Selasa, 02 September 2014

ANATOMI SINUS PARANASAL


Bab I : PENDAHULUAN


Sinusitis merupakan suatu masalah yang sering dijumpai pada anak-anak. Sinusitis adalah suatu keadaan yang berhubungan dengan infeksi sinus paranasal, oklusi dari ostia sinus, dan inflamasi dari sinus dan mucosa nasal.   
Sinusitis dapat menjadi penyulit sampai 5 % infeksi saluran nafas atas. Gejala  klini seperti rhinorrhea purulenta dan sumbatan hidung sering kali tumpang tindih dengan rhinitis atau muncul bersamaan dengan rhinitis.
Sakit kepala pada sinusitis jarang ditemukan pada anak-anak dan sering berhubungan dengan infeksi dari jalan napas di hidung.
Gambaran radiologis dari sinus dibutuhkan dlam menegakkan diagnosa, tapi kadang kala tidak dapat diandalkan.
Sinusitis disebut akut bila terjadi kurang dari 4 minggu, dan disebut kronis apabila terjadi lebih dari 3 bulan.  
Sinus yang paling sering terkena adalah sinus maksilaris dan etmoidalis. Sinusitis juga sering dijumpai selama musim bunga pada anak dengan rhinitis alergik. 

Bab II : ANATOMI SINUS PARANASAL


Sinus paranasal merupakan sekumpulan rongga yang terdapat dalam tulang tengkorak. Terdapat 4 pasang sinus paranasal, yaitu :
*      Sinus maksilaris
Sinus maksilaris bersifat rudimenter saat lahir dan terlihat pada foto rontgen menjelang usia 6 bulan. Pada awalnya sinus maksila merupakan suatu invaginasi dari meatus media. Ini terjadi pada bulan ke3-4 dari kehidupan fetus. Pada gambaran radiologist, sinus maksila terlihat sebagai suatu rongga yang berisi udara, dimana mulai dapat dilihat pertama kalinya pada umur 3-12 bulan.  Sinusitis maksilaris terlihat secara klinis sesudah usia 1 tahun.
*      Sinus ethmoidal
Sinus ethmoidalis adalah satu-satunya sinus yang sudah terbentuk secara bermakna sejak lahir. Labirin ethmoidal anterior juga berasal dari meatus media, sedangkan sel ethmoid posterior berasal dari meatus superior. Sinus ethmoid merupakan satu-satunya sinus yang multi kompartement (honey comb). Sinus ethmoid pertama kali terlihat secara radiologis sebagai rongga yang berisi udara antara 3-12 bulan.
*      Sinus frontal
Sinus frontalis tidak terlihat pada foto rontgen sebelum usia 6 bulan. Sinusitis frontalis tidak umum ditemukan sebelum usia 10 tahun. Sinus frontalis sama halnya dengan sel ethmoid anterior dan sinus maksilaris, juga berasal dari meatus media. Kadang ditemui sinus frontal yang berkembang sebagai salah satu air cell dari infundibulum ethmoid.
*      Sinus sphenoid
Sinus sphenoid yang terbentuk kira-kira pada umur 3 tahun, tidak dapat dilihat secara radiologis sampai umur 9 tahun. Sinus sphenoid berasal dari invaginasi bagian posterior dari capsula nasalis.

Sangat penting diingat bahwa ukuran dan bentuk sinus sangat bervariasi tergantung dari umur.
Membran mukosa pada sinus terdiri dari  epitel gepeng berlapis dan bersilia (pseudostratified columnar epithelium), dengan sel goblet, atau nonciliated columnar ephitelium. Seperti halnya membran pada saluran napas lainnya, sub mukosa mengandung sel mast dan dapat diinfiltrasi oleh neutrofil, limfosit dan sel plasma dalam suatu proses inflamasi.
Fisiologi normal dari sinus sama seperi struktur respiratori dari nasal. Membran mukosa yang melapisi sinus berfungsi secara sama pula. Sekresi berupa campuran antara mukus kental dari kelenjar seromukosa dan  mukus encer dari kelenjar serosa anterior. Mukus secara biologi adalah musin, disintesis oleh  kelenjar mukus dan sel goblet. Ada 2 lapis mukus pada saluran napas, lapisan yang seperti gel (superficial vicid fluid) dan lapisan sol (underlyng serous fluid). Ujung dari cilia menyentuh lapisan gel dalam gerakan ke depan.  Cilia selalu dikelilingi oleh dan menggerakan lapisan sol.
Komponen di bawah ini melindungi mukosa saluran napas, termasuk sinus dari invasi oleh mikroorganisme :
  1. Adanya unsur adhesive dari mukus dan pergerakan konstan dari cilia melindungi epitel sehingga bakteri tidak dapat masuk. Namun, lapisan mukus tidak efektif dalam mempertahankan diri terhadap virus, yang tampaknya memiliki afinitas khusus terhadap receptor pada silia.
  2. Sekresi mukus mengandung aktifitas dari lisozim dan system lactoperoxidase-thiocyanate, yang dapat menurunkan kemampuan menempel bakteri, menghambat replikasi virus dan bakteri, dan menghancurkan bakteri secara spesifik.
  3. Lactoferrin yang berasal dari kelenjar serosa dan dari netrofil mempunyanyai efek bakteriostatik yang dipotensiasi oleh antibody. Efek antibakterialnya kemungkinan karena adanya afinitas terhadap unsur besi, yang diperlukan oleh bakteri untuk tumbuh.
  4. Sewaktu ada dalam sekret, interferon, yang keberadaaanya dipicu oleh infeksi virus, menurunkan multiplikasi virus.
  5. Ig A sekretoris juga terdapat dalam dalam sekresi mukosa. Ig A sekretoris tampaknya berfungsi dengan melakukan agregasi terhadap partikel dan antigen soluble. Dengan begitu maka toksin bakteri dapat dinetralisir.










Bab III : SINUSITIS


I. Definisi
Sinusitis adalah radang sinus paranasal pada bayi dan anak baik akut (<1 bulan), subakut (gejala 1-3 bulan), maupun kronik (>3b bulan)

II. Prevalensi
ú   Terjadi pada 5-10 % infeksi traktus respiratorius bagian atas yang disebabkan oleh virus.
ú   Insiden tinggi pada pasien asma anak à 40 – 60 %
ú   Ditemukan insiden asma pada 12 % anak dengan sinusitis kronik

III. Etilogi
Infeksi oleh H. influenzae paling sering terjadi pada anak-anak. Sebagian besar strain H. influenzae yang diisolasi dari infeksi sinus tidak dapat digolongkan (nontypable) dan berbeda dari strain yang menyebabka infeksi berat seperti meningitis.
Patogen yang paling sering ditemukan pada sinusitis pada anak sama seperti yang ditemukan pada orang dewasa. Organisme yang ditemukan pada 2/3 kasus adlah sbb. :
ú   Streptococcus pneumoniae
ú   Nontypable Haemophilus influenzae
ú   Branhamella catarrhalis
Bakteri anaerobic umumnya ditemukan pada sinusitis kronis yaitu bacteroides dan streptococci.
Virus positif  terutama ditemukan pada area osteomeatal. Kompleks osteomeatal adalah area di lateral dari rongga hidung tempat bermuaranya aliran sinus maksilaris, etmoid, dan frontal. Virus tersebut antara lain : rhinovirus, adenovirus, influenza type A, dan parainfluenza virus.
Jamur juga dapat menyebabkan sinusitis walaupun sangat jarang. Pada 25 % dari kasus, didapatkan eksudat sinus yang tidak mengandung bakteri.

IV. Patofisiologi
Banyak bakteri dalam saluran pernapasan yang hidup dengan harmonis sampai adanya sesuatu yang terjadi sehingga menyebabkan perubahan pada titik keseimbangan di dalam saluran pernapasan tersebut.  Perubahan keseimbangangan tersebut, adalah perubahan pada 3 unsur penting yaitu :
ú   Patensi dari ostia
ú   Fungsi dari apparatus cilia
ú   Dan jumlah sekresi
Adanya abnormalitas dalam salah satu dari elemen di atas akan menyebabkan adanya retensi sekret dalam sinus paranasal, diikuti oleh infeksi sekunder, dan akhirnya sinusitis.
Patogenesis terjadinya sinusitis biasanya melibatkan adanya sumbatan ostia. Sumbatan bisa terjadi karena berbagai sebab, misalnya; infeksi, alergi,abnormalitas struktur, atau edema dari dari mukosa nasal. Sumbatan tersebut mengakibatkan gangguan ventilasi dan drainase dari sinus. 
Selain itu, virus, bakteri, dan jamur juga merusak aktifitas cilia sehingga menyebabkan akumulasi dari secret. Diikuti oleh multiplikasi bakteri dan influks sel-sel radang yang akan mengubah mukus menjadi mukopus.
Kematian mukosa nasal bisa disebabkan oleh multiplikasi virus dan juga oleh proses alami pergantian epitel. Umumnya, regenerasi dari mukosa berlangsung cepat, dan penyakit bisa disebut benigna. Namun bila sinusitis akut tidak mengalami penyembuhan, maka kerusak epitel menjadi ireversibel. Hal ini bisa menyebabkan penebalan mukosa yang mendukung terjadinya polip dan mucocele.
Infeksi virus juga dapat menyebabkan gangguan keseimbangan. Sinusitis sering sekali terjadi sebagai komplikasi dari infeksi virus pada saluran napas bagian atas.  Beberapa mekanisme yang diduga mempunyai hubungan antara kedua penyakit ini antara lain:
ú   Adanya bendungan vaskular lokal
ú   Penyempitan dan penyumbatan dari muara sinus
ú   pertumbuhan bakteri
ú   Reduksi dari efisiensi aktifitas mukosiliaris
Penyebab utama pada sebagian besar kasus sinusitis pada anak adalah alergi nasal. Hipersensitifitas terhadap allergen dari lingkungan (debu, serbuk bunga), makanan, dan obat seperti aspirin telah diketahui. Berbagai malformasi dan kelainan akibat trauma mungkin mempengaruhi sinus dengan cara menyumbat ostia dari sinus. Kesuraman sinus dan penebalan mukosa sinus sering terlihat secara radiografi pada anak dengan celah langitan  (Jaffe dan De Blanc, 1971)

VI. Penyakit yang Berhubungan dengan Sinusitis
Penyakit-penyakit yang berhubungan dengan sinusitis pada anak adalah sebagai berikut :
ú   Kelainan Anatomi
Malformasi nasal
Trauma nasal
Tumor dan polip
Palato schizis
Corpus alienum
Infeksi dental
Penyakit jantung Kongenital dengan sianosis
ú   Kelainan dalam mekanisme pertahanan tubuh lokal
Alergi
Cystic Fibrosis
Imotile-Cilia Syndrome
ú   Kelainan dari mekanisme pertahanan tubuh sistemik
Imunodefisiensi, primer dan sekunder

Infeksi Saluran Napas Atas
ú   Sering diikuti sinusitis
ú   Sangat sulit ditentukan kapan ISPA berkembang menjadi sinusitis
ú   Mekanismenya adalah sebagai berikut: rhinitis akut menyebabkan obstruksi pada sinus ostia akibat edema dan menurunkan aktifitas dari filia paa sinus paranasal sehingga akhirnya terjadilah akumulasi mucus. Selanjutnya, infeksi bakteri sekunder menyebabkan mucus berubah menjadi mukokus.
ú   Dicurigai bahwa ISPA menjadi sinusitis bila selama 10 hari tidak ada perbaikan. Sekret nasal dan batuk menetap. Bisa disertai demam yang tinggi, sekret hidung purulen, pembengkakan periorbital dan pembengkakan wajah.

Rhinitis alergi
ú   Ig E mediated hipersensitivity disorder
ú   Dicurigai menjadi sinusitis bila batuk menetap, rinore kronis, vatigue, iritablitas, dan tidak mengalami perbaikan dengan antihistamin dan dekongestan yang kuat.

Asma
ú   Asma adalah suatu penyakit saluran nafas yang ditandai dengan meningkatnya respon bronkus terhadap berbagai stimulus dan bermanifesasi sebagai penyempitan jalan nafas yang reversible.
ú   Tiga hipotesis mengenai bagaimana sinusitis dan asma berhubungan adalah sebagai berikut :
  1. bakteri yang tedapat pada mukus dari sinus yang terinfeksi dapat menetes ke faring dan menyebabkan mukosa dari traktus respiratorius bagian bawah mengalami inflamasi sehingga terjadi hipereaktifitas dari bronkus.
  2. infeksi dari traktus respiratorius meningkatkan blockade beta adrenergic
  3. stimulasi dari reseptor saraf di hidung dan sinus dapat mengaktifkan serat aferen yang merupakan bagian dari nervus trigeminal. Kolateral dari nervus trigeminal memasuki formation retikularis dimana terjadi suatu hubungan dengan nucleus vagal dorsal. Serat parasimpatik kemudian mengirimkan sinyalnya ke bronkus sehingga menyebabkan bronkospasme.

Kelainan Imunodefisiensi
Defisiensi pada kekebalan humoral atau sel mediated imunity, abnormalitas dari fungsi neutrofil dan makrofag atau kombinasi keduanya merupakan predisposisi dari infeksi sinus.
Pasien yang mengalami gangguan imunitas humoral mudah terinfeksi oleh bakteri piogenik, terutama yang memiliki kapsul polisakarida seperti S.pneumoniae, H.influenzae, pseudomonas, atau neisseria meningitidis.
Pasien dengan abnormalitas imunitas selular, begitu pula dengan imunodefisiensi sekunder, mudah terinfeksi oleh berbagai macam jamur, virus dan pathogen parasit seperti pneumocystis carinii.
Pasien dengan fungsi neutrofil dan makrofag yang jelek atau dalam pengobatan dengan kortikosteroid dan sitotoksik mudah terinfeksi oleh bakteri gram negatif, seperti klebsiella, pseudomonas, dan serratia. Pasien ini juga mudah mengalami infeksi oleh jamur seperti aspergilus dan nocardia.

Cystic Fibrosis
Pansinusitis kronis terjadi pada cystic fibrosis karena meningkatnya viskositas dari secret dan obstruksi dari ostia akibat adanya nasal polip yang cukup sering. Organisme yang sering didapatkanpada kultur aspirasi sinus adalah P. aeruginosa, S. aureus, H influenzae, dan anaerobs.

VI. Gejala Klinis
Gejala klinis yang sering dijumpai dalam sinusitis antara lain :
ú   Rhinnorea, sekret nasal yang purulen
ú   Sakit kepala
ú   Nyeri wajah
ú   Nyeri tekan
ú   Demam
ú   Post nasal drip
ú   Nyeri tenggorokan
ú   Fetor Oris
ú   Batuk yang terjadi sepanjang hari, bertambah parah di malan hari
Pada anak-anak, nyeri kepala dan wajah lebih jarang ditemui dibandingkan dewasa.

VII. Prosedur Diagnosa
Prosedur diagnostic yang digunakan dalam menegakkan diagnosa sinusitis antara lain :
ú   Radiografi
ú   CT Scan
ú   MRI
ú   Aspirasi sinus

Radiografi
Foto roentgen yang positif pada anak berusia lebih dari 1 tahun akan memperlihatkan kesuraman sinus yang terkena, batas udara  air jika obstruksinya intermiten, atau  penebalan mukosa lebih dari 5 mm. Sudut pengambilan foto sinus meliputi anteroposterior (Caldwell) untuk sinus frontalis dan ethmoidalis, occipitomental (Waters) untuk sinus maksilaris , dan submentovertex  dan lateral untuk sinus sphenoidalis. Indikasi dilakukan roentgen sinus adalah :
v  Anak dengan pembengkakan wajah yang tidak diketahui penyebabnya
v  Sinusitis akut yang tidak merespon terapi selama  48 jam
v  Sinusitis kronik atau rekuren yang tidak tercatat, dan
v  Asma kronik

CT Scan
Pemeriksaan ini merupakan gold standard dalam mendiagnosa sinusitis, tapi karena mahal dan untuk usia <8 tahun masih membutuhkan anestesi maka jarang dilakukan.
Indikasi dilakukan CT scan :
ú   Persiapan operasi sinus
ú   Memastikan diagnosa yang sudah ditegakkan dengan foto roentgen normal, tapi gejala masih ada
ú   Evaluasi kemungkinan adanya penyebaran infeksi ke orbita

 Aspirasi Sinus
Identifikasi terhadap organisme penyeban sinusitis dilakukan dengan cara kultur dari sekresi sinus, untuk itu dilakukan aspirasi sinus. Indikasi spesifik antara lain :
ú   Sinusitis pada anak yang sakit berat atau terlihat toxic
ú   Infeksi sinus yang tidak memberikan respon terhadap terapi antimicroba
ú   Onset sinusitis pada pasien yang sedang mendaptkan antibiotik
ú   Adanya kompilkasi supuratif
ú   Sinusitis pada anak yang terbelakang atau dalam keadaan imunodefisiensi
Referensi lain mengatakan bahwa aspirasi sinus dilakukan pada pasien dengan komplikasi dan pada pasien dengan penyakit yang menekan sistim imun.
Prosedur pengambilan secret sinus dapat dilakukan dengan kanulasi pada ostium dari sinus yang terinfeksi atau dengan pungsi antral atau frontal. Tindakan dilakukan dengan sangat hati-hati agar sekret yang diambil tidak terkontaminasi. Bakteri pathogen yang sering ditemui adalah Streptococcus pneumonia dan Haemophilus influenzae.

VIII. Tatalaksana
Tujuan dari tatalaksana sinusitis adalah untuk menyembuhkan dan membatasi perjalanan infeksi, mencegah komplikasi, dan menghilangkan factor penyebab. Sinusitis dapat ditangani dengan medikamentosa atau  dengan tindakan bedah. Tindakan bedah dilakukan bila sinusitis sudah tidak dapat ditangani dengan mendikamentosa.
A. Pengananan dengan medika mentosa
Dalam fase akut pasien harus :
ú   Tirah baring disertai analgesic yang adekuat
ú   Antibiotik broadspectrum atau yang sesuai dengan hasil kultur
Antibiotik yang biasa dipakai adalah  :
amoksisilin 15 mg/kgBB/dosis, 3 x sehari,
diberikan selama 2-3 minggu
Bila pasien alergi terhadap golongan penisilin, dapat digunakan :
trimetoprim + sulfametoksazol à 0,5 mg/kgBB/dosis, 2 x sehari
atau
eritromisin + sulfametoksazol 10 mg/kgBB/dosis, 4x sehari
atau
amoksisilin kalvulanat BB <40 kg : 40 mg/kgBB/hari, 3x sehari
                                     BB >40 kg : 250-500 mg, dosis max 1,5 g
Jenis antibiotik lain yang dapat digunakan :
Cefaclor                     40 mg/kgBB/hari dalam 3 dosis p.o
Loracarbef                30 mg/kg BB/hari dalam 2 dosis p.o
Cefuroxime                150 mg/kgBB/hari dalam 3 dosis p.o        
Bila setelah pemberian antibiotik selama 48 jam tidak didapatkan perbaikan, maka harus dipikirkan adanya kemungkinan resistensi atau kemungkinan komplikasi. Jika ada kecurigaan kuman aerobic sebagai penyebab, maka klindamisin atau metronidasol cukup efektif.
Pada osteomielitis dan komplikasi orbital, dapat digunakan antibiotik intravena :
Oxacillin 150 mg/kg/hari dan kloramfenikol 75 mg/kg/hari, dibagi dalam 4 dosis; atau
Klindamisin 40 mg/kg/hari dan kloramfenikol 75 mg/kg/hari, dibagi dalam 4 dosis
            Bila terjadi komplikasi Intracranial maka dapat digunakan antibiotik :
Oxacillin 150 mg/kg/hari dan kloramfenikol 75 mg/kg/hari, dibagi dalam 4 dosis; atau
Oxacillin 150 mg/kg/hari dan metronidazole 30 mg/kg/hari, dibagi dalam 4 dosis; atau
Imipenem 100 mg/kg/hari dalam 4 dosis
ú   Decongestan
Dekongestan topical selam 3-5 hari; atau
Dekongestan oral : pseudoefedrin beberapa hari-minggu
à memperbaiki drainase sinus
ú   Intranasal Steroid Spray
Beclomethasone        1x inhalasi/spray sehari 2x atau 3x
Flunisolide                  1x spray 3x sehari

Pembedahan radikal
Bila pengobatan konservatif gagal, dilakukan terapi radikal yaitu mengangkat mukosa yang patologik dan membuat drainase dari sinus yang terkena.
Pembedahan diindikasikan bila pengobatan dengan antibiotik yang maksimal tidak menunjukan perbaikan, tidak memiliki alergi yang tidak diterapi, tidak memiliki kontribusi penyakit sistemik yang tidak diterapi seperti misalnya defisiensi imunitas dan Cystic Fibrosis.
Untuk sinus maksila dilakukan operasi Caldwell-Luc, sedangkan untuk sinus ethmoid dilakukan ethmoidektomi intranasal atau ekstranasal. Drainase sekret pada sinus frontal sapat dilakukan intranasal atau ekstranasal seperti pada operasi Killian. Drainase sinus sphenoid dilakukan intranasal.

IX.  Komplikasi Sinusitis
  1. Komplikasi Lokal
Osteomielitis dan Abses subperiosteal
Penyebab tersering osteomielitis dan abses subperiosteal pada tulang frotalis adalah infeksi sinus frontalis. Nyeri tekan setempat atau pada dahi sangat berat. Gejala sistemik berupa malaise, demam, dan menggigil. Pembengkakan di atas alis mata juga lazim terjadi dan bertambah hebat bila terbentuk abses subperiosteal, dalam hal ini terbentuk abses supraorbita dan mata menjadi tertutup. Timbul fluktuasi dan tulang menjadi sangat nyeri bila ditekan. Radiogram dapat memperlihatkan erosi batas-batas tulang dan hilangnya septa intrasinus dalam sinus yang keruh. Destruksi tulang dan pembengkakan jaringan lunak, demikian pula mukosa yang membengkak paling baik dilihat dengan CT-Scan. Sebelum penggunaan antibiotik, penyebaran infeksi ke kalvaria akan mengangkat perikranium dan memberikan gambaran klasik tumor pott yang bengkak. Pengobatan komplikasi ini termasuk pemberian antibiotik dosis tinggi yang diberikan intravena, diikuti insisi pada abses periosteal dan trepanasi sinus frontalis guna memungkinkan drainase. Suatu tabung drainase atau kateter dijahitkan ke dalam sinus hingga infeksi akut mereda sepenuhya dan duktus frontonasalis berfungsi dengan baik. Jika duktus frontonasalis tidak lagi dapat diperbaiki, diperlukan prosedur lanjutan untuk menciptakan suatu duktus frontalis baru. Pada osteomielitis kalvarium yang menyebar, diharuskan suatu debridement yang luas dan terapi antibiotik masif.
Hilangnya Indra Penghidu
Sinusitis dapat menyebabkan hilangnya indra penghidu. Bisa temporer atau permanent tergantung dari besar kecilnya keusakan. Dalam banyak kasus disebabkan karena sedikitnya aliran udara ke nervus olfaktorius (pendeteksi bau). Hal ini nyata pada pasien yang menderita polip nasal. Bagaimanapun juga dalam beberapa kasus sinusitis kronik secara permanent dapat mengalami kerusakan nervus ini.

  1. Komplikasi Regional
A. Komplikasi Orbita
Sinus ethmoidalis merupakan penyebab komplikasi pada orbita yang tersering. Pembengkakan orbita dapat merupakan manifestasi ethmoiditis akut, namun sinus frontalis dan sinus maksilaris juga terletak di dekat orbita dan dapat pula menimbulkan infeksi isi orbita. Terdapat lima tahapan:
1.     Peradangan atau reaksi edema yang ringan. Terjadi pada isi orbita akibat infeksi sinus ethmoidalis di dekatnya. Seperti dinyatakan sebelumnya, keadaan ini terutama ditemukan pada anak, karena lamina papirasea yang memisahkan orbita dan sinus ethmoidalis seringkali merekah pada kelompok umur ini.
2.    Selulitis orbita. Edema bersifat difus dan bakteri telah secara aktif menginvasi isi orbita namun pus belum terbentuk.
3.    Abses subperiosteal. Pus terkumpul di antara periorbita dan dinding tulang orbita menyebebkan proptosis dan kemosis.
4.    Abses orbita. Pada tahap ini, pus telah menembus periosteum dan bercampur dengan isi orbita. Tahap ini disertai gejala sisa neuritis optic dan kebutaan unilateral yang lebih serius. Keterbatasan gerak otot ekstraokular mata yang terangsang dan kemosis konjungtiva merupakan tanda khas abses orbita, juga proptosis yang makin bertambah.
5.    Trombosis sinus kavernosus. Komplikasi ini merupakan akibat penyebaran bakteri melalui saluran vena ke dalam sinus kavernosus di mana selanjutnya terbentuk suatu tromboflebitis septik. Secara patognomonik, trombosis sinus kavernosus terdiri dari oftalmoplegia, kemosis konjungtiva, gangguan penglihatan yang berat, kelemahan pasien, dan tanda-tanda meningitis oleh karena letak-letak sinus kavernosus yang berdekatan dengan saraf kranial II, III, IV, serta berdekatan juga dengan otak.
Pengobatan komplikasi orbita dari sinusitis berupa pemberian antibiotik intravena dosis tinggi dan pendekatan bedah khusus untuk membebaskan pus dari rongga abses. Manfaat terapi antikoagulan pada trombosis sinus kavernosus masih belum jelas. Perlu diingat bahwa angka kematian setelah trombosis sinus kavernosus dapat mencapai 80%. Pada penderita yang berhasil sembuh, angka morbiditas biasanya berkisar antara 60 hingga 80 persen, dimana gejala sisa trombois sinus kavernosus seringkali berupa atrofi optik.
B. Mukokel
Mukokel adalah suatu kista yang mengndung mucus yang timbul dalam sinus. Kista ini paling sering ditemukan pada sinus maksilaris, sering disebut sebagai kista retensi mucus dan biasanya tidak berbahaya. Dalam sinus frontalis, ethmoidalis, dan sfenoidalis, kista ini dapat membesar dan mengikis struktur di sekitarnya. Dengan demikian, kista ini dapat bermanifestasi sebagai pembengkakan pada dahi atau fenestra nasalis dan dapat menggeser mata ke lateral. Dalam sinus sphenoid, kista dapat menimbulkan diplopia dan gangguan penglihatan dengan menekan saraf di dekatnya.
Piokel adalah mukokel terinfeksi. Gejala piokel hampir sama dengan mukokel meskipun lebih akit dan lebih berat. Eksplorasi sinus secara bedah untuk mengangkat semua mukosa yang terinfeksi dan berpeyakit serta mematikan suatu drainase yang baik, atau obliterasi sinus merupakan prinsip-prnsip terapi.

  1. Komplikasi Jauh
Komplikas Intrakranial
Meningitis Akut
Disamping trombosis sinus kavernosus yang telah dijelaskan di atas, salah satu komplikasi sinusitis yang terberat adalah meningitis akut. Infeksi dari sinus paranasalis dapat menyebar sepanjang saluran vena atau langsung dari sinus yang berdekatan, seperti lewat dinding posterior sinus frontalis atau melalui lamina kribriformis di dekat system sel udara ethmoidalis.
Abses Dura
Adalah kumpulan pus di antara dura dan tabula inrakranium; seringkali mengikuti sinusitis frontalis. Proses ini mungkin timbul lambat sehingga pasien mungkin hanya mengeluh nyeri kepala. Dan sebelum pus yang terkumpul mampu menimbulkan tekanan intracranial yang memadai, mungkin tidak terdapat gejala neurologik lain. Abses subdural adalah kemampuan pus di antara duramater dan araknoid atau permukaan otak. Gejala-gejala kondisi ini serupa dengan abses dura yaitu nyeri kepela yang membandel dan demam tinggi dengan tanda-tanda rangsangan meningen. Gejala utama tidak timbul sebelum tekanan intrakranial meningkat atau sebelum abses memecah ke dalam ruang subaraknoid.
Abses Otak
Setelah system vena dalam mukoperiosteum sinus terinfeksi, maka dapat dimengerti bahwa dapat terjadi perluasan metastatik secara hematogen ke dalam otak. Namun, abses otak biasanya terjadi melalui tromboflebitis yang meluas secara langsung. Dengan demikian, lokasi abses yang lazim adalah pada ujung vena yang pecah, meluas menembus dura dan araknoid hingga ke perbatasan antara substansi alba dan grisea korteks serebri. Pada titik inilah akhir saluran vena, permukaan otak bergabung dengan akhir saluran vena serebralis bagian sentral.
Kontaminasi substansi otak dapat terjadi pada puncak suatu sinusitis supuratif yang berat, dan proses pembentukan otak dapat berlanjut sekalipun penyakit pada sinus telah memasuki tahap resolusi normal. Oleh karena itu, kemungkinan terbentuknya abses otak perlu dipertimbangkan pada semua kasus sinusitis frontalis, ethmoidalis, dan sfenoidalis supuratif akut yang berat, yang pada fase akut dicirikan oleh suhu yang meningkat tajam dan menggigil sebagai sifat infeksi intravena. Kasus seperti ini perlu diobservasi selama beberapa bulan. Hilangnya nafsu makan, penurunan berat badan, kakeksia sedang, demam derajat rendah sore hari, nyeri kepala berulang, serta mual dan muntah yang tak dapat dijelaskan mungkin merupakan satu-satunya tanda infeksi yang berlokasi dalam hemisfer serebri.
Komplikasi-komplikasi intrakranial ini sekali-sekali tidak boleh ditafsirkan selalu berjalan mengikuti urutan dari meningitis ke abses lobus frontalis. Komplikasi ini dapat terjadi setiap saat dengan hanya sedikit atau tanpa keterlibatan varian lainnya. Pengobatan infeksi supuratif intrakranial yang berat kembali berupa terapi antibiotik yang intensif, drainase secara bedah pada ruangan yang mengalami abases dan pencegahan penyebaran infeksi.
           



Bab IV : KESIMPULAN


Sinusitis akut pada umumnya timbul setelah ISPA. Anak-anak bisa mengalami 6 – 8 x ISPA  per tahun, dan kira-kira 5 % akan mengakibatkan sinusitis bacterial akut. Adanya suatu sinusitis akut harus dicurigai bila infeksi saluran napas atas berlangsung lebih dari 10 – 14 hari. Walaupun 40 % kasus sinusitis dapat sembuh dengan sendirinya, semua pasien tetap harur diterapi  agar terjadi perbaikan klinis yang lebih cepat, menghilangkan mikroorganisme dari sinus, mencegah penyakit kronis, dam mencegah komplikasi.
Pada kebanyakan kasus amoksisilin 40 mg/kg/hari dalam 3 dosis merupakan terapi antibiotik inisial. Antibiotik ini aman, efektif untuk pathogen pada umumnya , dan dapat ditoleransi dengan baik oleh pasien.
Pada anak dengan episode sinusitis yang sering, identifikasi dan terapi  dari factor predisposisi sangat penting.
Tujuan dari terapi sinusitis, selain mengobati sinusitis itu sendiri adalah mencegah jangan sampai terjadi komplikasi.












DAFTAR PUSTAKA


  1. Naspitz, Charles K. Childhood Rhinitis and Sinusitis Pathophysiology and Treatment. Marcel Dekker, Inc. 1990. Page 193-215.
  2. Bluestone, Charles D. et al. Pediatric Otolaryngology. W.B. Saunders Company. 1983. Page 661-678, 781-798.
  3. Ikatan Dokter Anak Indonesia. Standar Pelayanan Medis Kesehatan Anak Edisi 1 2004. Badan Penerbit IDAI. 2004. Hal 355-358.
  4. Mereinstein, Gerald B. et al. Buku Pegangan Pediatri. Widya Medika. 1995. Hal 450-453.
  5. Burg, Fredrick D. et al. Gellis & Kagan’s Current Pediatric Therapy 15th ed. W.B. Saunders Company. 1996. Page 126-129.
  6. Herfindal, Eric T; Gorley, Dick R. Textbook of Therapeutics Drug and Disease Management 7th ed. Lippincot Williams & Wilkins. 2000. Page 1388-1392.
  7. Friedman, Ellen M et al. The Otolaryngologic Clinics of North America vol. 22/no.3. W.B. Saunders Company. June 1989. Page 552-568.
  8. Tunkel, David E; Grundfast, Kenneth M. The Pediatric Clinics of North America vol 50/no.2. W.B. Saunders Company. April 2003. Page 413-426.
  9. Roland, N.J. Key Topics in Otolaryngology and Head and Neck Surgery. BIOS Scientific Publisher. Page 5-9,47-51,285-287.
  10. Supardi, Efiyati Arsyad et al. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Kepala Leher. FKUI. 2001. Hal 110-124.
  11. Hall, I. Simpson; Colman, Bernard H. Disease of the Nose, Throat, and Ear a Handbook for Students and Practitioner 9th ed. The English Language Book Society and E & S Livingstone, Ltd. 2000. Page 81-112.
  12. Levine, Howard L. Endoscopic Sinus Surgery. Thieme Medical Publisher Inc. 1993. Page 244-256.
  13. Dolowitz, David A. Basic Otolaryngology. Mc Graw Hill Book Company. Page 114-133.
  14. Ballenger, John Jacob. Disease of the Nose, Throat, Ear, Head and Neck 13th ed. Lea & Febiger. 1985. Page 205-217.
  15. Cummings, Charles W et al. Otolaryngology-Head & Neck Surgery Update I. The C.V. Mosby Company. 1989. Page  81-94.
  16. Thompson, Sir St Clair. Disease of the Nose and Throat a Textbook for Student and Practitioners 6th ed. Cassell & Company Ltd. 1955. Page 298-306.
  17. Wilson, Wiliam R. Otolaryngology 2nd ed vol III Head and Neck. W.B. Saunders Company. Page 1972-1983.
  18.  Cefprozil vs_ Amoxicillin in the Treatment of Childhood Acute Sinusitis.htm http://72.14.203.104/search?q=cache:PtgBgJzA5kAJ:www.int-pediatrics.org/PDF/Volume%252015/15-2/simon.pdf+paranasal+sinusitis+in+child&hl=id&gl=id&ct=clnk&cd=20
  19. Clinical Practice Guideline Management of Sinusitis -- Subcommittee on Management of Sinusitis and Committee on Quality Improvement 108 (3) 798 -- AAP Policy.htm  http://aappolicy.aappublications.org/cgi/content/full/pediatrics;108/3/798
  20. eMedicine - Pediatric Sinusitis, Surgical Treatment  Article by John E McClay, MD.htm  http://www.emedicine.com/ENT/topic613.htm
  21. Pediatric Rhinosinusitis http://www.utmb.edu/otoref/Grnds/Pedi-sinus-2004-0512/Pedi-sinus-2004-0512.doc
  22. Sinusitis - My Child Has - Children's Hospital Boston.htm http://www.childrenshospital.org/az/Site1599/mainpageS1599P0.html
  23. Ten Day Mark  http://www.w3.org/TR/REC-html40">
  24. WhatisSinusitis.htm         http://www.entnet.org/healthinfo/sinus/sinusitis.cfm
  25. Pediatric Sinusitis – Symptoms Profile with Associated Atopic Conditions. pdf


Tidak ada komentar:

Posting Komentar