BAB II
TINJAUAN TEORI
A. Pengertian
Pneumothoraks adalah
adanya udara dalam rongga pleura akibat robeknya pleura (Sylvia A. Price,
2006).
Pneumothoraks merupakan
suatu keadaan terdapatnya udara didalam rongga pleura. (Arif Muttaqin, 2008).
Pneumothoraks merupakan
keluarnya udara dari paru akibat cidera ke dalam ruang pleura karena robeknya
pembuluh interkosta. (Brunner & Suddarth, 2001).
Berdasarkan ketiga
pengertian diatas penulis menyimpulkan bahwa pneumothoraks adalah suatu keaadaan
dimana terdapatnya udara di rongga pleura akibat robeknya pleura atau robeknya
pembuluh interkosta pada ruang pleura.
B. Patofisiologi
1. Klasifikasi
a. Traumatik
1) Terbuka
2) Tertutup
3) Tekanan
b. Spontan
2. Etiologi
a. Traumatik
1) Pnemothoraks
terbuka
Luka tembus merupakan
penyebab utama dari pneumothoraks traumatik. Ketika udara masuk kedalam rongga
pleura yang dalam keadaan normal. Tekanan lebih rendah dari tekanan atmosfir,
paru akan kolaps sampai pada batas tertentu. Akan tetapi jika terbentuk saluran
terbuka, maka kolaps masih akan terjadi sampai tekanan dalam rongga pleura sama
dengan tekanan atmosfir.
2) Pneumothoraks
tertutup
Dimana terjadi cacat
yang menyebabkan terbentuknya hubungan antara rongga pleura dan atmosfir
menutup dengan sendirinya.
3) Pneumothoraks
tekanan
Terjadi jika hubungan
itu tetap terbuka selama inspirasi dan menutup selama ekspirasi, banyak udara
akan tertimbun dalam rongga pleura; sehingga tekanannya akan melebihi tekanan
atmosfir, akibatnya akan terjadi kolaps total.
b. Spontan
Pnemothoraks spontan
adalah istilah yang digunakan untuk menggambarkan suatu pneumothoraks yang
terjadi secara tiba-tiba dan tak terduga dengan atau tidak adanya penyakit paru
yang mendasarinya. Penyakit paru yang biasa mengakibatkan pneumothoraks sekunder
spontan emfisema, pneumonia, neo plasma, dan PPOM (penyakit paru obstruktif
menahun). Pneumothoraks spontan juga dapat terjadi pada usia muda yang terlihat
bahwa orang tersebut kelihatan sehat, biasanya usia antara 20 – 30 tahun, dan
disebut pneumothoraks spontan ideopatik atau primer. Biasanya penyebabnya adalah
pecahnya bleb subpleura pada
permukaan paru. Penyebab terbentuknya bleb
pada orang yang sehat belum diketahui secara pasti namun terkadang
dilaporkan adanya predisposisi familial. (arif muttaqim, 2008)
3. Proses
perjalanan penyakit
Saat inspirasi, tekanan
intrapleura lebih negatif dari pada tekanan intrabronkhial, sehingga paru akan
berkembang mengikuti dinding thoraks dan udara dari luar yan tekanannya nol (0)
akan masuk ke bronkhus hingga sampai ke alveoli. Saat ekspirasi, dinding dada menekan
rongga dada sehingga tekanan intrapleura akan lebih tinggi dari tekanan di
alveolus atau pun dibronkus, sehingga udara ditekan keluar melalui bronkus.
Tekanan intrabronkhial meningkat apabila ada tahanan jalan napas. tekanan intra
bronkhial akan lebih meningkat lagi pada waktu batuk, bersin, atau mengejan,
karena pada keadaan ini glotis tertutup. Apabila dibagian perifer dari bronkhus
atau alveolus ada bagian yang lemah, bronkus atau alveolus itu akan pecah atau
robek.
Pneumothoraks terjadi
karena adanya kebocoran dibagian paru yang berisi udara melalui robeknya atau
pecahnya pleura. Robekan ini berhubungan dengan bronkus. Pelebaran alveoli dan
pecahnya septa-septa alveoli kemudian membentuk suatu bula yang disebut
granulomatous fibrosis. Granulomatous fibrosis adalah salah satu penyebab
tersering terjadinya pneumothoraks, karena bula tersebut berhubungan dengan
adanya obstruksi emfisema. (arif muttaqim, 2008)
4. Manifestasi
klinis
a. Traumatik
1) Tertutup
Pada pneumothoraks yang
kecil atau terjadi lambat tidak menimbulkan gejala secara pasti namun bila
pneumothoraks yang luas dan cepat akan menimbulkan gejala seperti : nyeri tajam
saat ekspirasi, peningkatan frekuensi napas, kecemasan meningkat, produksi
keringat berlebihan, penurunan tekanan darah, sampai hilangnya pergerakan dada
pada sisi yang sakit. Saat di perkusi terdapat hiperresonan pada sisi yang sakit. Sedangkan saat dilakukan
auskultasi penurunan hilangnya napas pada sisi yang sakit.
2) Terbuka
Inspeksi sesak napas
berat, terlihat adanya luka terbuka dan suara menghisap ditempat luka pada saat
ekspirasi. Palpasi pendorongan trakhea dari garis tengah menjauhi sisi yang
sakit, perkusi hipersonan pada sisi yang sakit auskultasi penurunan sampai
hilangnya suara napas pada sisi yang sakit.
3) Tekanan
Inspeksi sesak napas
berat, penurunan sampai hilangnya pergerakan dada pada sisi yang sakit, palpasi
pendorongan menjauhi sisi yang sakit dan distensi vena jugularis, perkusi
hiperresonan pada sisi yang sakit, penurunan sampai hilangnya suara napas pada
sisi yang sakit.
b. Spontan
Nyeri dada, napas
pendek , sesak dan timbul secara tiba-tiba tanpa ada trauma dari luar paru.
(Sylvia A Price, 2005)
5. Komplikasi
Akibat
lanjutan dari pneumothoraks adalah pro pneumothorak,
pneumothorak di sertai
empyema pada satu sisi paru, hydropneumothorak, terdapat cairan serosa, pneumothorak mediastinum, pergerakan udara progresif ke mediastinum
(brunner & suddart, 2002)
C. Penatalaksanaan
medis
Penatalaksanaan
pneumothoraks bergantung pada jenis pneumothoraks yang dialaminya, derajat kolaps
berat ringannya gejala, penyakit dasar, penyulit yang terjadi saat melaksanakan
pengobatan yamng meliputi : tindakan dekopresi yaitu membuat hubungan antara
rongga pleura dengan lingkungan luar agar tekanan udara positif dirongga pleura
akan berubah menjadi negatif. Ada beberapa cara yaitu : menusukan jarum melalui
dinding dada hingga masuk ke rongga pleura, atau dengan tranfusi set.
perlu dipasang selang
trakotomi yang dihhubungkan dengan water-sealed-drainase
untuk membantu pengembangan paru kembali normal. Adapnun dengan cara penghisapan berlanjut apabila
tekanan intra pleura tetap positif dan pencabutan drainase dilakukan bila paru
telah mengmbang secara maksimal. (arif muttaqim, 2008)
penatalaksanaan lain yaitu
dengan tindakan pembedahan yaitu dengan cara pembukaan dinding thoraks maka
dapat dicari lubang yang menyebabkan pneumothoraks, lalu lubang tersebut
dijahit. Jika pada saat pembedahan dijumpai penebalan pleura yang dapat
menyebabkan paru tidak mengmbang secara maksimal, maka dapat dilakukan
pengelupasan atau dekortisasi. (Elisabethz crowin, 2002)
D. Asuhan
keperawatan
1. Pengkajian
keperawatan
a. Riwayat
penyakit saat ini
Keluhan utama meliputi
sesak napas, bernapas terasa berat pada dada, dan keluhan sulit bernapas serta
nyeri dada. Seringkali sesak napas datang mendadak, dan semakin berat. Nyeri
dada dirasakan pada sisi yang sakit, rasa berat, tertekan dan terasa lebih
nyeri pada gerakan pernapasan. Selanjutnya dikaji apakah ada riwayat trauma
yang mengenai organ rongga dada seperti peluru yang menembus dada dan paru,
ledakan yang menyebabkan tekanan dalam paru meningkat, kecelakaan lalulintas
biasanya menyebabkan trauma tumpul didada yang menyebabkan trauma tumpul didada
atau tusukan benda tajam langsung menembus pleura.
b. Riwayat
penyakit terdahulu
Perlu ditanyakan apakah
klien pernah menderita penyakit paru seperti TB paru, pneumonia atau PPOM
(penyakit paru obstruksi menahun) dimana sering terjadi pada pneumothoraks
spontan.
c. Riwayat
penyakit keluarga
Perlu ditanyakan apakah
ada anggota keluarga klien yang menderita penyakit-penyakit yang mungkin dapat
menyebabkan pneumothoraks seperti kanker paru, TB paru, PPOM dan lain-lain yang
berhubungan dengan penyebab pneumothoraks.
d. Pengkajian
psikososial
Pengkajian psikososial
meliputi perasaan klien terhadap penyakitnya, bagaimana cara mengatasinya
setara bagaimana perilaku klien pada tindakan yang dilakukan terhadap dirinya
e. Pemeriksaan
fisik
Inspeksi peningkatan
usaha dan frekuensi pernapasan, serta penggunaan otot bantu pernapasan.
Pernapasan ekspansi dada yang asimetris (pergerakan dada tertinggal pada dada
yang tertinggal pada dada sisi yang sakit), iga melebar, rongga dada asimetris
(cembung pada sisi yang sakit). Pengkajian batuk yang produktif dengan sputum
yang purulen. Trakhea dan jantung terdorong ke sisi yang sehat.
Palpasi taktil fermitus
menurun pada sisi yang sakit. Disamping itu, pada palpasi juga ditemukan pergerakan
dinding dada yang tertinggal pada dada yang sakit. Pada sisi yang sakit, ruang
antar iga bisa saja normal atau melebar.
Perkusi suara ketok
pada sisi yang sakit, hipersonor sampai timpani, dan tidak bergetar. Batas
jantung terdorong ke arah thoraks yang sehat, apabila tekanan intrapleura
tinggi.
Auskultasi suara napas
menurun sampai menghilang pada sisi yang sakit. Pada posisi duduk, semakin ke
atas letak cairan maka akan semakin tipis, sehingga suara napas terdengar
amforis, bila ada fistel bronkhopleura yang cukup besar pada pneumothoraks
terbuka.
Dan untuk pemeriksaan
radiologi pneumothoraks akan tampak hitam, rata, dan paru yang kolaps akan
tampak garis yang merupakan tepi paru. Kadang – kadang paru yang kolaps tidak
membentuk garis, tetapi berbentuk lobuler yang sesuai dengan dengan lobus paru.
Adakalanya paru mengalami kolaps tersebut, hanya tampak seperti massa yang berada
didaerah hulus. Untuk pemeriksaan darah lengkap dan analisa gas darah perlu
dilakukan untuk mengetahui adanya perubahan pertukaran gas.
(sumber : arif mutaqim, 2008)
2. Diagnosa
keperawatan
1. Ketidak
efektifan pola pernafasan yang berhubungan dengan menurunnya ekspansi paru
sekunder terhadap peningkatan tekanan dalam rongga pleura.
2. Bersihan
jalan napas tidak efektif yang berhubungan dengan adanya akumulasi sekret jalan
napas.
3. Gangguan
pertukaran gas yang berhubungan dengan penurunan kemampuan ekspansi paru dan
kerusakan membran aveolar kapiler.
4. Resiko
tinggi terjadi infeksi yang berhubungan dengan adanya port de entre (lubang) akibat luka penusukan tindakan WSD.
5. Kerusakan
integritas jaringan yang berhubungan dengan adanya luka pasca pemasangan WSD.
6. Resiko
tinggi trauma yang berhubungan tidak optimalnya drainase selang sekunder akibat
pipa WSD yang terjepit.
7. Gangguan
pemenuhan kebutuhan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh yang berhubungna
dengan peningkatan metabolisme tubuh, penurunan nafsu makan akibat sesak napas
sekunder perhadap penekanan struktur abdomen.
8. Gangguan
ADL (aktivity daily living) yang berhubungan dengan kelemahan fisik umum,
keletihan sekunder adanya sesak napas.
9. Cemas
berhubungan dengan adanya ancaman kematian yang dibayangkan (ketidakmampuan
untuk bernapas)
10. Gangguan
pola tidur dan istirahat berhubungan dengan batuk yang menetap dan sesak napas
serta perubahan suasana lingkungan
11. Kurangnya
pengetahuan yang berhubungan dengan informasi yang tidak adekuat mengenai
proses penyakit dan pengobatan.
(sumber : arif muttaqim, 2008)
3. Perencanaan
kaperawatan
a. Ketidak
efektifan pola pernafasan yang berhubungan dengan menurunnya ekspansi paru
sekunder terhadap peningkatan tekanan dalam rongga pleura.
Tujuan dan keriteria
hasil : setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan pola napas kembali
efektif, tidak terjadi komplikasi seperti syok, gagal napas, hipoksia,
Intervensi
1) Mengidentifikasi
etiologi/faktor pencetus. Contoh kolaps spontan, trauma, kegansan, infeksi,
komplikasi ventilasi mekanik.
Rasional : Pemahaman
penyebab kolaps paru perlu untuk pemasangan selang dada yang tepat dan memilih
tindakan terapeutik lain.
2) Evaluasi
fungsi pernapasan, catat kecepatan/pernapasan serak, dispnea, keluhan “lapar
udara” terjadinya sianosis, perubahan tanda vital.
Rasional : Distres
pernapasan dan perubahan pada tanda vital dapat terjadi sebagai akibat stres
fisologi dan nyeri atau dapat menunjukan terjadinya syok sehubungan dengan
hipoksia/perdarahan.
3) Awasi kesesuaian pola pernapasan bila
menggunakan ventilasi mekanik. Catat perubahan tekanan udara.
Rasional : Kesulitan
bernapas “dengan” ventilator dan/atau peningkatan tingkatan jalan napas diduga
memburuknya kondisi/terjadinya komplikasi (mis, ruptur spontan dari bleb,
terjadinya pneumotorak).
4) Auskultasi
bunyi napas.
Rasional : Bunyi napas
dapat menurun atau tak ada pada lobus, segmen paru, atau seluruh area paru
(unilateral). Area atelektasis tak ada bunyi napas, dan sebagian area kolaps
menurun bunyinya. Evaluasi juga dilakukan untuk area yang baik pertukaran gasnya
dan memberikan data evaluasi perbaikan pneumotorak.
5) Catat
pengembangan dada dan posisi trakea.
Rasional : Pengembangan
dada sama dengan ekspansi paru. Deviasi trakea dari area sisi yang sakit pada
tegangan pneumotorak.
6) Kaji
fremitus.
Rasional : Suara dan
taktil fremitus (vibrasi) menurun pada jaringan yang tersisi
cairan/konsolidasi.
7) Kaji
pasien adanya area nyeri tekan bila batuk, napas dalam.
Rasional : Sokong
terhadap dada dan otot dan abdominal membuat batuk lebih efektif/mengurangi
trauma
8) Dorong
pasien untuk duduk sebanyak mungkin.
Rasional : Meningkatkan
inspirasi maksimal, meningkatkan ekspansi paru dan ventalitas pada sisi yang
tak sakit
b. Bersihan
jalan napas tidak efektif yang berhubungan dengan adanya akumulasi sekret jalan
napas.
Tujuan dan keriteria
hasil : setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan jalan napas kembali
efektif, tidak ada sumbatan sputum, jalan napas bersih
Intervensi
1) Awasi
perubahan status jalan napas dengan memonitor jumlah, bunyi, atau status
kebersihan.
Rasional : penurunan
aliran udara terjadi pada area yang tertekan oleh udara, bunyi napas biasanya
rales atau pun tidak terdengar karena adanya udara pada rongga pleura,
2) Kaji
frekuensi/kedalaman pernafasan dan gerakan dada.
Rasional : takipnea,
pernapasan dangkal, dan gerakan dada tak simetris sering terjadi karena
ketidaknyamanan gerakan dinding dada.
3) Berikan
pelembab saat terpasang O2
Rasional : cairan
diperlukan untuk menggantikan kehilangan baik yang tampak maupun yang tidak,
saat bernapas paien akan mengeluarkan uap sehingga diperlukan pelembab untuk
mengurangi uap yang keluar,
4) Lakukan
tindakan pembersihan jalan napas dengan fibrasi, clapping, atau postural drainase (jika perlu lakukan
suction)
Rasional : membantu
melancarkan pembersihan dan merangsang batuk secara mekanik pada pasien yang
tak mampu melakukan karena batuk tidak produktif
5) Ajarkan
teknik batuk efektif dan cara menghindari alergi.
Rasional : batuk adalah
mekanisme pembersihan jalan napas alami, membantu silia mempertahankan
mekanisme paten.
6) Berkolaborasi dengan tim medis untuk pemberian obat bronkodilator
Rasional : alat untuk
menurunkan spasme bronkus dengan mobilisasi sekret. Analgesik diberikan untuk
memperbaiki batuk dengan cara menurunkan ketidak nyamanan tetapi harus
digunakan secara hati-hati.
c. Gangguan
pertukaran gas yang berhubungan dengan penurunan kemampuan ekspansi paru dan
kerusakan membran aveoler kapiler.
Tujuan dan keriteria
hasil : setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan gangguan pertukaran
gas tidak terjadi, tidak ada tanda-tanda asidosis ataupun alkalosis,
Intervensi
1) Awasi
perubahan status pernapasan
Rasional : manifestasi
syok pernapasan pada indikasi tertentu dapat terjadi karena perubahan volume
udara yang masuk.
2) Atur
posisi sesuai dengan kebutuhan
Rasional :posisi fowler
ataupun semi fowler dapat melancarkan pernapasan karena posisi trakhea akan
lebih terbuka saat posisi tersebut.
3) Berikan
oksigenasi
Rasional :tujuan terapi
O2 adalah mempertahankan PaO2 di atas 60 mg, oksigen
diberikan dengan metode yang memberikan pengiriman tepat dalam toleransi
pasien.
4) Ajarkan
teknik bernapas dan releksasi yang benar
Rasional : ansietas
dapat menyebabkan masaslah psikologis sesuai dengan respon fisiologi terhadap
hipoksia.
5) Pertahankan
berkembangnya paru dengan memasang ventilasi mekanis, chest tube, dan chest
drainase sesuai dengan indikasi
Rasional : dapat
dilakukan bila kondisi memungkinkan terjadinya gagal napas akut, sehingga perlu
dilakukan untuk mencegah terjadinya komplikasi.
d. Resiko
tinggi terjadi infeksi yang berhubungan dengan adanya port de entre (lubang) akibat luka penusukan tindakan WSD.
Tujuan dan keriteria
hasil : setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan resiko tinggi tidak
terjadi, tidak ada tanda-tanda radang, tidak ada tanda-tanda infeksi,
Intervensi
1) Kaji
warna kulit atau suhu dan pengisian kapiler pada area pemasangan WSD dan tandur
kulit
Rasional : mmerupakan
tanda dan gejala infeksi sekunder yang harus dicegah dengan memonitor tanda dan
gejala tersebut.
2) Tetap
pada dasilitas kontrol infeksi (sterillisasi dan prosedur antiseptik)
Rasional : tindakan
sesuai dengan prosedur dan sesuai dengan prinsip steril dapat mencegah
terjadinya infeksi sekaligus mengurangi resiko.
3) Ulangi
studi laboratorium untuk mengetahui kemungkinan terjadinya infeksi sistemik.
Rasional : leukosit
tinggi menunjukan adanya infeksi, sehingga memerlukan intervensi lebih lanjut
dengan bantuan tim medis lain.
4) Ganti
balutan setiap hari.
Rasional : mencegah
terjadinya infeksi sekunder dan memberikan kenyamanan pada pasien dengan
digantinya balutan.
5) Berkolaborasi
dengan dokter untuk pemberian antibiotik sesuai petunjuk.
Rasional : antibiotik
dapat membunuh mikroorganisme yang
menyebabkan infeksi.
e. Kerusakan
integritas jaringan yang berhubungan dengan adanya luka pasca pemasangan WSD.
Tujuan dan keriteria
hasil : setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan gangguan integritas
kulit dapat teratasi, tidak terjadi perluasan kerusakan jaringan, tidak terjadi
iritasi lain.
Intervensi
1) Monitor
tanda-tanda vital
Rasional :
mengidentifikasi secara dini adanya takikardi yang mungkin indikatif dari
terjadinya infeksi.
2) Waspadai
faktor resiko lanjut
Rasional : ini
mempengaruhi pemulihan luka dan tahanan pada infeksi
3) Tutup
luka dengan balutan steril.
Rasional : mencegah
terjadinya infeksi sekunder dan mempertahankan luka dengan sifat luka itu
sendiri (kering/basah)
4) Kaji
faktor resiko perluasan integritas kulit
Rasional : faktor
resiko perluasan akan mencegah terjadinya perluasan kerusakan yang dapat dicegah
secara dini
f. Resiko
tinggi trauma yang berhubungan tidak optimalnya drainase selang sekunder akibat
pipa WSD yang terjepit.
Tujuan dan keriteria
hasil : setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan resiko tinggi trauma
tidak terjadi, klien tidak nyeri dada, klien tidak sesak napas, klien tidak
terjadi komplikasi dengan pemasangan WSD.
Intervensi
1) Kaji
dengan pasien tujuan/fungsi unit drainase dada, catat gambaran keamanan.
Rasional : Informasi
tentang bagaimana sistem bekerja memberikan keyakinan, munurunkan ansietas
pasien.
2) Pasangkan
kateter torak kedinding dada dan berikan panjang selang ekstra sebelum
memindahkan atau mengubah posisi pasien.
Rasional : Mencegah
terlepasnya kateter dada atau selang terlipat dan menurunkan
nyeri/ketidaknyamanan sehubungan dengan penarikan atau menggerakan selang.
3) Amankan
sisi sambungan selang.
Rasional : Mencegah
terlepasnya selang.
4) Beri
bantalan pada sisi dengan kasa/plester.
Rasional : Melindungi
kulit dari iritasi/tekanan
5) Amankan
unit drainase pada tempat tidur pasien atau pada sangkutan/tempat tertentu pada
area dengan lalulintas rendah
Rasional : Mempertahankan
posisi duduk tinggi dan menurunkan risiko kecelakaan jatuh/unit pecah.
6) Berikan
transportasi aman bila pasien dikirim keluar unit untuk tujuan diagnostik.
Sebelum memindahkan periksa botol untuk batas cairan yang tepat, ada atau
tidaknya gelembung, adanya/derajat/waktu pasang surut. Perlu atau tidak selang
dada diklem atau dilepaskan dari sumber penghisap.
Rasional : Meningkatkan
kontinuitas evakuasi optimal carian/udara selama pemindahan. Bila pasien
mengeluarkan banyak jumlah cairan atau udara dada. Selang harus tidak diklem
atau penghisapan dihentikan karena resiko akumulasi ulang cairan/udara.
Mempengaruhi status pernapasan.
7) Awasi
sisi lubang pemasangan selang, catat kondisi kulit, adanya/karakteristik
drainase dari sekitar kateter. Ganti/pasang ulang kasa penutup steril sesuai
kebutuhan.
Rasional : Memberikan
pengenalan diri dan mengobati adanya erosi/infeksi kulit
8) Anjurkan
pasien untuk menghindari berbaring/menarik selang.
Rasional : Menurunkan
resiko obstruksi drainase/terlepasnya selang.
9) Identifikasi
perubahan/situasi yang harus dilaporkan pada perawat, contoh perubahan bunyi
gelembung, lapar udara tiba-tiba dan nyeri dada, lepaskan alat.
Rasional : Intervensi
tepat waktu dapat mencegah komplikasi serius.
10) Observasi
tanda distres pernapasan bila kateter torak lepas/tercabut (rujuk DK: pola
pernapasan, takefektif)
Rasional : Pneumotorik
dapat terulang/memburuk, karena mempengaruhi fungsi pernapasan dan memerlukan
intervensi darurat.
g. Gangguan
pemenuhan kebutuhan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh yang berhubungna
dengan peningkatan metabolisme tubuh, penurunan nafsu makan akibat sesak napas
sekunder perhadap penekanan struktur abdomen.
Tujuan dan kriteria
hasil : setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan gangguan pemenuhan
nutrisi dapat terpenuhi, berat badan klien dalam batas ideal, nafsu makan klien
baik, tidak ada mual/muntan ataupun anoreksia.
Intervensi
1) Identifikasi
faktor yang menimbulkan mual/muntah atau tidak nafsu makan
Rasional : pemilihan
makanan yang disukai pasien akan menambah nafsu makan dan meningkatkan asupan.
2) Auskultasi
bising usus.
Rasional : mengetahui
gambaran akan kondisi usus untuk saat ini, dan langkah kedepan dalam menentukan
intervensi lebih lanjut
3) Observasi
adanya distensi abdomen
Rasional : distensi
abdomen merupakan manifestasi dari timbulnya penyakit lain yang menyebabkan
komplikasi akan semakin berat
4) Berikan
makanan dalam porsi kecil tapi sering
Rasional : dalam porsi
kecil makanan dapat langsung dicerna dan tidak mengakibatkan mual/muntah
sehingga asupan nutrisi lebih baik
5) Evaluasi
stasus nutrisi umum,
Rasional : kebutuhan
nutrisi sangatlah diperlukan dalam proses penyembuhan karena pembentukan
protein-protein yang terkandung dalam makanan dapat mengidentifikasikan adanya
mal nutrisi.
6) Monitor penurunan berat badan kurang dari
batas normal.
Rasional : penurunan
berat menunjukan adanya malnutrisi atau manifestasi dari penyakit kronik
h. Gangguan
ADL (aktivity daily living) yang berhubungan dengan kelemahan fisik umum,
keletihan sekunder adanya sesak napas.
Tujuan dan keriteria
hasil : setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan gangguan ADL dapat
tercapai, klien dapat memenuhi kebutuhan secara mandiri, klien dapat
beraktivitas bebas.
Intervensi
1) Evaluasi
respon klien terhadap aktivitas. Catat laporan dispnea, peningkatan kelemahan/kelelahan
dan perubahan tanda-tanda vital selama dan setelah aktivitas.
Rasional : menetapkan
kemampuan/kebutuhan pasien dan memudahakan istrahat.
2) Berikan
lingkungan yang tenang dan batasi pengunjung selama fase akut sesuai dengan
indikasi.
Rasional : menurunkan
stres dan rangsangan berlebihan, meningkatkan istirahat.
3) Bantu
pasien untuk memilih posisi yang nyaman untuk istirahat dan/atau tidur
Rasional : pasien
mungkin nyaman dengan kepala lebiih tinggi dari badan,
4) Batu
aktivitas perawatan diri yang diperlukan
Rasional : meminimalkan
kelemahan/kelelahan dan membantu keseimbangan suplai O2
5) Ajarkan
klien teknik ROM pasif ataupu pasif
Rasional : membantu
mencegah terjadinya keram akibat istirahat yang lama dan membantu memperlancar
peredaran darah.
i.
Cemas berhubungan dengan adanya ancaman
kematian yang dibayangkan (ketidakmampuan untuk bernapas)
Tujuan dan keriteria
hasil : setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan cemas dapat teratasi,
klien tidak gelisah, klien tidak bertanya-tanya.
Intervensi
1) Evaluasi
tingkat pemahaman pasien/orang terdekat tentang diagnosa
Rasional : pasien dan
orang terdekat mendengar dan mengasimilasi informasi baru yang meliputi
perubahan ada gambaran diri dan pola hidup. Pemahaman persepsi ini melibatkan
susunan tekanan perawatan individu dan memberikan informasi yang perlu untuk
memilih intervensi yang tepat.
2) Berikan
kesempatan untuk bertanya dan jawab dengan jujur. Yakinkan bahwa pasien dan
pemberi perawatan mempunyai pemahaman yang sama.
Rasional : Membuat
kepercayaan dan menurunkan kesalahan persepsi/salah interpretasi terhadap
informasi.
3) Akui
rasa takut/masalah pasien dan dorong mengekspresikan perasaan
Rasional : Dukungan
kemapuan pasien mulai membuka/menerima kenyataan kanker dan pengobatannya.
Pasien mungkin perlu waktu untuk mengidentifikasi perasaan dan meskipun lebih
banyak waktu untuk mulai mengekpresikannya.
4) Terima
penyangkalan pasien tetapi jangan dikuatkan
Rasional : Bila
penyangkalan ekstrem atau ansietas mempengaruhi kemajuan penyembuhan.
Menghadapi isu pasien perlu dijelaskan dan membuka secara penyelesaiannya.
5) Catat
komentar/prilaku yang menunjukan menerima dan/atau menggunakan strategi efektif
menerima situasi.
Rasional : takut/ansietas
menurun, pasien mulai menerima/secara positif dengan kenyataan. Indikator
kesiapan pasien untuk menerima tanggung jawab untun berpartisipasi dalam
penyembuhan dan untuk mulai hidup lagi.
6) Libatkan
pasien/orang terdekat dalam perencanaan perawatan. Berikan waktu untuk
menyiapkan peristiwa/pengobatan.
Rasional : dapat
membantu memperbaiki beberapa perasaan kontrol/kemandirian pada pasien yang
merasa tak berdaya dalam menerima diagnosa dan pengobatan.
7) Berikan
kenyamanan fisik pasien.
Rasional : ini sulit
untuk menerima dengan isu emosi bila pengalaman ekstrem/ketidaknyamanan fisik
mentap
j.
Gangguan pola tidur dan istirahat
berhubungan dengan batuk yang menetap dan sesak napas serta perubahan suasana
lingkungan
Tujuan dan keriteria
hasil : setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan gangguan pola tidur
dapat teratasi, klien dapat istirahat dengan tenang, klien merasa nyaman
Intervensi
1)
Berikan kesempatan klien untuk tidur sejenak,
anjurkan untuk mengurangi aktivitas
Rasional
: karena aktivitas fisik dan mental yang lama mengakibatkan kelemahan yang
dapat meningkatkan kebingungan, aktivitas yang tinggi tanpa adanya stimulasi
berlebihan dapat menjadi penyebab sulit tidur
2)
Evaluasi adanya stres sesuai dengan
perkembangannya hari demi hari
Rasional
: peningkatan kebingungan disorientasi dan tingkah laku yang tidak kooperatif
dapat mengganggu pola tidur
3)
Anjurkan klien mendengarkan musik yang
lembut dan tenang
Rasional
: dapat menenangkan pikiran dan meningkatkan klien untuk dapat tidur
4)
Berikan klien lingkungan yang nyaman dan
tenang
Rasional
: lingkungan yang tenang dapat menambah keinginan untuk tidur dan istirahat
tidak terganggu karena kenyamanan tersebut.
5)
Kaji faktor penyebab dari sulit tidur
Rasional
: dapat mengidentifikasi tindakan lebih lanjut dari intervensi sesuai dengan
penyebab pasien sulit tidur.
k. Kurangnya
pengetahuan yang berhubungan dengan informasi yang tidak adekuat mengenai
proses penyakit dan pengobatan.
Tujuan dan keriteria
hasil : setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan kurangnya pengetahuan
dapat teratasi, klien dapat mengerti tentang penyakitnya, klien dapat memahami
tentang pengobatannya.
Intervensi
1) Kaji
patologi masalah individu
Rasional : informasi
menurunkan takut karena ketidaktahuan. Memberikan pengetahuan dasar untuk pemahaman
kondisi dinamika dan pentingnya intervensi terapeutik.
2) Indentifikasi
kemungkinan kambuh/komplikasi jangka panjang.
Rasional : penyakit
paru-paru ada yang seperti PPOM berat dan keganasan dapat meningkatkan insiden
kambuh. Selain itu pasien sehat yang mendierita pneumotorak spontan. Insiden
kambuh 10%-50%. Orang yang mempunyai episode spontan kedua berisiko tinggi
untuk insiden ketiga (60%).
3) Kaji
ulang tanda/gejala yang memerlukan evaluasi medik cepat. Contoh nyeri dada
tiba-tiba, dispnea, distres pernapasan lanjut.
Rasional : Berulangnya
pneumotorak memerlukan intervensi medik untuk mencegah/menurunkan potensial
komplikasi.
4) Kaji
ulang praktik kesehatan yang baik. Contoh nutrisi baik, istirahat, latihan.
Rasional : Mempertahankan
kesehatan umum meningkatkan penyembuhan dan dapat mencegah kekambuhan.
(sumber : Arif,
muttaqim, 2008 – Doengoes E marllyn, 2000)
4. Pelaksanaan
keperawatan
1. Pengertian
Pelaksanaan adalah
inisiatif dari rencana tindakan untuk mencapai tujuan yang spesifik
2. Tahapan
pelaksanaan terdiri dari
a. Persiapan
Kesiapan tersebut
meliputi kegiatan – kegiatan
1) Review
tindakan keperawatan yang diidentifikasi pada tahap perencanaan.
2) Menganalisa
pengetahuan dan keterampilan keperawatan yang diperlukan.
3) Mengetahui
komplikasi dari tindakan keperawatan yang mungkin timbul.
4) Menentukan
dan mempersiapkan peralatan yang diperlukan
5) Mempersiapkan
lingkungan yang kondusif sesuai dengan tindakan yang dilakukan.
6) Mengidentifikasi
aspek hukum dan etika terhadap resiko dari potensial tindakan
b. Intervensi
adalah kegiatan pelaksanaan tindakan dari perencanaan untuk memenuhi kebutuhan
fisik dan emosial . Tindakan keperawatan dibedakan berdasarkan kewenangan dan
tanggung - jawab secara professional sebagaimana terdapat dalam standar praktek
keperawatan meliputi :
1) Independen
Tindakan
keperawatan independent adalah suatu tindakan yang dilaksanakan oleh perawat
tanpa petunjuk dan perintah dari dokter atau tenaga kesehatan lainnya
2) Interdependen
Interdependen
tindakan keperawatan menjelaskan suatu kegiatan yang memerlukan suatu kerja
sama dengan tenaga kesehatan lainnya, misalnya : tenaga sosial, ahli gizi
fisioterapi dan dokter
3) Dependent
Tindakan
dependent berhubungan dengan pelaksanaan rencana medis
c. Dokumentasi
Pelaksanaan
tindakan keperawatan harus diikuti oleh pencatatan yang lengkap dan akurat
terhadap kejadian dalam proses keperawatan.
5. Evaluasi
keperawatan
Evaluasi
adalah tindakan intelektual untuk melengkapi proses kerawatan yang menandakan
seberapa jauh diagnosa keperawatan rencana tindakan dan pelaksanaannya sudah
berhasil dicapai kemungkinan terjadi pada tahap evaluasi adalah masalah dapat
diatasi, masalah teratasi sebagian, masalah belum teratasi atau timbul masalah
yang baru. Evaluasi dilakukan yaitu evaluasi proses dan evaluasi hasil.
Evaluasi proses adalah yang
dilaksanakan untuk membantu keefektifan terhadap tindakan. Sedangkan evaluasi
hasil adalah evaluasi yang dilakukan
pada akhir tindakan keperawatan secara keseluruhan sesuai dengan waktu yang ada
pada tujuan. Adapun keberhasilan pada klien Pneumothoraks adalah
a.
Pola nafas kembali efektif
b.
Jalan napas bersih
c.
Tidak ada pertukaran gas
d.
Tidak terjadi trauma paru
e.
Nyeri
teratasi
f.
Tidak ada mal nutrisi
g.
Klien tidak cemas
h.
Tidak
terjadi infeksi
i.
Tidak ada kerusakan integritas kulit
j.
Tidak ada gangguan Mobilitas fisik
k.
Pengetahuan
klien meningkat atau bertambah tentang cara perawatan luka dirumah
Tidak ada komentar:
Posting Komentar