun dalam
darahnya terdapat virus itu. Sebaliknya
pada orang yang tidak mempunyai kekebalan
yang cukup terhadap virus dengue, dia akan sakit demam ringan atau bahkan sakit berat,
yaitu demam tinggi disertai perdarahan bahkan syok, tergantung dari tingkat
kekebalan tubuh yang dimilikinya.
Ada 2 teori
tentang terjadinya manifestasi yang lebih
berat itu yang dikemukakan oleh pakar
demam berdarah dunia.
- Teori infeksi primer/teori virulensi : yaitu
munculnya manifestasi itu disebabkan karena adanya mutasi dari virus dengue menjadi lebih virulen.
- Teori infeksi sekunder : yaitu munculnya manifestasi
berat bila terjadi infeksi ulangan oleh virus dengue yang serotipenya
berbeda dengan infeksi sebelumnya.
CARA PENULARAN
Penyakit DBD adalah penyakit menular yang disebabkan oleh
virus dengue dan ditularkan melalui gigitan nyamuk Aedes Aegypti.Penyakit ini
dapat menyerang semua orang dan dapat mengakibatkan kematian terutama pada
anak, serta sering menimbulkan kejadian luar biasa atau wabah. Penyakit ini
ditularkan orang yang dalam darahnya terdapat virus dengue. Orang ini bisa
menunjukkan gejala sakit, tetapi bisa juga tidak sakit, yaitu jika mempunyai
kekebalan yang cukup terhadap virus dengue. Jika orang digigit nyamuk Aedes
aegypti maka virus dengue masuk bersama darah yang diisapnya. Di salam tubuh
nyamuk itu, virus dengue akan berkembang biak dengan cara membelah diri dan
menyebar di seluruh bagian tubuh nyamuk. Sebagian besar virus itu berada dalam kelenjar liur nyamuk. Dalam tempo 1 minggu jumlahnya dapat mencapai puluhan atau bahkan
ratusan ribu sehingga siap untuk ditularkan/dipindahkan kepada orang lain.
Selanjutnya pada waktu nyamuk itu menggigit
orang lain, maka setelah alat tusuk
nyamuk (probosis) menemukan kapiler darah, sebelum darah orang itu diisap,
terlebih dulu dikeluarkan air liur dari
kelenjar liurnya agar darah yang diisap tidak membeku. Bersama dengan liur nyamuk inilah, virus dengue dipindahkan kepada orang lain. Sampai
saat ini telah diketahui beberapa jenis nyamuk sebagai vektor dengue. Aedes
aegypti bersifat antropofilik (senang sekali menggigit manusia) dan hanya
nyamuk betina yang menggigit. Nyamuk ini mempunyai kebiasaan menggigit berulang
(multiple biters), yaitu menggigit beberapa orang secara bergantian dalam waktu
singkat. Keadaan ini sangat membantu Aedes aegypti dalam memindahkan virus
dengue ke beberapa orang sekaligus, sehingga dilaporkan adanya beberapa
penderita demam dengue atau DHF di satu rumah.
Perkembangan hidup nyamuk Aedes
aegypti dari telur hingga dewasa memerlukan
waktu sekitar 10-12 hari. Hanya nyamuk
betina yang menggigit dan menghisap darah
serta memilih darah manusia untuk mematangkan telurnya. Sedangkan nyamuk jantan
tidak bisa menggigit/menghisap darah, melainkan hidup dari sari bunga tumbuh-tumbuhan. Umur nyamuk Aedes aegypti betina berkisar
antara 2 minggu sampai 3 bulan atau ratarata 1 1/2 bulan, tergantung
dari suhu kelembaban udara disekelilingnya. Kemampuan terbangnya berkisar
antara 40 -100 m dari tempat
perkembang-biakannya. Tempat istirahat yang disukainya adalah benda-benda yang tergantung
yang ada di dalam rumah, seperti gordyn,
kelambu dan baju/pakaian di kamar yang gelap
dan lembab.
Kepadatan nyamuk ini akan meningkat pada waktu musim hujan,
dimana terdapat banyak genangan air bersih
yang dapat menjadi tempat berkembang
biaknya nyamuk Aedes aegypti. Selain nyamuk Aedes aegypti, penyakit demam berdarah juga dapat ditularkan oleh nyamuk Ae albopictus, yang kurang
berperan dalam menyebarkan penyakit demam berdarah, jika dibandingkan dengan
nyamuk Aedes aegypti. Hal ini karena nyamuk Ae albopictus hidup dan berkembang biak di kebun atau semak-semak sehingga lbih jarang
kontak dengan manusia dibandingkan dengan nyamuk Aedes Aegypti yang berada di
dalam dan di sekitar rumah.
Aedes aegypti
|
Aedes albopictus
|
Hidup di daerah tropis,vektor di perkotaan, terutama
hidup dan berkembang biak di dalam rumah yaitu di tempat penampungan air
jernih atau tempat penampungan air sekitar rumah.
|
Di pedesaan,Habitatnya di air jernih, biasanya di
sekitar rumah atau pohon-pohon, dimana tertampung air hujan yang bersih
seperti pohon pisang, pandan dsb.
|
Menggigit pada waktu pagi dan sore hari
|
Menggigit pada waktu siang hari
|
Jarak terbang 100 m
|
Jarak terbang 50 m
|
PATOFISIOLOGI
- meningkatnya permeabilitas vascular menyebabkan
kebocoran plasma ( peritoneal,pleural) dan hipovolemi intra vascular.
- gangguan hemostasis (angiopathy, trombositopenia,
coagulopathy)
kegawatan pada DBD dapat
terjadi karena :
1.
kebocoran plasma yg
banyak sehingga volume darah berkurang ( renjatan hipovolemik.)
2.
perdarahan dapat terjadi
karena aktivasi system koagulasi atau sebagai manifestasi penempelan trombosit
pd endotel yg mempunyai dampak jml trombosit yang beredar dipembuluh darah
menjadi menurun sehingga terjadi trombositopenia berat dibawah 20.000 dan
akibatnya terjadi bahaya perdarahan spontan.
3.
gangguan keseimbangan
elektrolit dpt terjadi sbg akibat renjatan yang tidak dapat segera diatasi
sehingga kejadian hiponatremia dan asidosis tidak dapat dihindari dan
terjadilah manifestasi kejang berulang sampai tidak sadar.
Pada
kasus berat, renjatan terjadi secara akut, nilai hematokrit meningkat bersamaan
dengan hilangnya plasma melalui endotel pembuluh darah. Meningginya nilai
hematokrit pada penderita dengan renjatan menimbulkan dugaan bahwa renjatan
terjadi sebagai akibat kebocoran plasma ke daerah ekstravaskuler melalui
kapiler yang rusak dengan mengakibatkan menurunnya volume plasma. Bukti yang
mendukung keadaan ini ialah ditemukannya cairan yang tertimbun dalam rongga serosa,
yaitu rongga peritoneum, pleura dan pericardium yang pada otopsi ternyata
melebihi cairan yang diberikan melalui infus. Pada kurang lebih tiga perempat
jumlah kasus dengue shock syndrome ditemukan adanya bendungan pembuluh darah
paru (pulmonary vascular congestion) dengan efusi pleura terutama pada paru sebelah kanan. Efusi serosa
merupakan gejala penting, biasanya berwarna kuning dengan nilai protein antara
3,4-5,4 gr% yang bersifat mendekati eksudat.
Penyelidikan
volume plasma pada penderita demam berdarah dengue dengan menggunakan I 131
labelled human albumin sebagai indikator membuktikan bahwa, plasma merembes
selama perjalanan penyakit mulai dari permulaan masa demam dan mencapai
puncaknya pada masa renjatan. Pada penderita dengan renjatan berat, volume
plasma menurun sampai lebih dari 30%. Renjatan hipovolemik yang terjadi sebagai
akibat kehilangan plasma bila tidak segera diatasi dapat mengakibatkan anoksia
jaringan, perdarahan saluran cerna, asidosis metabolik dan kematian.
Trombositopeni
merupakan kelainan hematologis yang ditemukan pada sebagian besar penderita
demam berdarah dengue. Nilai trombosit mulai menurun pada masa demam dan
mencapai nilai terendah pada masa renjatan. Jumlah trombosit secara cepat
meningkat pada masa konvalesen dan nilai normal biasanya tercapai 7-10 hari
sejak permulaan penyakit. Trombositopeni hebat dan gangguan fungsi trombosit
dianggap sebagai penyebab utama terjadinya perdarahan pada penderita demam
berdarah dengue. Kelainan sistem koagulasi juga berperan dalam perdarahan pada
penderita demam berdarah dengue.
Penyelidikan
hematologis penderita demam berdarah dengue di Indonesia membuktikan adanya
hemokonsentrasi, menurunnya jumlah trombosit, nilai leukosit yang variabel, uji
torniquet positif, masa perdarahan memanjang, masa protrombin dan masa
pembekuan memanjang. Beberapa faktor pembekuan menurun termasuk faktor II, V,
VII, IX, X dan fibrinogen. Perubahan faktor pembekuan disebabkan diantaranya
oleh kerusakan hepar. Perubahan sumsum tulang meliputi menurunnya aktivitas
sistem eritropoetik, perubahan patologis sistem retikuloendotelial dengan
banyaknya makrofag yang memfagositir. Pada trombositopeni, ditemukan
peningkatan jumlah megakariosit muda pada sumsum tulang dan memendeknya masa
hidup trombosit yang menimbulkan dugaan meningkatnya destruksi trombosit.
Fungsi trombosit terbukti menurun, mungkin disebabkan proses imunologis dengan
terdapatnya kompleks imun dalam peredaran darah. Pada penderita yang sembuh,
darah dan sumsum tulang normal kembali setelah minggu kedua perjalanan
penyakit.
PATOGENESIS
Sampai saat ini,
sebagian besar ahli masih menganut the secondary heterologous infection
hypothesis atau the sequential infection hypothesis (13). Teori ini
menyatakan bahwa demam berdarah dengue dapat terjadi apabila seseorang setelah
terinfesi dengue pertama kali mendapat infeksi berulang dengan tipe virus yang
berlainan.
Suvatte
(1977) : Akibat infeksi kedua oleh tipe virus yang berlainan pada seorang
penderita dengan kadar antibody anti-dengue yang rendah, maka respon anamnestik
yang akan terjadi dalam waktu beberapa hari mengakibatkan proliferasi dan
transformasi limfosit imun dengan menghasilkan titer tinggi antibody IgG
anti-dengue. Disamping itu replikasi virus dengue terjadi juga dalam limfosit
yang bertransformasi dengan akibat terdapatnya virus dalam jumlah banyak. Hal
ini akan mengakibatkan terbentuknya kompleks antigen-antibodi (virus-antibodi komlpleks).
Dengan
terdapatnya kompleks virus-antibodi dalam sirkulasi darah maka mengakibatkan
trombosit kehilangan fungsi agregasi dan mengalami metamorfosis, sehingga
dimusnahkan oleh system retikuloendotelial dengan akibat terjadi
trombositopenia hebat dan perdarahan. Disamping itu trombosit yang mengalami
metamorfosis akan melepaskan factor trombosit 3 yang mengaktivasi system
koagulasi
Akibat
aktivasi factor Hagemann (factor XII) yang selanjutnya juga mengaktivasi system
koagulasi dengan akibat terjadinya pembekuan intravaskuler yang meluas. Dalam
proses aktivasi ini maka plasminogen akan berubah menjadi plasmin yang berperan
dalam pembentukan anafilatoksin dan penghancuran fibrin menjadi Fibrin
Degradation Product (FDP). Aktivasi factor XII akan menggiatkan juga system
kinin yang berperan dalam proses meningginya permeabilitas dinding pembuluh
darah. Menurunnya factor koagulasi
oleh aktivasi system koagulasi dan kerusakan hati akan menambah beratnya
perdarahan.
MANIFESTASI KLINIS
Perjalanan
penyakit Infeksi virus dlm tubuh manusia sangat tergantung dari kekebalan
hospes, serotype dan virulensi virus,dan populasi nyamuk Aedes yang tinggi pada
lingkungan. infeksi virus dengue pada manusia mengakibatkan suatu spektrum
manifestasi klinis yang bervariasi antara penyakit paling ringan (mild
undifferentiated febrile illness), dengue fever, dengue hemorrhagic fever dan
dengue shock syndrome.
DEMAM DENGUE
·
Masa inkubasi antara
3-14 hari,Umumnya 4-6 hari.
·
Non spesifik symptoms
seperti nyeri kepala, malaise, nyeri berbagai bagian tubuh, kenaikan
temperature (biphasic), dan flushing pada wajah.
·
Trias : demam tinggi,
nyeri anggota badan, timbulnya ruam. Ruam timbul 6-12 jam sebelum naiknya suhu
pertama kali, yaitu pd hari ke3-5 dan biasanya berlangsung 3-4 hari. Ruam
terlihat di wajah, dada, abdomen, dan ekstremitas.
·
Photophobia, nyeri retro
orbita, anorexia, nyeri abdomen, rasa tidak nyaman di epigastrium, constipasi.
·
Kelenjar limfe cervical
membesar (castelani’s sign),merupakan tanda patognomonik dan dapat dijadikan
patokan untuk membuat diagnosa banding.
·
Test tourniquet (+) ,
ptechiae, epistaxis, gusi berdarah, hematuria, hypermenorrhea mungkin timbul.
DF dengan komplikasi perdarahan harus dibedakan dgn DHF.
·
Lab : CBC – normal /leucopenia, trombosit -
biasanya normal, protrombin time- normal, serologi - normal, liver enzyme –
normal /meningkat.
·
DD/ berbagai infeksi
virus/bakteri/parasit/rickettsia.
DEMAM
BERDARAH DENGUE (Dengue Hemorragic Fever/DHF)
- Ditandai dgn demam tinggi, perdarahan, hepatomegali,
circulatory failure, dan trombositopenia.
- Kebocoran plasma, peningkatan hematokrit.
- Demam mendadak, pharyngeal congestion, nyeri
abdomen, dan kejang demam sering terjadi.
- Manifestasi perdarahan lebih banyak.Test tourniquet
(+), ptechiae, epistaxis,perdarahan gusi, dan gastrointestinal.
- Hepatomegali dapat ringan, jaundice&splenomegaly
jarang terjadi.
- Foto thorax : efusi pleura (banyak pada paru kanan)
- Bila demam disertai banyak keringat, terjadi
perubahan pada frequensi nadi dan tekanan darah, ini dapat diketahui dari
extremitas yang dingin. Penyembuhan terjadi setelah therapy cairan dan
elektrolit.
- Pada masa konvalesen seringkali ditemukan eritema
pada telapak tangan /kaki.
- Lab : CBC – leukositosis / leukopenia
,trombositopenia, peningkatan hematokrit ( >20% ), urine – albuminuria
ringan, darah samar pd feces, protrombin time – memanjang, penurunan
fibrinogen, factor VIII, XII, anti thrombin III.disfungsi hepar dgn
penurunan vit.K, serum protein rendah, dan peningkatan aminotransferase.
Dengue
Shock Syndrome (DSS)
- Saat atau setelah demam turun yaitu hari ke 3 dan 7
sakit.
- Tanda kegagalan sirkulasi
- Lesu, gelisah, nyeri perut hebat sering mendahului
perdarahan gastrointestinal.
DIAGNOSIS
Dasar diagnosis demam berdarah dengue menurut WHO (1975) (5)
:
Gejala klinik :
- Demam tinggi dengan mendadak dan terus-menerus selama
2-7 hari
- Manifestasi perdarahan, termasuk uji torniquet
positif, petekia, purpura, ekimosis, epistaksis, perdarahan gusi,
hematemesis dan atau melena(17).
- Pembesaran hati
- Renjatan : nadi lemah, cepat, tekanan nadi menurun
<20 mmHg, tekanan darah menurun sampai tekanan sistolik <80 mmHg.
Kulit teraba dingin dan lembab, sianosis di sekitar mulut dan penderita
menjadi gelisah.
Laboratorium :
- trombositopenia (<100.000 /µL)
- peningkatan hematokrit >20%.
Derajat penyakit demam berdarah dengue :
Derajat
I : Demam disertai gejala tidak
khas dan satu-satunya manifestasi perdarahan adalah uji torniquet positif.
Derajat
II : Derajat I disertai perdarahan
spontan di kulit dan atau perdarahan lain (gusi berdarah, perdarahan
gastrointestinal, epistaksis).
Derajat
III : Ditemukan kegagalan sirkulasi,
yaitu nadi cepat dan lembut, tekanan nadi menurun (<20 mmHg) atau hipotensi
disertai kulit yang dingin, lembab dan penderita menjadi gelisah.
Derajat
IV : Renjatan berat dengan nadi yang
tidak dapat diraba dan tekanan darah yang tidak dapat diukur.
Indikator fase syok(20) :
- Hari sakit ke 4-5
- Suhu turun, kulit dingin dan lembab
- Nadi cepat, lemah
- Tekanan nadi turun/hipotensi
- Leukopenia <5000/mm³
- Anak tampak gelisah
PEMERIKSAAN LABORATORIUM
Pada pemeriksaan
darah ditemukan :
- Leukopenia pada akhir fase demam
- Limfositosis biasanya terlihat sebelum fase syok
- Hematokrit meningkat >20% (hemokonsentrasi),
harus dimonitor setiap 3-4 jam pada kasus DHF atau DSS
- Trombosit <100000 (trombositopenia)
Perubahan metabolik :
- Hiponatremia paling sering terjadi pada pasien DHF
atau DSS
- Asidosis metabolik ditemukan pada pasien dalam
keadaan syok, dan harus dikoreksi secepatnya
- Kadar urea nitrogen darah meninggi
Kelainan koagulasi :
- Masa protrombin memanjang
- Masa tromboplastin parsial memanjang
- Kadar fibrinogen turun dan peningkatan penghancuran
fibrinogen merupakan petanda DIC (Disseminated Intravascular Coagulation)
Pemeriksaan fungsi hati :
- Kadar transaminase sedikit meningkat
- Kadar albumin rendah, dapat menjadi tanda adanya
hemokonsentrasi
Pada dengue shock
syndrome, sering ditemukan trombositopeni dan hemokonsentrasi. Jumlah trombosit
<100000/uL ditemukan antara hari ke-3 sampai ke-7 sakit. Meningkatnya
hematokrit merupakan bukti adanya kebocoran plasma yang biasanya ditemukan,
juga pada kasus derajat ringan, walaupun tentunya tidak sehebat seperti dalam
keadaan renjatan hasil laboratorium lain yang sering ditemukan adalah
hipoproteinemi, hiponatremi, sedikit meningginya kadar transaminase serum, dan
urea nitrogen darah. Pada beberapa penderita ditemukan asidosis metabolic.
Jumlah leukosit bervariasi antara leukopeni dan leukositosis. Kadang-kadang
ditemukan albuminuria ringan yang bersifat sementara.
PEMERIKSAAN RADIOLOGIS
- Foto rontgen thorax : posisi right lateral decubitus
(RLD)(19)
Ditemukan adanya efusi pleura kanan yang tipikal. Efusi
pleura bilateral biasa terjadi pada pasien DSS.
PEMERIKSAAN SEROLOGIS
- Uji hambatan hemaglutinasi
- Uji netralisasi
- Uju fiksasi komplemen
- Teknik hemadsorpsi immunosorben
- Uji ELISA anti-dengue IgM(8)
ENSEFALOPATI DENGUE
Ensefalopati
dengue termasuk salah satu komplikasi dari demam berdarah dengue yang tidak
lazim. Pada umumnya, ensefalopati terjadi sebagai komplikasi syok yang
berkepanjangan dengan perdarahan, tetapi dapat juga terjadi pada DBD yang tidak
disertai syok(10). Gangguan metabolik seperti hipoksemia,
hiponatremia, atau perdarahan, dapat menjadi penyebab terjadinya ensefalopati.
Melihat ensefalopati DBD bersifat sementara, maka kemungkinan dapat juga disebabkan
oleh karena trombosis pembuluh darah otak sementara akibat dari koagulasi
intravaskular yang menyeluruh. Dilaporkan bahwa virus dengue dapat menembus
sawar darah-otak, tetapi sangat jarang dapat menginfeksi jaringan otak.
Dikatakan pula bahwa keadaan ensefalopati berhubungan dengan gagal hati akut.
Pada
penelitian di tahun 1996 di Kuala Lumpur, Malaysia, dinyatakan bahwa
keterlibatan SSP pada infeksi virus dengue selalu dihubungkan dengan proses
sekunder akibat vaskulitis yang berakibat pada ekstravasasi cairan kemudian
menyebabkan oedema serebral, hipoperfusi, hiponatremia, kegagalan hati,
dan/atau gagal ginjal(4).
Pada
ensefalopati dengue, kesadaran pasien menurun menjadi apati atau somnolen,dapat
disertai atau tidak kejang, dan dapat terjadi pada DBD / DSS. Apabila pada
pasien syok dijumpai penurunan kesadaran, maka untuk memastikan adanya
ensefalopati, syok harus diatasi terlebih dahulu. Apabila syok telah teratasi,
maka perlu dinilai kembali kesadarannya. Pungsi lumbal dikerjakan bila syok
telah teratasi dan kesadaran tetap menurun ( hati-hati bila trombosit <
50.000 /uL ). Pada ensefalopati dengue dijumpai peningkatan kadar transaminase
( SGOT / SGPT ), PT dan PTT memanjang, kadar gula darah turun, alkalosis pada
analisis gas darah, dan hiponatremia ( bila mungkin periksa kadar amoniak darah
).
Patokan
klinis untuk membuat diagnosis DHF dan DSS yang digariskan oleh WHO Technical
Advisory Group ( 1975 ) telah digunakan oleh sebagian besar dokter dalam
menangani kasus-kasus itu. Namun, apabila patokan klinis itu digunakan secara
ketat, maka akan terdapat bahaya bahwa diagnosis beberapa kasus DHF/DSS tidak
akan dibuat. Dari Burma, Tin U dkk ( 1976 ) melaporkan bahwa sejak tahun 1973
terdapat banyak penderita DSS disertai gejala ensefalopati yang bermanifestasi
sebagai demam tinggi, gangguan kesadaran disertai atau tanpa kejang,
disorientasi, tremor, dan koma. Pada tahun 1976 derajat ensefalopati pada
kasus-kasusnya bertambah berat, dengan ditemukannya penserita DSS yang tidak
sadar selama 2 – 5 hari(15).
Sanguansernsri
dkk. ( 1976 ) dari Thailand juga melaporkan terdapatnya ensefalopati akut yang
menyertai infeksi dengue(3). Laporan yang menarik perhatian ialah
laporan dari Farfield Hospital, Farfield Victoria, Australia ( Kuberski, 1979
). Di rumah sakit ini dirawat seorang penderita wanita berumur 38 tahun yang
menderita demam dengue setelah berlibur selama satu bulan di jakarta dan bali.
Demam dengue yang dideritanya disertai gejala ensefalopati, yaitu menurunnya
kesadaran, afasia, inkontinensia, oftalmoplegi, dan nistagmus. Pemeriksaan
likuor yang dilakukan 2 kali memberikan hasil normal, sedangkan dengan
pemeriksaan pengikatan komplemen, diagnosis infeksi dengue dapat dikonfirmasi.
Pada
tahun 2001 di Thailand, telah dilakukan sebuah penelitian tentang manifestasi
neurologis pada penderita dengue(9). Hasil penelitian menunjukkan
manifestasi ini terbagi menjadi 3, yaitu:
- kelompok
ensefalopati
- kelompok kejang
- kelompok gangguan
mental
Pada kelompok ensefalopati, gejala klinis yang didapat
adalah:
- Penurunan kesadaran
( 83.3%)
- kejang-kejang
(45.2%)
- Gangguan mental
(23.8%)
- Kaku kuduk (21.4%)
- Spasme pada
ekstremitas (9.5%)
- Klonus (2.9%)
Kelainan laboratorium yang didapat adalah:
- Hiponatremia
- Abnormalitas pada
enzim hepar
- LCS pleositosis
Dalam penelitian ini juga terdapat laporan bahwa,
anak-anak dengan riwayat ensefalitis akan cenderung menderita ensefalopati
dengue jika terinfeksi virus dengue. Dan jika sampai menderita ensefalopati
dengue, akan terdapat sequele berupa defisit neurologis permanen pada anak-anak
ini. Mortality rate sebesar 5%.
TATA LAKSANA
Pada
dasarnya bersifat supportif yaitu mengatasi kehilangan cairan plasma sebagai
akibat peningkatan permeabilitas kapiler dan sebagai akibat perdarahan(7).
Pasien demam dengue dapat berobat jalan, sedangkan pasien demam berdarah dengue
dirawat di ruang perawatan biasa, tetapi pada kasus demam berdarah dengue
dengan komplikasi diperlukan perawatan intensif. Fase kritis umumnya terjadi
pada hari sakit ke-3.
Rasa
haus dan dehidrasi timbul akibat demam tinggi, anoreksia dan muntah. Pasien perlu diberi minum
banyak, 50 mL/kgBB dalam 4-6 jam pertama berupa teh manis, sirup, susu, sari
buah atau oralit. Setelah keadaan dehidrasi dapat diatasi, berikan cairan rumatan 80-100
mL/kgBB dalam 24 jam berikutnya. Hiperpireksi diatasi dengan antipiretik dan bila perlu
surface cooling dengan kompres es dan alkohol 70%. Parasetamol direkomendasikan
untuk mengatasi demam dengan dosis 10-15 mg/kgBB/kali.
Pemberian
cairan intravena pada pasien DBD tanpa renjatan dilakukan bila pasien
terus-menerus muntah sehingga tidak mungkin diberi makanan per-oral atau
didapatkan nilai hematokrit yang bertendensi terus meningkat (>20 vol%).
Jenis cairan yang digunakan adalah ringer laktat yang mengandung Na 130 mEq/L,
K 4 mEq/L, korektor basa 28 mEq/L, Cl 109 mEq/L dan Ca 3 mEq/L. Volume dan
komposisi cairan yang diperlukan seperti cairan untuk dehidrasi pada diare ringan sampai
sedang,yaitu cairan rumatan ditambah defisit 6% (kebutuhan cairan pada
dehidrasi sedang).
Cairan yang diperlukan untuk dehidrasi sedang menurut
kgBB/24 jam adalah :
Water Loss/kgBB
|
3 – 10 kg
|
10 – 15 kg
|
15 – 25 kg
|
PWL
|
80 Ml
|
70 mL
|
50 mL
|
NWL
|
100 mL
|
80 mL
|
65 mL
|
CWL
|
25 mL
|
25 mL
|
25 mL
|
Jumlah
|
205 mL
|
175 mL
|
140 mL
|
Untuk tiap kenaikan suhu badan 1ºC diatas 37ºC, NWL harus
dinaikkan 12%.
Kebutuhan cairan rumatan :
BB : 10 kg ,
Jumlah cairan : 100 per kg BB
10-20
kg 1000 +
(BB-10)x 50 ml/hr
> 20
kg 1500 + (BB- 20)x 20 ml/hr
Jenis cairan (rekomendasi WHO) :
- Kristaloid
- Larutan ringer laktat (RL) atau dekstrosa 5% dalam
larutan ringer laktat (D5/RL)
- Larutan ringer asetat (RA) atau dekstrosa 5% dalam
larutan ringer asetat (D5/RA)
- Larutan NaCl 0,9% (garam faali=GF) atau dekstrosa
5% dalam larutan garam faali (D5/GF)
- Koloid
- Dekstran 40
- Plasma
Kriteria memulangkan pasien
- Tidak demam selama 24 jam tanpa antipiretik
- Nafsu makan membaik
- Tampak perbaikan secara klinis
- Hematokrit stabil 3 hari setelah syok teratasi
- Trombosit >50000/mL
- Tidak dijumpai distres pernapasan
TATALAKSANA
ENSEFALOPATI DENGUE
Pada
ensefalopati cenderung terjadi oedem otak dan alkalosis, maka bila syok telah
teratasi, cairan diganti dengan cairan yang tidak mengandung HCO3, dan jumlah
cairan segera dikurangi. Larutan laktat ringer dekstrosa segera ditukar dengan
larutan NaCl ( 0,9%) : Glukosa (5%) = 3 : 1 (14). Untuk mengurangi
oedem otak diberikan kortikosteroid, tetapi bila terdapat perdarahan saluran
cerna sebaiknya kostikosteroid tidak diberikan. Bila terdapat disfungsi hati,
maka diberikan vitamin K intravena 3 – 10 mg selama 3 hari, kadar gula darah
diusahakan > 60 mg%, mencegah terjadinya peningkatan tekanan intrakranial
dengan mengurangi jumlah cairan ( bila perlu diberikan diuretik), koreksi
asidosis dan elektrolit. Perawatan jalan nafas dengan pemberian oksigen yang
adekuat. Untuk mengurangi produksi amoniak dapat diberikan neomisin dan
laktulosa. Pada DBD ensefalopati dengue mudah terjadi infeksi bakteri sekunder,
maka untuk mencegah dapat diberikan antibiotik profilaksis (kombinasi ampisilin
100 mg/kgBB/hari + kloramfenikol 75 mg/kgBB/hari ). Usahakan tidak memberikan
obat-obat yang tidak diperlukan (misalnya antasid, anti emetik) utnuk
mengurangi beban detoksifikasi obat dalam hati. Transfusi darah segar atau
komponen dapat diberikan atas indikasi yang tepat. Bila diperlukan, pada masa
penyembuhan dapat diberikan asam amino rantai pendek.
PROGNOSIS
Prognosa penderita tergantung dari beberapa faktor:
- Sangat erat
kaitannya dengan lama dan beratnya renjatan, waktu, metode, adekuat
tidaknya penanganan.
- Ada tidaknya
rekuren syok yang terutama terjadi dalam 6 jam pertama pemberian infus
dimulai.
- Panas selama
renjatan.
- Tanda-tanda
serebral.
PENCEGAHAN DAN
PEMBERANTASAN
Pemberantasan vektor, didasarkan pada pemutusan rantai
penularan yang dapat dilaksanakan dengan cara sebagai berikut :
- Perlindungan perorangan untuk mencegah gigitan Ae.
Aegypti yang dapat dilakukan dengan jalan meniadakan sarang nyamuk dalam
rumah(2). Cara terbaik adalah dengan memasang kasa penolak
nyamuk. Cara lain yang dapat dilakukan adalah menggunakan mosquito
repellent dan insektisida dalam bentuk spray, menuangkan air panas pada
saat bak mandi berisi air sedikit, memberikan cahaya matahari langsung
lebih banyak. Penderita DHF yang dirawat di rumah sakit diberikan tempat
tidur berkelambu.
- Pemberantasan vector jangka panjang(16).
Cara yang harus dilakukan terus-menerus untuk meniadakan Ae. Aegypti
adalah membuang secara baik kaleng, botol, ban dan semua yang mungkin
dapat menjadi tempat sarang nyamuk. Menguras bak mandi secara teratur
untuk menyingkirkan larva nyamuk. Penyuluhan kesehatan masyarakat.
- Penggunaan bahan kimia.
- Membunuh larva dengan butir-butir abate SG 1% pada
tempat penyimpanan air dengan dosis 10 gram untuk 100 L air, cara ini
sebaiknya diulangi dalam jangka waktu 2-3 bulan.
- Melakukan fogging dengan malathion atau
fenitrothion dalam dosis 438 gram/Ha. Dilakukan disekitar rumah,
sekurang-kurangnya fogging dilaksanakan 2 kali dengan jarak antara 10
hari di rumah penderita dan 100 meter sekelilingnya, rumah sakit tempat
penderita dirawat dan sekitarnya.
- Biological control : dengan ikan yang dipelihara
dalam kolam, bakteri yang dikembangbiakkan pada air ( Bacillus
thuringiensis H-14, Bacillus sphaericus).
DAFTAR PUSTAKA
- Hadinegoro. S.R, Satari. H.I, Demam Berdarah Dengue:
Naskah Lengkap Pelatihan bagi Pelatih Dokter Spesialis Anak & Dokter
Spesialis Penyakit Dalam dalam Tatalaksana Kasus DBD, FKUI Press,
Jakarta:1999.
- Hay, W.W, Levin. M.J, Sondheimer. M.J, Current
Pediatric Diagnosis & Treatment 17th edition. Lange Medical Book,
McGraw-Hill, USA, 2005.
- Kularatne. S, Gawarammana. I, Kumarasiri. P,
Epidemiology, Clinical Features, Laboratory Investigations and Early
Diagnosis of Dengue Fever In Adults: A Descriptive Study In Sri Lanka,
Southeast Asian Journal Tropic Medicine Public Health, Vol. 36, May 2005.
- Lum. L, Lam. S.K, Choy. Y.S, Dengue Encephalitis: A
True Entity?. The American Society of Tropical Medicine and Hygiene. Pp
256 – 259, 1996.
- Mansjoer,A.,
Triyanti, K., Savitri, R., Wardhani, W., Setiowulan, W. Kapita Selekta
Kedokteran. Ilmu Kesehatan Anak: Penyakit Infeksi. Edisi 3. Jakarta: Media
Aesculapius, 2000.
- Mansyoer. Riza, Bimbingan Kepaniteraan Klinik Ilmu
Kesehatan Anak, RSUD KOJA, 2006.
- Nelson LJ,
Schneider E, Wells CD, and Moore M.Nelson Textbook of Pediatrics. Chapter
XVII Infection : Section III Bacterial Infection: Tuberculosis. 16th
edition. Philadelphia: W.B.Saunders Company, 2003.
- Oski. F.A, DeAngelis. C.D, Feigin. R.D, Principles
and Practice of Pediatrics: Dengue Fever, J.B. Lippincott company,
Philadelphia: 1994.
- Pancharoen. C, Thusyakorn. U, Neurological
Manifestation In Dengue Patients, Southeast Asian Journal Tropic Medicine
Public Health, Vol. 32, June 2001.
- Panduan Pelayanan Medis Departemen Ilmu Kesehatan
Anak, RSCM. Jakarta: 2005.
- Panitia lulusan Dokter FKUI 2002-2003. Tatalaksana
Demam Dengue & Demam Berdarah Dengue. Updates in pediatric
emergencies. FKUI, Jakarta : 2002 .
- Rampengan TH, Laurentz IR. Penyakit Infeksi Tropik
pd Anak. EGC,Jakarta : 1993.
- Staf Pengajar
IKA FKUI. Ilmu Kesehatan Anak edisi 2.FKUI, Jakarta : 1985.
- Sumarmo , Garna H, Hadinegoro S. Infeksi dan
Penyakit Tropis. Buku Ajar Ilmu kes Anak edisi I. FKUI, Jakarta : 2002
- Sumarmo, Sunaryo, Poorwo, Soedarmo, Demam Berdarah (
Dengue ) Pada Anak. Universitas Indonesia Press, Jakarta: 1983.
- www.bc.edu, Dengue
Fever and Dengue Hemorrhagic Fever, 1 March 2002.
- www.emedicine.com,
Dengue Fever, 9 November 2005.
- www.en.wikipedia.org,
Dengue Fever, 11 June 2006
- www.medlineplus.com,
Dengue Hemorrhagic Fever, 30 May 2006.
- www.pediatriconcall.com,
Dengue and Dengue Hemorrhagic Fever / Dengue Shock Syndrome, 1 August
2005.
- www.who.com,
Dengue / Dengue Hemorrhagic Fever.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar