Senin, 08 September 2014

Kepemimpian keperawatan


Kepemimpian keperawatan
       Sebagai pemimpin diprofesi, selai membantu meningkatkan kesehatan klien, perawat juga mampu meningkatkan kemampuan dilingkungan kerja perawat secara professional. Kerana pengetahuan dan keterampilan khusus mereka masih memungkinkan untuk dikembangkan dan juga kepemimpinan dikomunitas, sosial dalam masyarakat sebagai satu kesatuan.
       Menurut Harsey, Blanchard dan Johson (1999) adalah proses memperaruhi aktivitas individu atau kelompok dalam upaya mencapai tujuan pada suatu situasi. Sedangkan menurut Hasibuan (2005), kepemimpinan adalah cara seorang pemimpin memengaruhi perilaku bawahan agar mau bekerja secara produktif untuk mencapai tujuan organisasi.
a.      Karekteristik kepemimpinan
Menurut Hellriegel dan Slocum (1993) menekankan keterampilan kepemimpinan yaitu :
1)        Pemberdayaan. Pemimpin yang memberdayakan orang lain membagi pengaruh dan pengendalian dengan anggota kelompok dalam memutuskan cara mencapai tujuan organisasi. Melalaui pemberdayaan, pimpinan memberikan orang lain, rasa pencapaian, kepemilikan, dan harga diri. Satu cara pemimpin perawat dapat memberdayakan staf adalah mendiskusikan dengan mereka ide-ide tentang memberikan perawatan klien.
2)        Intuisi. Seorang pemimpin dapat membangun hubungan saling percaya dengan orang lain, mengamati situasi, mengantisipasi kebutuhan untuk berubah, dan segera bergerak untuk membuat perubahan yang sesuai.
3)        Pemahaman diri, dalam hal ini mencakup suatu kemampuan untuk menyadari kekuatan dan kelemahan diri sendiri. Membangun kekuatan diri dan mengoreksi atau memperbaiki kekurangan penting dilakukan agar kepemimpinan efektif.
4)        Visi, pemimpin dengan visi membayangkan situasi yang berbeda dan lebih baik serta mengidentifikasi cara-cara untuk mencapainya. Kepemimpianan visioner tidak berarti secara konstan membayangkan tujuan baru dan orisinal; visi dapat semata-mata menyatukan caring dan efisein dalam memenuhi kebutuhan pegawai dan klien.
5)        Kongruensi nilai. Merupakan kemampuan untuk memahami dan menerima misi serta tujuan dari organisasi dan nilai pegawai serta untuk mendamaikannya.

b.      Gaya kepemimpinan
       Gaya kepemimpianan didefinisikan sebagai kombinasi yang berbeda dari perilaku tugas dan hubungan yang digunakan untuk memperaruhi orang lain untuk menyelesaikan tujuan (Huber, 2000). Beberapa gaya kepemimpinan antara lain :
a.       Kepemimpinan karismatik
       Dicirikan dengan suatu hubungan emosional antara pemimpin dan anggota kelompok yang memimpinnya “menginspirasi orng lain dengan mendapatakan  komitmen emosional dari pengikut dan dengan membangkitkan rasa setia dan antusiasisme yang kuat” (Marriner-Tomey, 2000). Suatu hubungan karismatik ada saat pemimpin dapat mengkomunikasi rencana perubahan dan pengikut mematuhi rencana tersebut karena keyakinan dan kepercayaan mereka terhadap kemampuan pemimpin. Pengikut dari pemimpin karismatik dapat mengatasi kesulitan ekstrem untuk mencapai tujuan karena keyakinan mereka terhadap pemimpin.

b.      Kepemimpinan otoriter
    Pemimpin membuat keputusan untuk kelompok. Gaya kepemimpinan ini juga disebut sebagai kepemimpinan direktif atau otokratik. Kepemimpinan otoriter disamakan dengan kediktatoran dan mengsyaratkan bahwa kelompok tidak mampu membuat keputusan sendiri. Pemimpin menentukan kebijakan, memberikan perintah dan arahan kepada anggota kelompok. Kepemimpinan otoriter secara umum memiliki konotasi negative dan sering membuat anggota kelompok tidak puas. Karena perbedaan status antara pemimpinan dan anggota kelompok derajat keterbukaan dan kepercayaan antara pimpinan dan anggota kelompok minimal atau tidak ada. Kepemimpian otoriter ini mungkin paling efektif pada halusinasi yang membutuhakan kepuasan segera, contoh pada saat pasien henti jantung, peristiwa kebakaran di unit, kecelakaan pesawat terbang atau keadaan kedarutan lainya.
c.       Kepemimpinan demokratis atau partisipatif
       Pemimpin bertindak sebagai katalisator atau fasilitator, secara aktif memandu kelompok kearah pencapaian tujuan kelompok. Pemberian kritikan yang konstruktif, pemberian informasi, pemberian saran, dan pengajuan pertanyaan menjadi fokus pemimpin partisipatif. Jenis kepemimpinan ini menurut pemimpin untuk memiliki keyakinan kepada anggota kelompok dalam menyelesaikan tujuan. Kepemimpinan demokratis dilandaskan pada prinsip sebagai berikut :
1)      Setiap anggota kelompok harus berpatisipasi dalam pengambilan keputusan.
2)      Kebebasan keyakinan dan tindakan diperolehkan dalam batasan yang masuk akal yang ditetapkan oleh masyarakat dan kelompok.
3)      Tiap individu bertanggung jawab terhadap diri mereka sediri dan kesejahteraan kelompok.
4)      Harus ada perhatian dan pertimbangan untuk tiap anggota kelompok sebagai individu yang unik.
       Kepemimpinan demokratis membutuhkan kerja sama dan koordinasi yang sangat besar dari anggota kelompok. Gaya kepemimpinan ini dapat sangat efektif dalam tatanan perawatan kesehatan (Tappen, 2001).
d.      Kepemimpian laissez-faire
       Gaya kepemimpianan ini tanpa pengarahan digambarkan sebagai pemimpin yang tidak aktif, pasif, dan permisif; yang memberikan sedikit perintah, pertanyaan, anjuran, atau kritikan (Tappen, 2001). Pendekatan laissez-faire akan berhasil sangat baik jika anggota kelompok memiliki kematangan personal dan professional sehingga saat kelompok telah membuat keputusan, anggota kelompok berkomitmen terhadap keputusan itu dan memiliki keahlian yang dibutuhkan untuk mengimplementasikan nya.



e.       Kepemimpinan situasional
       Tingkat pengarah dan dukungan bervariasi bergantung pada tingkat kematangan pegawai atau kelompok. Pemimpin menerenapkan satu dari empat gaya, yaitu;
1)      Directive
Gaya kepemimpinan yang dicirikan dengan pemberian intruksi yang jelas dan arahan yang spesifik untuk pegawai yang tidak matang.
2)      Coaching
Gaya kepemimpinan yang dicirikan dengan pengembangan komunikasi dua arah dan membantu pekerja yang menuju kematangan membangun rasa percaya diri dan motivasi.
3)      Suppoting
Gaya kepemimpinan yang dicirikan dengan komunikasi aktif dua arah dan mendukung upaya pekerja yang matang untuk menggunakan bakat mereka.
4)      Delegating
Gaya kepemimpinan tanpa intervensi ketika pegawai yang sudah sangat matang diberikan tanggung jawab untuk melaksanakan rencana dan membuat keputusan tugas.

f.       Kepemimpinan transaksional
       Pemimpin transaksional memahami dan memenuhi kebutuhan kelompok. Hubungan dengan pengikut dilandaskan pada pertukaran beberapa sumber yang dihargai pengikut. Insentif ini digunakan untuk meningkatkan kesetian dan performa. Sebagai contoh, untuk memastikan jumlah staf yang adekuat pada sift malam, perawat manajer bernegosiasi dengan staf perawat, yaitu bagi mereka yang bekerja sift malam mendapat libur pada akhir pekan.

g.      Kepemimpinan transformasional
      Menekankan kembali visi yang dibagi manajer-pemimpin dengan kelompok, menekan pentingnya mempersiapkan ruang untuk berubah.  Kepemimpinan transformasional dicirikan dengan empat faktor primer yaitu :
1)      Karisma
Pemimpin karismatik sangat dihargai dan dipandang dengan penuh rasa hrmat, dedekasi dan kekaguman. Mereka menetapkan standar tinggi, menantang staf mereka untuk melebihi tingkat usaha yang diharapkan.
2)      Motivasi inspirasional
Pemimpin berbagai visi dengan staf yang menarik emosi dan cita-cita mereka.
3)      Stimulasi intelektual
Pemimpin menstimulasi pengikut untuk mempanyakan status quo : untuk mempertanyakan secara kritis mengenai apa yang mereka lakukan dan mengapa.
4)      Contingen reward
            Pemimpin menyadari tujuan yang disepaati bersama dan memberikan penghargaan pada pencapaian pegawai.

       Kepemiminan transformasional diharapakan akan menjadi hal yang sangat penting dalam mencapai system perawatan kesehatan yang mewjudkan kesejahteraaan keperawatan holistik.

       Manajemen dan kepemimpinan pendekatn praktik keperawatan. Manajemen dapat memberikan kemudahan dan pemenuhan kebutuhan. Dalam pelaksanaan kepemimpinan yang baik adalah kepemimpinan situasional atau sesuai dengan situasi dan kondisi yang terjadi, karena setiap model kepemimpinan memiliki kelebihan dan kekurangan dalam pelaksanaannya, salah satu contoh pada situasi dan kondisi memerlukan ketegasan dan kecepatan dalam bertindak maka kepemimpinan otoriter baik untuk digunakan (dengan berbagai pertimbangan didalamnya) namun apalagi resiko ada minimal yang dipilih sebagai keputusan bersama, dan ketika dihadapkan pada situasi dan kondisi memerlukan kesabaran maka kepemimpinan transaksional patut menjadi pertimbangan jadi fleksibilitas perlu kita jadikan acuan dalam mengambil keputusan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar