Selasa, 02 September 2014

askep Pneumothoraks


BAB II
TINJAUAN TEORI

A.  Pengertian
Pneumothoraks adalah adanya udara dalam rongga pleura akibat robeknya pleura (Sylvia A. Price, 2006).

Pneumothoraks merupakan suatu keadaan terdapatnya udara didalam rongga pleura. (Arif Muttaqin, 2008).

Pneumothoraks merupakan keluarnya udara dari paru akibat cidera ke dalam ruang pleura karena robeknya pembuluh interkosta. (Brunner & Suddarth, 2001).

Berdasarkan ketiga pengertian diatas penulis menyimpulkan bahwa pneumothoraks adalah suatu keaadaan dimana terdapatnya udara di rongga pleura akibat robeknya pleura atau robeknya pembuluh interkosta pada ruang pleura.


B.  Patofisiologi
1.      Klasifikasi
a.       Traumatik
1)      Terbuka
2)      Tertutup
3)      Tekanan
b.      Spontan 
2.      Etiologi
a.       Traumatik





1)      Pnemothoraks terbuka
Luka tembus merupakan penyebab utama dari pneumothoraks traumatik. Ketika udara masuk kedalam rongga pleura yang dalam keadaan normal. Tekanan lebih rendah dari tekanan atmosfir, paru akan kolaps sampai pada batas tertentu. Akan tetapi jika terbentuk saluran terbuka, maka kolaps masih akan terjadi sampai tekanan dalam rongga pleura sama dengan tekanan atmosfir.
2)      Pneumothoraks tertutup
Dimana terjadi cacat yang menyebabkan terbentuknya hubungan antara rongga pleura dan atmosfir menutup dengan sendirinya.
3)      Pneumothoraks tekanan
Terjadi jika hubungan itu tetap terbuka selama inspirasi dan menutup selama ekspirasi, banyak udara akan tertimbun dalam rongga pleura; sehingga tekanannya akan melebihi tekanan atmosfir, akibatnya akan terjadi kolaps total.

b.      Spontan
Pnemothoraks spontan adalah istilah yang digunakan untuk menggambarkan suatu pneumothoraks yang terjadi secara tiba-tiba dan tak terduga dengan atau tidak adanya penyakit paru yang mendasarinya. Penyakit paru yang biasa mengakibatkan pneumothoraks sekunder spontan emfisema, pneumonia, neo plasma, dan PPOM (penyakit paru obstruktif menahun). Pneumothoraks spontan juga dapat terjadi pada usia muda yang terlihat bahwa orang tersebut kelihatan sehat, biasanya usia antara 20 – 30 tahun, dan disebut pneumothoraks spontan ideopatik atau primer. Biasanya penyebabnya adalah pecahnya bleb subpleura pada permukaan paru. Penyebab terbentuknya bleb pada orang yang sehat belum diketahui secara pasti namun terkadang dilaporkan adanya predisposisi familial. (arif muttaqim, 2008)

3.      Proses perjalanan penyakit
Saat inspirasi, tekanan intrapleura lebih negatif dari pada tekanan intrabronkhial, sehingga paru akan berkembang mengikuti dinding thoraks dan udara dari luar yan tekanannya nol (0) akan masuk ke bronkhus hingga sampai ke alveoli. Saat ekspirasi, dinding dada menekan rongga dada sehingga tekanan intrapleura akan lebih tinggi dari tekanan di alveolus atau pun dibronkus, sehingga udara ditekan keluar melalui bronkus. Tekanan intrabronkhial meningkat apabila ada tahanan jalan napas. tekanan intra bronkhial akan lebih meningkat lagi pada waktu batuk, bersin, atau mengejan, karena pada keadaan ini glotis tertutup. Apabila dibagian perifer dari bronkhus atau alveolus ada bagian yang lemah, bronkus atau alveolus itu akan pecah atau robek.

Pneumothoraks terjadi karena adanya kebocoran dibagian paru yang berisi udara melalui robeknya atau pecahnya pleura. Robekan ini berhubungan dengan bronkus. Pelebaran alveoli dan pecahnya septa-septa alveoli kemudian membentuk suatu bula yang disebut granulomatous fibrosis. Granulomatous fibrosis adalah salah satu penyebab tersering terjadinya pneumothoraks, karena bula tersebut berhubungan dengan adanya obstruksi emfisema. (arif muttaqim, 2008)

4.      Manifestasi klinis
a.       Traumatik
1)      Tertutup
Pada pneumothoraks yang kecil atau terjadi lambat tidak menimbulkan gejala secara pasti namun bila pneumothoraks yang luas dan cepat akan menimbulkan gejala seperti : nyeri tajam saat ekspirasi, peningkatan frekuensi napas, kecemasan meningkat, produksi keringat berlebihan, penurunan tekanan darah, sampai hilangnya pergerakan dada pada sisi yang sakit. Saat di perkusi terdapat hiperresonan pada sisi yang sakit. Sedangkan saat dilakukan auskultasi penurunan hilangnya napas pada sisi yang sakit.
2)      Terbuka
Inspeksi sesak napas berat, terlihat adanya luka terbuka dan suara menghisap ditempat luka pada saat ekspirasi. Palpasi pendorongan trakhea dari garis tengah menjauhi sisi yang sakit, perkusi hipersonan pada sisi yang sakit auskultasi penurunan sampai hilangnya suara napas pada sisi yang sakit.

3)      Tekanan
Inspeksi sesak napas berat, penurunan sampai hilangnya pergerakan dada pada sisi yang sakit, palpasi pendorongan menjauhi sisi yang sakit dan distensi vena jugularis, perkusi hiperresonan pada sisi yang sakit, penurunan sampai hilangnya suara napas pada sisi yang sakit.

b.      Spontan
Nyeri dada, napas pendek , sesak dan timbul secara tiba-tiba tanpa ada trauma dari luar paru. (Sylvia A Price, 2005)

5.      Komplikasi
Akibat lanjutan dari pneumothoraks adalah pro pneumothorak, pneumothorak di sertai empyema pada satu sisi paru, hydropneumothorak, terdapat cairan serosa, pneumothorak mediastinum, pergerakan udara progresif ke mediastinum (brunner & suddart, 2002)

C.  Penatalaksanaan medis
Penatalaksanaan pneumothoraks bergantung pada jenis pneumothoraks yang dialaminya, derajat kolaps berat ringannya gejala, penyakit dasar, penyulit yang terjadi saat melaksanakan pengobatan yamng meliputi : tindakan dekopresi yaitu membuat hubungan antara rongga pleura dengan lingkungan luar agar tekanan udara positif dirongga pleura akan berubah menjadi negatif. Ada beberapa cara yaitu : menusukan jarum melalui dinding dada hingga masuk ke rongga pleura, atau dengan tranfusi set.

perlu dipasang selang trakotomi yang dihhubungkan dengan water-sealed-drainase untuk membantu pengembangan paru kembali normal. Adapnun  dengan cara penghisapan berlanjut apabila tekanan intra pleura tetap positif dan pencabutan drainase dilakukan bila paru telah mengmbang secara maksimal. (arif muttaqim, 2008)

penatalaksanaan lain yaitu dengan tindakan pembedahan yaitu dengan cara pembukaan dinding thoraks maka dapat dicari lubang yang menyebabkan pneumothoraks, lalu lubang tersebut dijahit. Jika pada saat pembedahan dijumpai penebalan pleura yang dapat menyebabkan paru tidak mengmbang secara maksimal, maka dapat dilakukan pengelupasan atau dekortisasi. (Elisabethz crowin, 2002)

D.  Asuhan keperawatan
1.      Pengkajian keperawatan
a.       Riwayat penyakit saat ini
Keluhan utama meliputi sesak napas, bernapas terasa berat pada dada, dan keluhan sulit bernapas serta nyeri dada. Seringkali sesak napas datang mendadak, dan semakin berat. Nyeri dada dirasakan pada sisi yang sakit, rasa berat, tertekan dan terasa lebih nyeri pada gerakan pernapasan. Selanjutnya dikaji apakah ada riwayat trauma yang mengenai organ rongga dada seperti peluru yang menembus dada dan paru, ledakan yang menyebabkan tekanan dalam paru meningkat, kecelakaan lalulintas biasanya menyebabkan trauma tumpul didada yang menyebabkan trauma tumpul didada atau tusukan benda tajam langsung menembus pleura.
b.      Riwayat penyakit terdahulu
Perlu ditanyakan apakah klien pernah menderita penyakit paru seperti TB paru, pneumonia atau PPOM (penyakit paru obstruksi menahun) dimana sering terjadi pada pneumothoraks spontan.
c.       Riwayat penyakit keluarga
Perlu ditanyakan apakah ada anggota keluarga klien yang menderita penyakit-penyakit yang mungkin dapat menyebabkan pneumothoraks seperti kanker paru, TB paru, PPOM dan lain-lain yang berhubungan dengan penyebab pneumothoraks.
d.      Pengkajian psikososial
Pengkajian psikososial meliputi perasaan klien terhadap penyakitnya, bagaimana cara mengatasinya setara bagaimana perilaku klien pada tindakan yang dilakukan terhadap dirinya
e.       Pemeriksaan fisik
Inspeksi peningkatan usaha dan frekuensi pernapasan, serta penggunaan otot bantu pernapasan. Pernapasan ekspansi dada yang asimetris (pergerakan dada tertinggal pada dada yang tertinggal pada dada sisi yang sakit), iga melebar, rongga dada asimetris (cembung pada sisi yang sakit). Pengkajian batuk yang produktif dengan sputum yang purulen. Trakhea dan jantung terdorong ke sisi yang sehat.

Palpasi taktil fermitus menurun pada sisi yang sakit. Disamping itu, pada palpasi juga ditemukan pergerakan dinding dada yang tertinggal pada dada yang sakit. Pada sisi yang sakit, ruang antar iga bisa saja normal atau melebar.

Perkusi suara ketok pada sisi yang sakit, hipersonor sampai timpani, dan tidak bergetar. Batas jantung terdorong ke arah thoraks yang sehat, apabila tekanan intrapleura tinggi.

Auskultasi suara napas menurun sampai menghilang pada sisi yang sakit. Pada posisi duduk, semakin ke atas letak cairan maka akan semakin tipis, sehingga suara napas terdengar amforis, bila ada fistel bronkhopleura yang cukup besar pada pneumothoraks terbuka.

Dan untuk pemeriksaan radiologi pneumothoraks akan tampak hitam, rata, dan paru yang kolaps akan tampak garis yang merupakan tepi paru. Kadang – kadang paru yang kolaps tidak membentuk garis, tetapi berbentuk lobuler yang sesuai dengan dengan lobus paru. Adakalanya paru mengalami kolaps tersebut, hanya tampak seperti massa yang berada didaerah hulus. Untuk pemeriksaan darah lengkap dan analisa gas darah perlu dilakukan untuk mengetahui adanya perubahan pertukaran gas.
(sumber : arif mutaqim, 2008)

2.    Diagnosa keperawatan
1.      Ketidak efektifan pola pernafasan yang berhubungan dengan menurunnya ekspansi paru sekunder terhadap peningkatan tekanan dalam rongga pleura.
2.      Bersihan jalan napas tidak efektif yang berhubungan dengan adanya akumulasi sekret jalan napas.
3.      Gangguan pertukaran gas yang berhubungan dengan penurunan kemampuan ekspansi paru dan kerusakan membran aveolar kapiler.
4.      Resiko tinggi terjadi infeksi yang berhubungan dengan adanya port de entre (lubang) akibat luka penusukan tindakan WSD.
5.      Kerusakan integritas jaringan yang berhubungan dengan adanya luka pasca pemasangan WSD.
6.      Resiko tinggi trauma yang berhubungan tidak optimalnya drainase selang sekunder akibat pipa WSD yang terjepit.
7.      Gangguan pemenuhan kebutuhan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh yang berhubungna dengan peningkatan metabolisme tubuh, penurunan nafsu makan akibat sesak napas sekunder perhadap penekanan struktur abdomen.
8.      Gangguan ADL (aktivity daily living) yang berhubungan dengan kelemahan fisik umum, keletihan sekunder adanya sesak napas.
9.      Cemas berhubungan dengan adanya ancaman kematian yang dibayangkan (ketidakmampuan untuk bernapas)
10.  Gangguan pola tidur dan istirahat berhubungan dengan batuk yang menetap dan sesak napas serta perubahan suasana lingkungan
11.  Kurangnya pengetahuan yang berhubungan dengan informasi yang tidak adekuat mengenai proses penyakit dan pengobatan.
(sumber : arif muttaqim, 2008)

3.    Perencanaan kaperawatan
a.       Ketidak efektifan pola pernafasan yang berhubungan dengan menurunnya ekspansi paru sekunder terhadap peningkatan tekanan dalam rongga pleura.
Tujuan dan keriteria hasil : setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan pola napas kembali efektif, tidak terjadi komplikasi seperti syok, gagal napas, hipoksia,
Intervensi
1)      Mengidentifikasi etiologi/faktor pencetus. Contoh kolaps spontan, trauma, kegansan, infeksi, komplikasi ventilasi mekanik.
Rasional : Pemahaman penyebab kolaps paru perlu untuk pemasangan selang dada yang tepat dan memilih tindakan terapeutik lain.
2)      Evaluasi fungsi pernapasan, catat kecepatan/pernapasan serak, dispnea, keluhan “lapar udara” terjadinya sianosis, perubahan tanda vital.
Rasional : Distres pernapasan dan perubahan pada tanda vital dapat terjadi sebagai akibat stres fisologi dan nyeri atau dapat menunjukan terjadinya syok sehubungan dengan hipoksia/perdarahan.
3)       Awasi kesesuaian pola pernapasan bila menggunakan ventilasi mekanik. Catat perubahan tekanan udara.
Rasional : Kesulitan bernapas “dengan” ventilator dan/atau peningkatan tingkatan jalan napas diduga memburuknya kondisi/terjadinya komplikasi (mis, ruptur spontan dari bleb, terjadinya pneumotorak).
4)      Auskultasi bunyi napas.
Rasional : Bunyi napas dapat menurun atau tak ada pada lobus, segmen paru, atau seluruh area paru (unilateral). Area atelektasis tak ada bunyi napas, dan sebagian area kolaps menurun bunyinya. Evaluasi juga dilakukan untuk area yang baik pertukaran gasnya dan memberikan data evaluasi perbaikan pneumotorak.
5)      Catat pengembangan dada dan posisi trakea.
Rasional : Pengembangan dada sama dengan ekspansi paru. Deviasi trakea dari area sisi yang sakit pada tegangan pneumotorak.
6)      Kaji fremitus.
Rasional : Suara dan taktil fremitus (vibrasi) menurun pada jaringan yang tersisi cairan/konsolidasi.
7)      Kaji pasien adanya area nyeri tekan bila batuk, napas dalam.
Rasional : Sokong terhadap dada dan otot dan abdominal membuat batuk lebih efektif/mengurangi trauma
8)      Dorong pasien untuk duduk sebanyak mungkin.
Rasional : Meningkatkan inspirasi maksimal, meningkatkan ekspansi paru dan ventalitas pada sisi yang tak sakit

b.      Bersihan jalan napas tidak efektif yang berhubungan dengan adanya akumulasi sekret jalan napas.
Tujuan dan keriteria hasil : setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan jalan napas kembali efektif, tidak ada sumbatan sputum, jalan napas bersih
Intervensi
1)      Awasi perubahan status jalan napas dengan memonitor jumlah, bunyi, atau status kebersihan.
Rasional : penurunan aliran udara terjadi pada area yang tertekan oleh udara, bunyi napas biasanya rales atau pun tidak terdengar karena adanya udara pada rongga pleura,
2)      Kaji frekuensi/kedalaman pernafasan dan gerakan dada.
Rasional : takipnea, pernapasan dangkal, dan gerakan dada tak simetris sering terjadi karena ketidaknyamanan gerakan dinding dada.
3)      Berikan pelembab saat terpasang O2
Rasional : cairan diperlukan untuk menggantikan kehilangan baik yang tampak maupun yang tidak, saat bernapas paien akan mengeluarkan uap sehingga diperlukan pelembab untuk mengurangi uap yang keluar,
4)      Lakukan tindakan pembersihan jalan napas dengan fibrasi, clapping, atau postural drainase (jika perlu lakukan suction)
Rasional : membantu melancarkan pembersihan dan merangsang batuk secara mekanik pada pasien yang tak mampu melakukan karena batuk tidak produktif
5)      Ajarkan teknik batuk efektif dan cara menghindari alergi.
Rasional : batuk adalah mekanisme pembersihan jalan napas alami, membantu silia mempertahankan mekanisme paten.
6)         Berkolaborasi  dengan tim medis untuk pemberian obat bronkodilator
Rasional : alat untuk menurunkan spasme bronkus dengan mobilisasi sekret. Analgesik diberikan untuk memperbaiki batuk dengan cara menurunkan ketidak nyamanan tetapi harus digunakan secara hati-hati.

c.       Gangguan pertukaran gas yang berhubungan dengan penurunan kemampuan ekspansi paru dan kerusakan membran aveoler kapiler.
Tujuan dan keriteria hasil : setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan gangguan pertukaran gas tidak terjadi, tidak ada tanda-tanda asidosis ataupun alkalosis,
Intervensi
1)      Awasi perubahan status pernapasan
Rasional : manifestasi syok pernapasan pada indikasi tertentu dapat terjadi karena perubahan volume udara yang masuk.
2)      Atur posisi sesuai dengan kebutuhan
Rasional :posisi fowler ataupun semi fowler dapat melancarkan pernapasan karena posisi trakhea akan lebih terbuka saat posisi tersebut.
3)      Berikan oksigenasi
Rasional :tujuan terapi O2 adalah mempertahankan PaO2 di atas 60 mg, oksigen diberikan dengan metode yang memberikan pengiriman tepat dalam toleransi pasien.
4)      Ajarkan teknik bernapas dan releksasi yang benar
Rasional : ansietas dapat menyebabkan masaslah psikologis sesuai dengan respon fisiologi terhadap hipoksia.
5)      Pertahankan berkembangnya paru dengan memasang ventilasi mekanis, chest tube, dan chest drainase sesuai dengan indikasi
Rasional : dapat dilakukan bila kondisi memungkinkan terjadinya gagal napas akut, sehingga perlu dilakukan untuk mencegah terjadinya komplikasi.

d.      Resiko tinggi terjadi infeksi yang berhubungan dengan adanya port de entre (lubang) akibat luka penusukan tindakan WSD.
Tujuan dan keriteria hasil : setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan resiko tinggi tidak terjadi, tidak ada tanda-tanda radang, tidak ada tanda-tanda infeksi,
Intervensi
1)      Kaji warna kulit atau suhu dan pengisian kapiler pada area pemasangan WSD dan tandur kulit
Rasional : mmerupakan tanda dan gejala infeksi sekunder yang harus dicegah dengan memonitor tanda dan gejala tersebut.
2)      Tetap pada dasilitas kontrol infeksi (sterillisasi dan prosedur antiseptik)
Rasional : tindakan sesuai dengan prosedur dan sesuai dengan prinsip steril dapat mencegah terjadinya infeksi sekaligus mengurangi resiko.
3)      Ulangi studi laboratorium untuk mengetahui kemungkinan terjadinya infeksi sistemik.
Rasional : leukosit tinggi menunjukan adanya infeksi, sehingga memerlukan intervensi lebih lanjut dengan bantuan tim medis lain.
4)      Ganti balutan setiap hari.
Rasional : mencegah terjadinya infeksi sekunder dan memberikan kenyamanan pada pasien dengan digantinya balutan.
5)      Berkolaborasi dengan dokter untuk pemberian antibiotik sesuai petunjuk.
Rasional : antibiotik dapat membunuh mikroorganisme yang  menyebabkan infeksi.

e.       Kerusakan integritas jaringan yang berhubungan dengan adanya luka pasca pemasangan WSD.
Tujuan dan keriteria hasil : setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan gangguan integritas kulit dapat teratasi, tidak terjadi perluasan kerusakan jaringan, tidak terjadi iritasi lain.
Intervensi
1)      Monitor tanda-tanda vital
Rasional : mengidentifikasi secara dini adanya takikardi yang mungkin indikatif dari terjadinya infeksi.
2)      Waspadai faktor resiko lanjut
Rasional : ini mempengaruhi pemulihan luka dan tahanan pada infeksi
3)      Tutup luka dengan balutan steril.
Rasional : mencegah terjadinya infeksi sekunder dan mempertahankan luka dengan sifat luka itu sendiri (kering/basah)
4)      Kaji faktor resiko perluasan integritas kulit
Rasional : faktor resiko perluasan akan mencegah terjadinya perluasan kerusakan yang dapat dicegah secara dini

f.       Resiko tinggi trauma yang berhubungan tidak optimalnya drainase selang sekunder akibat pipa WSD yang terjepit.
Tujuan dan keriteria hasil : setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan resiko tinggi trauma tidak terjadi, klien tidak nyeri dada, klien tidak sesak napas, klien tidak terjadi komplikasi dengan pemasangan WSD.
Intervensi
1)      Kaji dengan pasien tujuan/fungsi unit drainase dada, catat gambaran keamanan.
Rasional : Informasi tentang bagaimana sistem bekerja memberikan keyakinan, munurunkan ansietas pasien.
2)      Pasangkan kateter torak kedinding dada dan berikan panjang selang ekstra sebelum memindahkan atau mengubah posisi pasien.
Rasional : Mencegah terlepasnya kateter dada atau selang terlipat dan menurunkan nyeri/ketidaknyamanan sehubungan dengan penarikan atau menggerakan selang.
3)      Amankan sisi sambungan selang.
Rasional : Mencegah terlepasnya selang.
4)      Beri bantalan pada sisi dengan kasa/plester.
Rasional : Melindungi kulit dari iritasi/tekanan
5)      Amankan unit drainase pada tempat tidur pasien atau pada sangkutan/tempat tertentu pada area dengan lalulintas rendah
Rasional : Mempertahankan posisi duduk tinggi dan menurunkan risiko kecelakaan jatuh/unit pecah.
6)      Berikan transportasi aman bila pasien dikirim keluar unit untuk tujuan diagnostik. Sebelum memindahkan periksa botol untuk batas cairan yang tepat, ada atau tidaknya gelembung, adanya/derajat/waktu pasang surut. Perlu atau tidak selang dada diklem atau dilepaskan dari sumber penghisap.
Rasional : Meningkatkan kontinuitas evakuasi optimal carian/udara selama pemindahan. Bila pasien mengeluarkan banyak jumlah cairan atau udara dada. Selang harus tidak diklem atau penghisapan dihentikan karena resiko akumulasi ulang cairan/udara. Mempengaruhi status pernapasan.
7)      Awasi sisi lubang pemasangan selang, catat kondisi kulit, adanya/karakteristik drainase dari sekitar kateter. Ganti/pasang ulang kasa penutup steril sesuai kebutuhan.
Rasional : Memberikan pengenalan diri dan mengobati adanya erosi/infeksi kulit
8)      Anjurkan pasien untuk menghindari berbaring/menarik selang.
Rasional : Menurunkan resiko obstruksi drainase/terlepasnya selang.
9)      Identifikasi perubahan/situasi yang harus dilaporkan pada perawat, contoh perubahan bunyi gelembung, lapar udara tiba-tiba dan nyeri dada, lepaskan alat.
Rasional : Intervensi tepat waktu dapat mencegah komplikasi serius.
10)  Observasi tanda distres pernapasan bila kateter torak lepas/tercabut (rujuk DK: pola pernapasan, takefektif)
Rasional : Pneumotorik dapat terulang/memburuk, karena mempengaruhi fungsi pernapasan dan memerlukan intervensi darurat.
g.      Gangguan pemenuhan kebutuhan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh yang berhubungna dengan peningkatan metabolisme tubuh, penurunan nafsu makan akibat sesak napas sekunder perhadap penekanan struktur abdomen.
Tujuan dan kriteria hasil : setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan gangguan pemenuhan nutrisi dapat terpenuhi, berat badan klien dalam batas ideal, nafsu makan klien baik, tidak ada mual/muntan ataupun anoreksia.
Intervensi
1)      Identifikasi faktor yang menimbulkan mual/muntah atau tidak nafsu makan
Rasional : pemilihan makanan yang disukai pasien akan menambah nafsu makan dan meningkatkan asupan.
2)      Auskultasi bising usus.
Rasional : mengetahui gambaran akan kondisi usus untuk saat ini, dan langkah kedepan dalam menentukan intervensi lebih lanjut
3)      Observasi adanya distensi abdomen
Rasional : distensi abdomen merupakan manifestasi dari timbulnya penyakit lain yang menyebabkan komplikasi akan semakin berat
4)      Berikan makanan dalam porsi kecil tapi sering
Rasional : dalam porsi kecil makanan dapat langsung dicerna dan tidak mengakibatkan mual/muntah sehingga asupan nutrisi lebih baik
5)      Evaluasi stasus nutrisi umum,
Rasional : kebutuhan nutrisi sangatlah diperlukan dalam proses penyembuhan karena pembentukan protein-protein yang terkandung dalam makanan dapat mengidentifikasikan adanya mal nutrisi.
6)         Monitor penurunan berat badan kurang dari batas normal.
Rasional : penurunan berat menunjukan adanya malnutrisi atau manifestasi dari penyakit kronik

h.      Gangguan ADL (aktivity daily living) yang berhubungan dengan kelemahan fisik umum, keletihan sekunder adanya sesak napas.
Tujuan dan keriteria hasil : setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan gangguan ADL dapat tercapai, klien dapat memenuhi kebutuhan secara mandiri, klien dapat beraktivitas bebas.
Intervensi
1)      Evaluasi respon klien terhadap aktivitas. Catat laporan dispnea, peningkatan kelemahan/kelelahan dan perubahan tanda-tanda vital selama dan setelah aktivitas.
Rasional : menetapkan kemampuan/kebutuhan pasien dan memudahakan istrahat.
2)      Berikan lingkungan yang tenang dan batasi pengunjung selama fase akut sesuai dengan indikasi.
Rasional : menurunkan stres dan rangsangan berlebihan, meningkatkan istirahat.
3)      Bantu pasien untuk memilih posisi yang nyaman untuk istirahat dan/atau tidur
Rasional : pasien mungkin nyaman dengan kepala lebiih tinggi dari badan,
4)      Batu aktivitas perawatan diri yang diperlukan
Rasional : meminimalkan kelemahan/kelelahan dan membantu keseimbangan suplai O2
5)      Ajarkan klien teknik ROM pasif ataupu pasif
Rasional : membantu mencegah terjadinya keram akibat istirahat yang lama dan membantu memperlancar peredaran darah.

i.        Cemas berhubungan dengan adanya ancaman kematian yang dibayangkan (ketidakmampuan untuk bernapas)
Tujuan dan keriteria hasil : setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan cemas dapat teratasi, klien tidak gelisah, klien tidak bertanya-tanya.
Intervensi
1)      Evaluasi tingkat pemahaman pasien/orang terdekat tentang diagnosa
Rasional : pasien dan orang terdekat mendengar dan mengasimilasi informasi baru yang meliputi perubahan ada gambaran diri dan pola hidup. Pemahaman persepsi ini melibatkan susunan tekanan perawatan individu dan memberikan informasi yang perlu untuk memilih intervensi yang tepat.
2)      Berikan kesempatan untuk bertanya dan jawab dengan jujur. Yakinkan bahwa pasien dan pemberi perawatan mempunyai pemahaman yang sama.
Rasional : Membuat kepercayaan dan menurunkan kesalahan persepsi/salah interpretasi terhadap informasi.

3)      Akui rasa takut/masalah pasien dan dorong mengekspresikan perasaan
Rasional : Dukungan kemapuan pasien mulai membuka/menerima kenyataan kanker dan pengobatannya. Pasien mungkin perlu waktu untuk mengidentifikasi perasaan dan meskipun lebih banyak waktu untuk mulai mengekpresikannya.
4)      Terima penyangkalan pasien tetapi jangan dikuatkan
Rasional : Bila penyangkalan ekstrem atau ansietas mempengaruhi kemajuan penyembuhan. Menghadapi isu pasien perlu dijelaskan dan membuka secara penyelesaiannya.
5)      Catat komentar/prilaku yang menunjukan menerima dan/atau menggunakan strategi efektif menerima situasi.
Rasional : takut/ansietas menurun, pasien mulai menerima/secara positif dengan kenyataan. Indikator kesiapan pasien untuk menerima tanggung jawab untun berpartisipasi dalam penyembuhan dan untuk mulai hidup lagi.
6)      Libatkan pasien/orang terdekat dalam perencanaan perawatan. Berikan waktu untuk menyiapkan peristiwa/pengobatan.
Rasional : dapat membantu memperbaiki beberapa perasaan kontrol/kemandirian pada pasien yang merasa tak berdaya dalam menerima diagnosa dan pengobatan.
7)      Berikan kenyamanan fisik pasien.
Rasional : ini sulit untuk menerima dengan isu emosi bila pengalaman ekstrem/ketidaknyamanan fisik mentap

j.        Gangguan pola tidur dan istirahat berhubungan dengan batuk yang menetap dan sesak napas serta perubahan suasana lingkungan
Tujuan dan keriteria hasil : setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan gangguan pola tidur dapat teratasi, klien dapat istirahat dengan tenang, klien merasa nyaman
Intervensi
1)       Berikan kesempatan klien untuk tidur sejenak, anjurkan untuk mengurangi aktivitas
Rasional : karena aktivitas fisik dan mental yang lama mengakibatkan kelemahan yang dapat meningkatkan kebingungan, aktivitas yang tinggi tanpa adanya stimulasi berlebihan dapat menjadi penyebab sulit tidur
2)      Evaluasi adanya stres sesuai dengan perkembangannya hari demi hari
Rasional : peningkatan kebingungan disorientasi dan tingkah laku yang tidak kooperatif dapat mengganggu pola tidur
3)      Anjurkan klien mendengarkan musik yang lembut dan tenang
Rasional : dapat menenangkan pikiran dan meningkatkan klien untuk dapat tidur
4)      Berikan klien lingkungan yang nyaman dan tenang
Rasional : lingkungan yang tenang dapat menambah keinginan untuk tidur dan istirahat tidak terganggu karena kenyamanan tersebut.
5)      Kaji faktor penyebab dari sulit tidur
Rasional : dapat mengidentifikasi tindakan lebih lanjut dari intervensi sesuai dengan penyebab pasien sulit tidur.

k.      Kurangnya pengetahuan yang berhubungan dengan informasi yang tidak adekuat mengenai proses penyakit dan pengobatan.
Tujuan dan keriteria hasil : setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan kurangnya pengetahuan dapat teratasi, klien dapat mengerti tentang penyakitnya, klien dapat memahami tentang pengobatannya.
Intervensi
1)      Kaji patologi masalah individu
Rasional : informasi menurunkan takut karena ketidaktahuan. Memberikan pengetahuan dasar untuk pemahaman kondisi dinamika dan pentingnya intervensi terapeutik.
2)      Indentifikasi kemungkinan kambuh/komplikasi jangka panjang.
Rasional : penyakit paru-paru ada yang seperti PPOM berat dan keganasan dapat meningkatkan insiden kambuh. Selain itu pasien sehat yang mendierita pneumotorak spontan. Insiden kambuh 10%-50%. Orang yang mempunyai episode spontan kedua berisiko tinggi untuk insiden ketiga (60%).
3)      Kaji ulang tanda/gejala yang memerlukan evaluasi medik cepat. Contoh nyeri dada tiba-tiba, dispnea, distres pernapasan lanjut.
Rasional : Berulangnya pneumotorak memerlukan intervensi medik untuk mencegah/menurunkan potensial komplikasi.
4)      Kaji ulang praktik kesehatan yang baik. Contoh nutrisi baik, istirahat, latihan.
Rasional : Mempertahankan kesehatan umum meningkatkan penyembuhan dan dapat mencegah kekambuhan.
(sumber : Arif, muttaqim, 2008 – Doengoes E marllyn, 2000)

4.      Pelaksanaan keperawatan
1.      Pengertian
Pelaksanaan adalah inisiatif dari rencana tindakan untuk mencapai tujuan yang spesifik
2.      Tahapan pelaksanaan terdiri dari
a.       Persiapan
Kesiapan tersebut meliputi kegiatan – kegiatan
1)      Review tindakan keperawatan yang diidentifikasi pada tahap perencanaan.
2)      Menganalisa pengetahuan dan keterampilan keperawatan yang diperlukan.
3)      Mengetahui komplikasi dari tindakan keperawatan yang mungkin timbul.
4)      Menentukan dan mempersiapkan peralatan yang diperlukan
5)      Mempersiapkan lingkungan yang kondusif sesuai dengan tindakan yang dilakukan.
6)      Mengidentifikasi aspek hukum dan etika terhadap resiko dari potensial tindakan
b.      Intervensi adalah kegiatan pelaksanaan tindakan dari perencanaan untuk memenuhi kebutuhan fisik dan emosial . Tindakan keperawatan dibedakan berdasarkan kewenangan dan tanggung - jawab secara professional sebagaimana terdapat dalam standar praktek keperawatan meliputi :
1)      Independen
Tindakan keperawatan independent adalah suatu tindakan yang dilaksanakan oleh perawat tanpa petunjuk dan perintah dari dokter atau tenaga kesehatan lainnya
2)      Interdependen
Interdependen tindakan keperawatan menjelaskan suatu kegiatan yang memerlukan suatu kerja sama dengan tenaga kesehatan lainnya, misalnya : tenaga sosial, ahli gizi fisioterapi dan dokter
3)      Dependent
Tindakan dependent berhubungan dengan pelaksanaan rencana medis
c.       Dokumentasi
Pelaksanaan tindakan keperawatan harus diikuti oleh pencatatan yang lengkap dan akurat terhadap kejadian dalam proses keperawatan.

5.    Evaluasi keperawatan
Evaluasi adalah tindakan intelektual untuk melengkapi proses kerawatan yang menandakan seberapa jauh diagnosa keperawatan rencana tindakan dan pelaksanaannya sudah berhasil dicapai kemungkinan terjadi pada tahap evaluasi adalah masalah dapat diatasi, masalah teratasi sebagian, masalah belum teratasi atau timbul masalah yang baru. Evaluasi dilakukan yaitu evaluasi proses dan evaluasi hasil. Evaluasi proses adalah yang dilaksanakan untuk membantu keefektifan terhadap tindakan. Sedangkan evaluasi hasil adalah  evaluasi yang dilakukan pada akhir tindakan keperawatan secara keseluruhan sesuai dengan waktu yang ada pada tujuan. Adapun keberhasilan pada klien Pneumothoraks adalah
a.       Pola nafas kembali efektif
b.      Jalan napas bersih
c.       Tidak ada pertukaran gas
d.      Tidak terjadi trauma paru
e.       Nyeri teratasi
f.       Tidak ada mal nutrisi
g.      Klien tidak cemas
h.      Tidak terjadi infeksi
i.        Tidak ada kerusakan integritas kulit
j.        Tidak ada gangguan Mobilitas fisik

k.      Pengetahuan klien meningkat atau bertambah tentang cara perawatan luka dirumah

Tidak ada komentar:

Posting Komentar