Minggu, 10 Mei 2015

askep BPH


BAB II
TINJAUAN TEORITIS


A.    KONSEP MEDIK

1.      Definisi

BPH (Benign Prostatic Hypertrophy) adalah pembesaran kelenjar prostat yang menuju ke dalam kandung kemih dan mengakibatkan obstruksi pada saluran urine. Kondisi patologis ini lebih sering terjadi pada laki-laki berusia setengah baya, lansia dan di atas usia 60 tahun. (Brunner and Suddarth, 2002, hal. 1625).
BPH adalah pertumbuhan dari nodula-nodula fibroadenomatosa majemuk dalam prostat. (Sylvia A. Price, 1995, hal. 1154).

2.      Anatomi Fisiologi (Sylvia, hal 1146, Brunner & Suddarth, hal. 1619)

Struktur reproduksi pria terdiri dari penis, testis dalam kantong scrotum, sistem duktus yang terdiri dari epididimis, vas deferens, duktus ejakulatorius, dan uretra. Selain itu reproduksi pria juga memiliki glandula asesoria yang terdiri dari vesikula seminalis, kelenjar prostat, dan kelenjar bulbouretralis.
Testis bagian dalam terbagi atas lobulus yang terdiri dari tubulus seminiferus, sel-sel Sertoli, dan sel-sel Leydig. Produksi sperma/sperma-togenesis terjadi pada tubulus seminiferus. Sel-sel Leydig mensekresi testosteron. Tiap-tiap testis terdapat duktus melingkar yang disebut epididimis, dimana bagian kepalanya berhubungan dengan duktus seminiferus (duktus untuk aliran keluar) dari testis, dan bagian ekornya terus berlanjut ke vas deferens.
Vas deferens adalah duktus ekskretorius testis yang membentang hingga ke duktus vesikula seminalis, kemudian bergabung membentuk duktus ejakulatorius yang selanjutnya bergabung dengan uretra yang merupakan saluran keluar sperma maupun urine. Kelenjar asesoria juga mempunyai hubungan dengan sistem duktus.
Kelenjar prostat terletak tepat di bawah leher kandung kemih dan mengelilingi uretra, serta dipotong melintang oleh duktus ejakulatorius yang merupakan kelanjutan dari vas deferens. Fungsi dari kelenjar prostat adalah memproduksi cairan semen berwarna putih, yang akan membawa sperma keluar melalui penis pada saat ejakulasi. Dengan melihat letak prostat, bila terjadi pembesaran atau gangguan sangat mempengaruhi sistem perkemihan.

3.      Etiologi

Penyebab pasti hipertropi prostat belum diketahui, tetapi diduga disebabkan oleh :
a.       Pengaruh usia
Dengan meningkatnya usia seseorang terjadi penurunan kadar hormon androgen yang disertai naiknya kadar estrogen secara relatif. Estrogen dapat meningkatkan sensitivitas jaringan prostat terhadap androgen. Kelenjar prostat bagian peri-uretra atau sentral yang responsif terhadap hormon estrogen akan mengalami hiperplasia.  
b.      Pekerjaan
Insiden lebih besar pada mereka yang bekerja di daerah industri karet dan kadmium atau pekerjaan dengan aktivitas yang meningkat.
c.       Faktor hormonal
Hormon yang sangat berpengaruh dalam pertumbuhan kelenjar prostat adalah hormon androgen yang terjadi pada setiap usia disebut dihidrotestosteron (HDT). Bertambahnya usia, produksi hormon androgen menurun, sehingga prostat menjadi sangat sensitif pada DHT. Klien dengan BPH sering terjadi peningkatan estrogen, dan mungkin estrogen merangsang HDT untuk terjadinya BPH.

4.      Patofisiologi (Brunner hal 1625)

Pembesaran kelenjar prostat terjadi secara abnormal dengan adanya penambahan ukuran sel (hipertrofi). Lobus yang mengalami hipertrofi akan menyumbat kolum vesikal atau uretra prostatik. Dengan demikian akan menyebabkan pengosongan urine inkomplet atau retensi urine. Akibatnya terjadi dilatasi ureter atau hydroureter dan ginjal (hydronefrosis) secara bertahap. Infeksi saluran kemih/UTI dapat terjadi akibat statis urine, dimana sebagian urine tetap berada dalam saluran kemih dan berfungsi sebagai media untuk organisme inefektif.

5.      Tanda dan Gejala (Brunner hal 1625)

-          Peningkatan frekuensi berkemih
-          Nokturia
-          Rasa ingin berkemih
-          Anyang-anyangan/hesistensi
-          Abdomen tegang
-          Volume urine menurun dan harus mengejan saat berkemih
-          Dysuria
-          Aliran urine tidak lancar
-          Dribling (urine terus menetes setelah berkemih)
-          Retensi urine akut (jumlah urine lebih dari 60 cc setelah berkemih)
-          Keletihan
-          Anoreksia
-          Mual, muntah
-          Rasa tidak nyaman pada epigastrik
-          Prostat membesar dan berwarna kemerahan
-          Azotemia (peningkatan ureum dalam darah) dan renal failure dapat terjadi pada retensi urine kronik dan jumlah urine residu yang banyak

6.      Test Diagnostik (Brunner hal 1625 & Lewis hal 1554)

-          Pemeriksaan fisik: palpasi rectum à teraba pembesaran prostat
-          Urinalisis: RBC meningkat à hematuri; WBC meningkat à infeksi, berat jenis meningkat
-          BUNM (Blood Urea Nitrogen) dan serum kreatinin meningkat.
-          PSA (Prostat Spesific Antigen) à Untuk mengetahui adanya kanker prostat
-          TRUS (Transrectal Ultrasound Antigen) à untuk mendeteksi adanya kanker prostat, aliran urine, dan systoscopy
-          Biopsi à untuk mengetahui lokasi dan kemungkinan pertumbuhan kanker
-          Cystoureroscopy à untuk mengevakuasi obstruksi leher kandung kemih

7.      Therapy dan Pengelolaan Medik (Lewis hal 1554 – 1558 & Brunner hal 1626)

a.       Konservatif
-          Therapy obat hormonal untuk mengurangi hiperplasia jaringan dengan menurunkan androgen:
Ø  Finasteride (proscar) block, enzim 5a – reduktakse à terbukti efektif dalam mencegah perubahan testosteron menjadi dihidrotestosteron. Efek sampingnya: ginekomastia, disfungsi erektil, dan wajah kemerahan.
Ø  Penyekat reseptor alfa adrenergik, misalnya: minipres, cardura, hytrin, dan flamox.
à Melemaskan otot halus kolum kandung kemih dan prostat
-          Kateterisasi (menetap atau sementara) à gunakan kateter lembut sesuai dengan instruksi medis.
-          Antibiotika à bila ada infeksi
-          Intake cairan ditingkatkan
b.      Pembedahan/Prostatectomy
Indikasi dilakukan pembedahan adalah:
-          Gangguan rasa nyaman yang hebat
-          Obstruksi urine yang lama
-          Retensi urine akut dan kronik karena obstruksi dengan penyumbatan yang irreversibel yang dapat menyebabkan hydronephrosis
-          Infeksi saluran kemih
Ada 4 cara tindakan prostatectomy à tergantung pada kondisi klien dan masalah spesifik yang harus dibedah.
Ø  TURP (Trans Urethral Resection Prostatectomy)
Tindakan ini dilakukan untuk mengangkat jaringan prostat melalui uretra. Prosedur yang paling umum ini dapat dilakukan melalui endoskopi. Instrumen bedah dimasukkan secara langsung melalui uretra ke dalam prostat, yang kemudian dapat dilihat secara langsung.
Keuntungannya: menghindari insisi abdomen, lebih aman pada pasien dengan risiko bedah, hospitalisasi, dan periode penyembuhan lebih cepat, angkat morbiditas lebih rendah dan menimbulkan sedikit nyeri.
Kerugiannya: membutuhkan dokter bedah yang ahli, trauma rectal, dan dapat terjadi striktur dan perdarahan lama dapat terjadi.
Ø  Suprapubik prostatectomy
Adalah salah satu metode mengangkat kelenjar melalui  insisi abdomen. Insisi dibuat pada garis tengah bawah abdomen sampai kandung kemih dan mengarah ke prostat.
Keuntungannya: secara teknis sederhana memberikan area eksplorasi yang lebih luas, memungkinkan pengobatan lesi kandung kemih.
Kerugiannya: membutuhkan pembedahan melalui kandung kemih, urine dapat bocor di sekitar tuba suprapubis dan pemulihan mungkin lama.
Ø  Retropubic Prostatectomy
Tindakan ini digunakan untuk menentukan lokasi massa yang besar pada daerah pelvis. Pembedahan dilakukan dengan membuat insisi abdomen rendah mendekati kelenjar prostat yaitu antara arkus pubis dan kandung kemih tanpa memasuki kandung kemih.
Keuntungannya: menghindari insisi ke dalam kandung kemih, memungkinkan dokter bedah untuk melihat dan mengontrol perdarahan, periode pemulihan lebih singkat.
Kerugiannya: tidak dapat mengobati penyakit kandung kemih yang berkaitan.
Ø  Perineal Prostatectomy
Adalah mengangkat kelenjar melalui suatu insisi dalam perineum. Insisi dilakukan di antara scrotum dan anus. Keuntungannya: memberikan pendekatan anatomis langsung, angkat mortalitas rendah, insiden shock lebih rendah, ideal bagi pasien dengan prostat yang besar.
Kerugiannya: insiden impotensi dan inkontinensia urine pasca operatif tinggi, kemungkinan kerusakan pada rektum dan sphincter eksternal, potensial terhadap infeksi lebih besar.

8.      Komplikasi (Brunner hal 1629)

Ø  Pre Operasi
-          Pyelonefritis
-          Hydronefritis
-          Uremia
-          UTI
-          Gagal ginjal
Ø  Post Operasi
-          Perdarahan
-          Infeksi
-          Inkontinensia urine
-          Gangguan ereksi dan disfungsi seksual
-          Obstruksi kateter
-          Epididimitis


B.     KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN

1.      Pengkajian (Brunner 1629 & Lewis hal 1559 dan Doengoes hal 671)
a.       Pola persepsi kesehatan dan pemeliharaan kesehatan
-          Riwayat penyakit ginjal, jantung, kanker
-          Pernah mendapat pengobatan dan perawatan BPH
-          Riwayat pemakaian estrogen dan progesteron
-          Riwayat keluarga: kanker, hipertensi, ginjal
-          Penggunaan antibiotik
-          Pengetahuan pasien tentang kondisinya
b.      Pola nutrisi dan metabolik
-          Penurunan BB
-          Anoreksia
-          Mual, muntah
-          Konjungtiva pucat/anemik
c.       Pola eliminasi
-          Penurunan dorongan aliran urine dan tidak lancar
-          Nokturia
-          Disuria
-          Retensi urine
-          Hematuria
-          Sering berkemih
-          Anyang-anyangan
-          Urine menetes
-          Inkontinensia urine
d.      Pola aktivitas dan latihan
-          Keluhan lemas, cepat lelah, tidak bergairah dalam beraktivitas
-          Penurunan aktivitas karena nyeri
e.       Pola tidur dan istirahat
-          Tidur terganggu karena nyeri, nokturia
f.       Pola persepsi sensori dan kognitif
-          Rasa tidak nyaman pada abdomen/suprapubis
-          Nyeri pinggang
-          Nyeri punggung
-          Nyeri tekan kandung kemih
-          Dysuria
-          Perasaan tidak puas berkemih
g.      Pola persepsi dan konsep diri
-          Cemas dan takut karena perubahan body image atau impoten karena syaraf yang terpotong
-          Putus asa, tidak bersemangat, dan harga diri rendah
h.      Pola reproduksi dan seksual
-          Adanya pembesaran dan nyeri tekan prostat
-          Gangguan ereksi/penurunan kekuatan kontraksi ejakulasi
-          Takut inkontinensia/menetes selama hubungan intim
i.        Pola peran dan hubungan dengan sesama
-          Menyatakan perubahan gambaran diri
-          Menyatakan pengalaman dengan orang lain karena pembedahan
j.        Pola mekanisme koping dan toleransi terhadap stres
-          Takut/cemas sehubungan dengan rencana operasi
-          Depresi
k.      Pola nilai dan sistem kepercayaan
-          Denial akan diagnosa
-          Menerima penyakitnya

2.      Diagnosa Keperawatan (Lewis, hal 1560 dan Doengoes hal 673)
a.      Pre-Operasi
1)      Retensi urine b.d. pembesaran kelenjar prostat.
2)      Nyeri b.d. distensi kandung kemih.
3)      Risiko tinggi infeksi b.d. pemasangan kateter dan urine statis.
4)      Kecemasan b.d. potensial/aktual disfungsi seksual, kemungkinan prosedur bedah.
b.      Post-Operasi
1)      Nyeri b.d. insisi bedah, pemasangan kateter spasme kandung kemih.
2)      Perubahan eliminasi urine: inkontinensia urine b.d. trauma leher kandung kemih, kehilangan kontrol sphincter.
3)      Risiko tinggi infeksi b.d. insisi bedah, pemasangan kateter, irigasi kandung kemih.
4)      Risiko tinggi kekurangan volume cairan b.d. kesulitan mengontrol perdarahan, pembatasan pemasukan cairan pre operasi.

3.      Perencanaan Keperawatan (Doengoes hal 673 dan Lewis hal 1560)
a.      Pre-Operasi
1)      Retensi urine b.d. pembesaran kelenjar prostat.
HYD:
-          Pengosongan kandung kemih adekuat yang ditandai dengan tidak adanya tanda distensi dari kandung kemih.
-          Jumlah urine sisa kurang dari 50 ml.
Intervensi:
Ø  Catat intake dan output cairan tiap 4-8 jam.
R/: Mengidentifikasi keseimbangan cairan.
Ø  Dorong pasien untuk berkemih tiap 2-4 jam dan bila tiba-tiba dirasakan.
R/: Meminimalkan retensi urine dan distensi yang berlebihan pada kandung kemih.
Ø  Observasi aliran urine, perhatikan ukuran dan kekuatan.
R/: Mengevaluasi obstruksi dan pilihan intervensi.
Ø  Palpasi kandung kemih/area suprapubik tiap ganti shift.
R/: Mengetahui distensi kandung kemih.
Ø  Observasi TTV tiap 4 jam.
R/: Mengetahui keadekuatan fungsi ginjal.
Ø  Pasang kateter sesuai dengan instruksi medik.
R/: Dengan pemasangan kateter, urine keluar dengan lancar.
Ø  Berikan obat antispasmodik sesuai indikasi.
R/: Menghilangkan spasme kandung kemih sehubungan dengan iritasi oleh kateter.

2)      Nyeri b.d. distensi kandung kemih.
HYD:
-          Nyeri berkurang sampai dengan hilang, yang ditandai dengan ekspresi wajah tampak rileks.
Intervensi:
Ø  Bantu eliminasi urine dengan pemasangan kateter.
R/: Mengurangi nyeri dengan cara drainase.
Ø  Monitor intake-output.
R/: Dapat mengidentifikasi keadekuatan cairan.
Ø  Perkusi distensi kandung kemih.
R/: Memvalidasi kekosongan dari kandung kemih.
Ø  Berikan posisi yang nyaman.
R/: Dengan posisi yang nyaman dapat mengurangi nyeri.
Ø  Pertahankan kepatenan kateter.
R/: Memastikan kelancaran aliran urine.
Ø  Kaji karakteristik nyeri (sifat, intensitas, lokasi, lama).
R/: Mengetahui karakteristik nyeri sehingga dapat menentukan intervensi selanjutnya.
Ø  Ajarkan teknik relaksasi: tarik nafas dalam.
R/: Mengurangi nyeri.
Ø  Kolaborasi dengan dokter untuk pemberian obat analgetik.
R/: Mengurangi nyeri.

3)      Risiko tinggi infeksi b.d. pemasangan kateter dan urine statis.
HYD: Tidak terjadi infeksi yang ditandai dengan:
-          Urine kultur berwarna kuning jernih.
-          Temperatur tubuh dalam batas normal (36-37oC)
Intervensi:
Ø  Observasi suhu tubuh tiap 4-6 jam.
R/: Sebagai identifikasi tanda-tanda infeksi.
Ø  Lakukan pemeriksaan urine kultur.
R/: Mengetahui adanya penyebab dari infeksi.
Ø  Berikan pasien minum yang banyak bila tidak ada kontraindikasi.
R/: Cairan dapat mencegah statis dan delusi urine.
Ø  Gunakan teknik aseptik untuk perawatan kateter.
R/: Meminimalkan risiko adanya organisme infeksius.
Ø  Observasi warna dan karakteristik urine.
R/: Mengidentifikasi obstruksi dan menentukan intervensi.

4)      Kecemasan b.d. potensial/aktual disfungsi seksual, kemungkinan prosedur bedah.
HYD:
-          Kecemasan berkurang sampai dengan hilang.
-          Pasien tampak lebih tenang.
Intervensi:
Ø  Berikan penyuluhan post operasi.
R/: Menyediakan informasi b.d. rutinitas pre dan post operasi.
Ø  Berikan informasi dan penjelasan tentang fungsi seksual, membenarkan pengertian yang salah.
R/: Memberikan intervensi yang sesuai.
Ø  Beri kesempatan kepada pasien untuk bertanya tentang masalah pribadi.
R/: Situasi yang nyaman membuat pasien terbuka.
Ø  Berikan informasi tentang ejakulasi dini.
R/: Hal ini sering terjadi pada prostatectomy dan tidak membahayakan karena cairan akan dibuang oleh urine berikutnya.

b.      Post-Operasi
1)      Nyeri b.d. insisi bedah, pemasangan kateter spasme kandung kemih.
HYD: Nyeri berkurang sampai dengan hilang.
-          Klien tampak rileks.
-          Klien dapat tidur/istirahat dengan nyenyak.
Intervensi:
Ø  Pertahankan kepatenan kateter.
R/: Clots dapat menyebabkan obstruksi aliran urine sehingga terjadi distensi/spasme kandung kemih.
Ø  Irigasi kateter bila ada clots.
R/: Urine dapat mengalir dengan lancar.
Ø  Kalau perlu berikan belladona dan opium suppositoria sesuai indikasi dokter.
R/: Mengurangi nyeri dan menurunkan spasme.
Ø  Ajarkan teknik relaksasi bila ada nyeri/
R/: Teknik relaksasi dapat mengurangi nyeri.
Ø  Kaji karakteristik nyeri (lokasi dan intensitas).
R/: Menentukan intervensi selanjutnya.

2)      Perubahan eliminasi urine: inkontinensia urine b.d. trauma leher kandung kemih, kehilangan kontrol sphincter.
HYD: Eliminasi urine kembali normal.
-          Tidak ada retensi urine.
-          Dribling berkurang sampai dengan hilang.

Intervensi:
Ø  Ajarkan pasien untuk latihan kegel.
R/: Latihan kegel dapat memperkuat tonus sphincter.
Ø  Berikan banyak minum bila tidak ada kontraindikasi.
R/: Mempertahankan hidrasi dan perfusi ginjal untuk aliran urine.
Ø  Kaji pengetahuan urine per kateter.
R/: Indikator keadekuatan cairan yang keluar.
Ø  Klem kateter tiap 4 jam sekali selama 12 menit.
R/: Kesiapan kandung kemih dan refleks berkemih spontan bila kateter dilepas.

3)      Risiko tinggi infeksi b.d. insisi bedah, pemasangan kateter, irigasi kandung kemih.
HYD:  Tidak terjadi infeksi.
-          TTV dalam batas normal.
Intervensi:
Ø  Observasi TTV tiap 4-6 jam.
R/: Perubahan TTV dapat mengidentifikasi adanya infeksi.
Ø  Anjurkan pasien banyak minum bila tidak ada kontraindikasi.
R/: Mempertahankan aliran dan delusi urine.
Ø  Gunakan teknik aseptik untuk perawatan kateter.
R/: Meminimalkan kontaminasi silang.
Ø  Kaji apakah ada demam, diaphoresis, kurang cairan.
R/: Memastikan jika terjadi faktor risiko/tanda dan gejala infeksi.
Ø  Kolaborasi dengan dokter untuk pemberian obat antibiotika.
R/: Antibiotika dapat menghambat dan mengontrol pertumbuhan mikroorganisme.

4)      Risiko tinggi kekurangan volume cairan b.d. kesulitan mengontrol perdarahan, pembatasan pemasukan cairan pre operasi.
HYD:  Tidak terjadi kekurangan volume cairan.
-          Hidrasi adekuat.
-          Aliran urine adekuat.
Intervensi:
Ø  Catat intake dan output cairan.
R/: Indikator keseimbangan cairan dan kebutuhan penggantian cairan.
Ø  Observasi drainase kateter, perhatikan perdarahan yang berlebih.
R/: Perdarahan mungkin terjadi setelah 24 jam post operasi.
Ø  Evaluasi warna dan konsistensi urine.
R/: Identifikasi adanya perdarahan yang membutuhkan intervensi lanjut.
Ø  Observasi TTV tiap 4-6 jam.
R/: Indikator adanya perdarahan dengan perubahan tanda-tanda vital.
Ø  Berikan intake cairan + 3000 cc/hari kecuali bila ada kontraindikasi.
R/: Membilas ginjal dan kandung kemih dari bakteri.

5)      Kurang pengetahuan pasien berhubungan dengan kurangnya informasi tentang proses penyakit, pengobatan dan perawatan di rumah.
HYD: Pasien dan keluarga mengetahui dan mengerti tentang proses penyakit, pengobatan, dan perawatan di rumah.
Intervensi:
Ø  Kaji pengetahuan pasien tentang penyakitnya.
R/: Mempermudah dalam pemberian informasi pada pasien dan keluarga.
Ø  Jelaskan pada pasien tentang penyakitnya.
R/: Menambah pengetahuan pasien.
Ø  Beri kesempatan pada pasien untuk bertanya mengenai hal yang tidak diketahui.
R/: Meningkatkan kepercayaan klien pada perawat.



4.      Discharge Planning (Lewis 2000 hal 1562)
-          Perhatikan bila terjadi inkontinensia urine dan segera periksa ke dokter.
-          Perhatikan pemasukan cairan 2-3 liter/hari.
-          Observasi tanda dan gejala dari jalannya urine dan luka infeksi.
-          Cegah konstipasi.
-          Hindari mengangkat beban berat (lebih dari 4,5 kg).
-          Jangan mengemudi atau melakukan hubungan seksual untuk 6 minggu setelah operasi.
-          Jaga kepatenan kateter untuk berada pada tempatnya bila masih menggunakan.
-          Hindari beraktivitas yang berlebihan.
-          Perhatikan diit untuk menurunkan BB dan cegah minum minuman beralkohol, kopi dan teh.
-          Minum obat secara teratur sesuai instruksi dokter.
-          Kontrol kembali sesuai dan tepat waktu yang sudah ditentukan.
-          Memperhatikan kebersihan alat genetalia.


C.  PATOFLOWDIAGRAM

Penyebab pasti belum diketahui
Diduga: -     Faktor usia
-          Akumulasi berlebihan dari Dehydroxytestosteron
-          Stimulasi rangsangan estrogen
-          Kerja hormon pertumbuhan
 



Pembesaran kelenjar prostat
 



Menyumbat kolum vesikal/uretra prostatik
 



Pengosongan urine inkomplet/retensi urine à DP1. Retensi urin
 















































BAB III
PENGAMATAN KASUS


Pengamatan kasus dilakukan pada Tn. M berusia 58 tahun bersuku Flores. Pasien seorang guru dan aktif dalam kepartaian. Pasien seorang ayah dari tiga orang anak. Pasien masuk rumah sakit Sint Carolus dirawat di unit Lukas Km.  66-1 sejak tanggal 29 Januari 2004, dengan diagnosa masuk Hematuri dan diagnosa saat pengkajian Post TUR hari ketiga a/i hipertropi prostat, dengan keluhan utama pada saat masuk pasien mengeluh sejak + 7 hari yang lalu kencing tidak lancar, air kencing berwarna merah seperti darah, BAK cukup banyak, kadang menetes tidak terkontrol, rasa nyeri saat berkemih, kandung kemih terasa penuh, tidak puas saat berkemih sampai tidak bisa berkemih lagi. Lalu pasien berobat ke dokter praktek dan dianjurkan untuk dirawat dan rencana operasi TUR.
Pada saat pengkajian keadaan umum tampak sakit sedang ke ringan, kesadaran pasien compos mentis dan dari hasil pemeriksaan fisik terhadap klien diperoleh data-data sebagai berikut: tanda-tanda vital S: 365 oC per axilla, TD : 150/80 milimeter air raksa, N : 85 x/menit, HR : 90 x/menit, P : 20 x/menit, BB : 73 kg, TB : 162 cm, IMT : 27,65 dengan kesimpulan berat badan berlebih. Pasien sudah dilakukan Op TUR, buli-buli asal jaringan prostat, tidak memakai kateter lagi, urine warna kuning jernih, sudah mobilisasi jalan dan pasien mengeluh bila berkemih tidak nyeri lagi tetapi ada rasa tidak puas/tidak terlampias, berkemih menjadi semakin sering dan perut bagian bawah terasa keras, kadang berkemih atau tidak berkemih ujung penis terasa perih. Pasien mengatakan sebelumnya pernah operasi TUR pada tahun 2001 dan dinyatakan sembuh dan saat ini berulang kembali. Personal hygiene sudah mandiri.
Dari hasil pemeriksaan diagnostik didapatkan :
Hasil lab tanggal 1 Pebruari 2004; Hb : 10,4 g/dl, Ht : 30%.
Tanggal 31 Januari 2004      :    Hb : 9,5 g/dl, Ht : 30%, Leukosit : 11.800/ul, Trombosit : 251.000/ul.
Tanggal 30 Januari 2004      :    Hb : 9,2 g/dl, Ht : 29%, Leukosit : 9.500/ul, Trombosit: 233.000/ul, Natrium : 132 milimol per liter, Kalium : 3,2milimol oer liter .Tanggal 29 Januari 2004      :           Hasil USG, kesimpulan : suspek blood clot di kandung kemih.
                                                  Hasil Ro : tidak tampak kelainan di paru, cor normal, sinus dan diafragma baik.
Diit : biasa
Pasien mendapat therapi :
-          Transamin 3x1 tab
-          Gastridin 3x1 tab
-          KSR 3x1 tab
-          Panadol 4x1 tab
-          Nifedipin 3x10 mg
Masalah yang ditemukan pada saat pengkajian adalah gangguan pola eliminasi urinaria , Resiko tinggi infeksi saluran perkemihan, Resiko tinggi terjadinya perdarahan dan kurang pengetahuan pasien tentang post pembedahan,Tindakan keperawatan untuk masalah yang ada pada pasien ini adalah : Megkaji pola berkemih pasien (frekuensi, warna dan jumlah urine yang keluar, mengobservasi tanda-tanda vital, monitor intake dan output, memberikan  penyuluhan dan memberikan terapi sesuai instruksi dokter.
















BAB IV
PEMBAHASAN KASUS


Setelah penulis melakukan pengamatan kasus secara langsung selama kurang lebih satu hari pada Bapak M dengan Post TUR hari ke-3 atas indikasi hipertropi prostat, bila dibandingkan dengan teori didapat di literatur dan pelajaran didapat di bangku kuliah maka penulis menemukan ada beberapa persamaan dan perbedaan yaitu :
A.    Pengkajian
Dari pengkajian, penyebab BPH belum diketahui kemungkinan karena adanya gangguan hormonal, usia, pekerjaan. Dari tanda dan gejala sama dengan teori yaitu didapat pasien tidak terlampias saat berkemih dan kencing tersendat-sendat, urine berwarna merah seperti darah, nyeri saat berkemih, kencing sering dan sedikit sampai tidak dapat berkemih, tanda dan gejala di atas sama dengan teori. Pada saat pengkajian pasien sudah dilakukan pembedahan TUR hari ke-3, aff kateter hari pertama. Ditemukan pasien mengeluh kencing tidak terlampias, kencing sering tapi sedikit, kemungkinan ini dikarenakan adanya tanda keengganan tekanan dan depresi karena tidak bisa mencapai kontrol kandung kemih setelah lepas kateter. Pasien mengeluh nyeri pada abdomen ini karena adanya distensi abdomen ditandai dengan palpasi teraba keras pada kandung kemih. Sedangkan komplikasi paska pembedahan tidak terjadi pada pasien ini seperti perdarahan, syok, infeksi, inkontinensia, epididimitis tidak ditemukan. Tetapi kemungkinan besar dapat terjadi, karena pasien Post TUR hari ke-3 dan terdapat distensi pada abdomen serta tidak terlampias bila berkemih.

B.     Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan yang ada pada teori Post TUR terdapat 6 masalah, yaitu : nyeri, perubahan pola eliminasi urine, resti infeksi, resti kekurangan volume cairan, resti perdarahan dan kurang pengetahuan perawatan paska pembedahan. Dari keenam masalah teori tersebut ada 4 masalah yang sama dengan kasus yang diamati yaitu perubahan eliminasi urine, resiko tinggi infeksi, resiko tinggi perdarahan dan kurang pengetahuan perawatan post pembedahan. Untuk dua masalah resiko tinggi infeksi dan resiko perdarahan pada pasien belum terjadi, kemungkinan besar dapat terjadi. Perbedaannya di teori ditemukan adanya masalah nyeri sehubungan dengan tindakan pembedahan sedangkan pada pasien masalah ini ditemukan. Hal ini disebabkan karena sudah tiga hari post operasi dan pasien sudah mengatakan sudah tidak merasakan nyeri lagi.

C.    Perencanaan
Perencanaan yang disusun disesuaikan dengan tingkat patologis yang terjadi pada pasien. Penekanan yang lebih ditujukan pada masalah perubahan pola eliminasi, resiko infeksi, dan resiko perdarahan. Meskipun masalah ini masih beresiko namun kemungkinan besar dapat muncul karena pasien masih mengeluh kencing tidak terlampias dan ditandai dengan distensi pada abdomen. Tanpa mengabaikan masalah kurang pengetahuan setelah tindakan pembedahan karena jika masalah ini tidak ditangani maka pasien akan tetap melakukan gaya hidup yang salah yang dapat mempercepat penyakit ini berulang kembali.

D.    Pelaksanaan
Perencanaan yang telah disusun sebagian besar telah dilaksanakan diantaranya : mengobservasi tanda-tanda vital, mengkaji pola eliminasi urine (warna, frekuensi, dan jumlah), dan mengobservasi tanda-tanda perdarahan dan infeksi, menganjurkan pasien untuk meningkatkan pemasukan cairan kurang lebih 2 liter/hari karena pada pasien harus diperhatikan karena output lebih banyak dari intake, menganjurkan pasien untuk tidak mengangkat beban berat, tidak menahan untuk berkemih dan tidak mengejan saat bak.

E.     Evaluasi
Untuk evaluasi, setelah penulis melakukan tindakan keperawatan berdasarkan masalah yang muncul pada Tn. M bahwa gangguan pola eliminasi urine masih mungkin terjadi karena pasien mengeluh tidak terlampias saat berkemih dan kencing sering dan sedikit, terdapatnya distensi abdomen sehingga menimbulkan nyeri. Maka dari itu penanganan dan pengawasan serta perawatan lebih lanjut diserahkan pada perawat karena keterbatasan waktu. Untuk tanda-tanda infeksi kemungkinan dapat terjadi karena tampak di ujung penis agak kemerah-merahan. Untuk resiko perdarahan tidak terjadi karena urine berwarna kuning jernih dan tidak terdapat tanda-tanda perdarahan karena pasien diberikan terapi oral. Untuk pengetahuan pasien, bertambah tentang penanganan penyakit hipertropi prostat khususnya di rumah. 
BAB V
KESIMPULAN


Hipertropi prostat yang dialami TN. M adalah karena berulang kembali penyakitnya di dapat TN. M pernah operasi TUR pada tahun 2001. Hal ini mungkin saja terjadi karena BPH merupakan proses patologis yang mungkin dapat saja berulang kembali. Penyebabnya belum diketahui karena faktor usia, gangguan hormonal dan pekerjaan. Tanda dan gejala yang khas adalah adanya gangguan pada sistem perkemihan, yaitu terjadi resistensi urine, hematuria, disuria, nokturia dan urine menetes setelah berkemih. Pengobatan yang dilakukan untuk penderita BPH ini adalah tindakan pembedahan TUR (Transurethra Resection) dan hal yang mungkin terjadi adalah perdarahan, infeksi, trombus, epididimitis, inkontinensia, berkemih tidak lampias mengakibatkan distensi abdomen sehingga timbul nyeri pada abdomen. Hal yang diperhatikan adalah perubahan pada pola perkemihan dan perdarahan serta infeksi saluran perkemihan akibat pasca pembedahan, maka sebab itu sebagai perawat profesional pasien dianjurkan setelah post op :
·         Tidak boleh mengedan untuk mengeluarkan urine.
·         Harus banyak minum + 2 liter/hari bila tidak ada kontraindikasi seperti kencing tak terlampias mengakibatkan ada residu di kandung kemih.
·         Perhatikan personal hygiene genitalia.
·         Makan makanan tinggi serta agar tidak terjadi konstipasi.
·         Tidak mengangkat beban berat.
·         Dalam 1-2 hari pasien dianjurkan untuk mobilisasi jalan dan tidak banyak duduk dikarenakan dapat mengakibatkan distensi pada abdomen.
·         Minum obat sesuai program medik.
·         Perhatikan tanda-tanda seperti : urine berwarna merah, sulit untuk berkemih, sakit bila berkemih segera periksa ke dokter terdekat.
Diperlukan kerjasama antara perawat, pasien dan keluarga untuk merawat pasien pasca pembedahan agar tidak terulang kembali dan cepat mendapatkan penyembuhan yang maksimal.




DAFTAR PUSTAKA


Brunner and Suddarth, Medical Surgical Nursing. Edition, Ninth Book II, Lippincott. 2002.

Doengoes, M.E., Rencana Asuhan Keperawatan, Edisi 3. EGC. Jakarta. 2002.

Lewis. Medical Surgical Nursing. Fifth, Edition. Mosby. 2000.

Luckman & Sorensens. Medical Surgical Nursing: A Psychophysiologic Approach. 4th Ed, W.B. Saunders Company, St. Louise, 1993.

Joyce, M. Black. Medical Surgical Nursing Clinical Management For Continuity of Care. 5th edition W.B. Saunders Company. Philadelphia: 1997.

Price, Sylvia A. Patofisiologi. Edisi 4. Alih bahasa Dr. Peter. EGC. Jakarta, 1995.





1 komentar:

  1. terimakasih informasinya, lengkap dan membantu sekali

    http://acemaxsshop.com/obat-tradisional-kanker-prostat/

    BalasHapus