BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Dalam kehidupan manusia kesehatan merupakan hal yang sangat penting,
apabila dalam era globalisasi saat ini dimana lingkungan tidak lagi bersih,
udara yang kita hidup tiap saat banyak sekali mengandung polutan yang berbahaya
bagi kesehatan. Meningkatnya gaya hidup dan perilaku manusia. Juga mempengaruhi
kesehatan manusia, misalnya: merokok yang tanpa disadari telah memasukkan
begitu banyak racun ke dalam tubuh kita.
Salah satu akibat dari lingkungan yang tidak bersih terutama udara
yang tercemar adalah munculnya berbagai penyakit pernapasan diantaranya adalah
Asma, walaupun secara langsung udara yang tercemar bukan penyebab Asma, tetapi
udara yang tercemar merupakan alergen yang menyebabkan serangan asma karena
kebanyakan alergen terdapat di udara dan musiman.
Asma adalah penyakit jalan napas obstruksi intermiten, reversible
dimana trakea dan bronki berespons dalam secara hiperaktif terhadap stimulasi
tertentu. (Brunner and Suddarth, 2002, hal. 611). Asma dapat terjadi pada sembarang
golongan usia. Sekitar setengah dari kasus terjadi pada anak-anak dan sepertiga
lainnya terjadi sebelum usia 40 tahun. Dalam sebuah survey di Inggris yang
melibatkan 2000 orang, 68% mengira asma adalah kondisi yang paling umum terjadi
di bawah usia 12 tahun, tetapi kenyataannya 40% penderita mengalami masalah
setelah umur 18 tahun. Tetapi kebanyakan orang dalam kelompok usia di atas 50
tahun mampu menahan bunyi dan sesak nafas karena kenyataan faktor usia.
(http:/www.vision.netid/detail php? Id=1652). Hampir 17% dari semua rakyat
Amerika mengalami Asma dalam suatu kurun waktu tertentu dalam kehidupan mereka.
Di Indonesia belum ada penyelidikan yang menyeluruh. Di poliklinik
sub bagian paru FKUI/RSCM Jakarta, 50% kunjungan merupakan penyakit asma (Kompas,
Januari 2004). Penyakit asma sebenarnya merupakan penyakit yang dapat dicegah.
Penanggulangan asma sekarang ini lebih dititikberatkan untuk mencegah
terjadinya serangan asma dan diupayakan agar penderita asma dapat melakukan
aktivitas seperti biasanya.
Untuk itu kita sebagai perawat hendaknya memberikan asuhan
keperawatan untuk mencapai kesehatan pasien yang optimal antara lain penyuluhan
kepada penderita asma dan keluarga tentang pentingnya menghindari faktor
penyebab asma seperti stress, debu, rokok, alergi, aktivitas yang berlebih.
Pentingnya gizi yang baik, cukup istirahat, olahraga ringan secara teratur dan
rutin kontrol ke dokter.
B. Tujuan Penulisan
1.
Mengetahui dan memahami
penyakit Asma Bronkiale, tanda dan gejala yang timbul pada pasien.
2.
Memperoleh pengalaman nyata
dalam merawat pasien dengan asma bronkiale sehingga dapat menerapkan konsep
dasar klinis dan keperawatan yang diperoleh di perkuliahan.
3.
Memperoleh gambaran nyata
tentang pelaksanaan asuhan keperawatan langsung di lapangan.
C. Metode Penulisan
Adapun metode penulisan makalah yang
digunakan :
1.
Studi kepustakaan dengan
mengambil beberapa literatur yang berhubungan dengan Asma Bronkiale.
2.
Pengamatan langsung di unit
Carolus yang meliputi pengkajian, analisa data, diagnosa keperawatan, perencanaan,
pelaksanaan dan evaluasi.
3.
Wawancara dengan pasien.
D. Sistematika Penulisan
Sistematika penulisan makalah ini diawali dengan Bab I pendahuluan
yang berisi tentang latar belakang, tujuan, metode dan sistematika penulisan.
Dilanjutkan Bab II tinjauan teoritis yang berisi tentang konsep dasar medik dan
konsep dasar keperawatan. Konsep dasar medik berisi tentang definisi, anatomi
fisiologi, etiologi, patofisiologi, tanda dan gejala, test diagnostik,
pengelolaan medik dan komplikasi. Konsep dasar keperawatan berisi tentang
pengkajian, diagnosa keperawatan, perencanaan dan perencanaan pulang. Bab III
berisi tentang pengamatan kasus, yang meliputi analisa data, diagnosa
keperawatan, perencanaan keperawatan, pelaksanaan dan evaluasi. Bab IV
pembahasan kasus, dilanjutkan Bab V tentang kesimpulan dan diakhiri dengan
daftar pustaka.
BAB II
TINJAUAN TEORITIS
A.
Konsep Dasar Medik
- Definisi
-
Asma adalah penyakit jalan
napas obstruktif intermiten, reversible dimana trakea dan bronkus berespon
dalam secara hiperaktif terhadap stimuli tertentu, dan dimanifestasikan dengan
penyempitan jalan napas, yang mengakibatkan dispnea, batuk dan mengi.
(Brunner & Suddarth, Edisi 8, Vol. 1, 2001. Hal.
611).
-
Asma adalah suatu penyakit
jalan napas yang ditandai oleh periode bronkospasme, merupakan penyakit
kompleks yang meliputi biokimia, imunologi, endokrin, infeksi, autoimun dan
faktor psikologi. (Luckman and Sorensen’s, 1993, Hal. 1021).
-
Asma adalah suatu penyakit
peradangan kronik pada jalan napas yang mana peradangan ini menyebabkan
perubahan derajat obstruksi pada jalan napas dan menyebabkan kekambuhan.
(Lewis, 2000, hal. 660).
-
Asma adalah keadaan klinis yang
ditandai oleh masa penyempitan bronkus yang reversibel. (Sylvia A. Price, 1995,
hal. 149).
Jenis-jenis Asthma :
a.
Asthma alergik
Yaitu asthma yang disebabkan oleh
alergen, misalnya: serbuk sari binatang, marah, makanan dan jamur. Biasanya
mempunyai riwayat keluarga yang alergen dan riwayat medis masa lalu, iskemia
dan rhinita alergik.
b.
Asthma idiopatik atau non
alergik
Yaitu tidak berhubungan dengan
alergen spesifik, faktor-faktor seperti common vold, infeksi traktus
respiratorius, latihan, emosi dan lingkungan pencetus serangan. Serangan
menjadi lebih berat dan dapat berkembang menjadi bronkitis kronis dan empisema.
c.
Asthma gabungan
Yaitu bentuk asthma yang paling
umum, mempunyai karakteristik dari bentuk alergik maupun bentuk idiopatik atau
non alergik.
Klasifikasi Asthma:
a.
Mid Intermiten
Yaitu kurang dari 2 kali seminggu
dan hanya dalam waktu yang pendek; tanpa gejala, diantara serangan-serangan
pada waktu malam kurang dari 2 kali sebulan. Fungsi paru-paru FEV dan PEF
diperkirakan lebih dari 80%.
b.
Mid Persistent
Yaitu serangan lebih ringan tetapi
tidak setiap hari, serangan pada waktu malam timbul lebih dari 2 kali sebulan.
Fungsi paru-paru FEV atau PEF
diperkirakan sebesar 80%.
c.
Moderat Persistent
Yaitu serangan timbul setiap hari
dan memerlukan penggunaan bronkodilator serangan timbul 2 kali atau lebih dalam
seminggu dan pada waktu malam timbul gejala berat setiap minggu. Fungsi
paru-paru FEV atau PEF diperkirakan 60-80%.
d.
Severe Persistent
Yaitu gejala muncul terus menerus
dengan aktivitas yang terbatas, peningkatan frekuensi serangan dan peningkatan
frekuensi gejala pada waktu malam.
- Anatomi Fisiologi
G A M B A R
Saluran pernafasan terdiri dari
saluran napas bagian atas dan saluran nafas bagian bawah. Saluran nafas bagian
atas terdiri dari : rongga hidung, nasofaring, orofaring dan laringofaring.
Saluran nafas bagian bawah terdiri dari laring, trakea, bronkus dan paru-paru.
Paru-paru terdiri dari paru kanan dan kiri. Paru kanan terdiri dari 3 lobus dan
paru kanan terdiri dari 2 lobus. Saluran udara hingga mencapai paru-paru adalah
:
a.
Hidung
Ketika udara masuk ke rongga hidung, udara tersebut disaring,
dihangatkan dan dilembabkan. Partikel-partikel yang kasar disaring oleh
rambut-rambut yang terdapat dalam hidung, sedangkan partikel halus akan dijerat
dalam lapisan mukosa, gerakan silia mendorong lapisan mukus ke posterior di
dalam rongga hidung dan ke superior di dalam saluran pernafasan bagian bawah.
b.
Faring
Faring adalah pipa berotot yang berjalan dari dasar tengkorak sampai
bersambungan dengan aesofagus. Udara yang sudah disaring, dihangatkan dan
dilembabkan menuju ke faring akibat dorongan gerakan silia. Dari sini lapisan
mukosa akan ditekan dan dibatukkan ke luar. Air untuk pelembaban dihasilkan
oleh lapisan mukosa, sedangkan panas yang disuplai ke udara inspirasi berasal
dari jaringan di bawahnya yang kaya akan pembuluh darah. Jadi udara inspirasi
telah disesuaikan sedemikian rupa sehingga bila mencapai faring hampir bebas
dari debu.
c.
Laring
Laring atau organ suara adalah struktur epitel kartilago yang
menghubungkan faring dan trakea. Fungsi utama laring adalah untuk memungkinkan
terjadinya vokalisasi, laring juga melindungi jalan nafas bawah dan obstruksi
benda asing dan memudahkan batuk. Laring sering disebut sebagai kotak suara.
d.
Trakea
Trakea disokong oleh cincin tulang rawan yang fungsinya untuk
mempertahankan agar trakea tetap terbuka. Trakea dilapisi oleh lendir yang
terdiri atas epitelium bersilia. Jurusan silia ini bergerak jalan ke atas ke
arah laring; maka dengan gerakan ini debu dan butir halus yang turut masuk
bersama pernafasan dapat dikeluarkan.
e.
Bronkus
Dari trakea udara masuk ke dalam bronkus. Bronkus memiliki
percabangan yaitu bronkus utama kiri dan kanan yang dikenal sebagai karina.
Karina memiliki saraf yang menyebabkan bronkospasme dan batuk yang kuat jika
dirangsang.
Bronkus utama kiri dan kanan tidak simetris. Bronkus kanan lebih
pendek dan lebih besar yang arahnya hampir vertikal, sebaliknya bronkus kiri
lebih panjang dan lebih sempit. Cabang utama bronkus bercabang lagi menjadi
bronkus lobaris dan kemudian segmentalis percabangan ini terus berjalan menjadi
bronkus yang ukurannya makin lama makin kecil sampai akhirnya menjadi bronkus
terminalis yaitu saluran udara terkecil yang tidak mengandung alveoli.
f.
Bronkiolus
Saluran udara ke bawah sampai ke tingkat bronkiolus terminalis
merupakan saluran penghantar udara ke tempat pertukaran gas paru-paru. Setelah
bronkiolus terdapat asinus yang merupakan unit fungsional paru yaitu tempat
pertukaran gas. Asinus terdiri dari bronkiolus respiratorik, duktus alvedansi
sakus. Alvedaris terminalis alveolus dipisahkan dari alveolus di dekatnya oleh
dinding septus atau septum. Alveolus dilapisi oleh zat lipoprotein yang
dinamakan surfaktan yang dapat mengurangi tegangan pertukaran dalam mengurangi
resistensi pengembangan pada waktu inspirasi dan mencegah katub alveolus pada
ekspirasi.
Peredaran darah paru-paru
Paru-paru mendapat dua suplai
yaitu arteri bronkiolus (berasal dari aorta thorakalis dan berjalan sepanjang
dinding posterior bronkus) dan arteri pulmonalis. Sirkulasi bronkial
menyediakan darah teroksigenisasi dari sirkulasi sistemik dan berfungsi
memenuhi kebutuhan metabolisme paru.
Vena bronkiolus besar bermuara
pada vena cava superior dan mengembalikan darah ke atrium kanan. Vena
bronkiolus yang lebih kecil akan mengalirkan darah ke vena pulmonalis.
Arteri pulmonalis yang berasal
dari ventrikel kanan jantung mengalirkan darah vena campuran ke paru-paru. Di
paru-paru terjadi pertukaran gas antara alveoli dan darah, darah yang
teroksigenisasi dikembalikan ke ventrikel kiri jantung melalui vena pulmonalis,
yang selanjutnya membagikannya melalui sirkulasi sistemik ke seluruh tubuh.
Proses pernafasan dipengaruhi oleh :
Ventilasi : pergerakan
mekanik udara dari dan ke paru-paru
Perfusi : distribusi
oksigen oleh darah ke seluruh pembuluh darah dari paru-paru.
Difusi : pertukaran
oksigen dan karbondioksida antara alveoli dan kapiler paru.
Transportasi : pengangkatan O2-CO2
yang berperan sistem kardiovaskular.
- Etiologi
-
Faktor ekstrinsik : reaksi
antigen-antibody, debu, bulu binatang, serbuk-serbuk, spora, jamur, makaan.
-
Faktor intrinsik : infeksi,
iritan, cuaca, palutan, lingkungan, emosi (stress).
-
Bentuk campuran dari kedua hal
di atas.
- Patofisiologi
Asma adalah suatu proses inflamasi
kronik yang menghasilkan edema mukus, sekresi mukus dan inflamasi. Obstruksi
dapat disebabkan oleh beberapa hal berikut ini yaitu kontraksi otot-otot yang
mengelilingi bronki menyempitkan jalan napas, pembengkakan membran yang
melapisi bronki, pengisian bronki dengan mukus yang kental. Beberapa individu
dengan asma mengalami respon imun yang buruk terhadap lingkungan. Bila zat-zat
alergen memasuki paru-paru sehingga merangsang antibodi yang dihasilkan (IgE)
menyerang sel-sel mast dalam paru sehingga menyebabkan pelepasan produk-produk
sel-sel mast seperti histamin, bradikinin dan prostaglandin serta anafilaksis
dari substansi yang bereaksi lambat (SRS.A). Pelepasan mediator ini dalam
jaringan paru mempengaruhi otot polos dan kelenjar jalan napas sehingga
menyebabkan bronkospasme, pembengkakan membran mukosa dan pembentukan mukus
yang sangat banyak. Sistem saraf otonom mempersarafi paru. Otot bronkial di
atur oleh impuls saraf vagal melalui sistem parasimpatik ketika saraf pada
jalan napas dirangsang oleh faktor seperti infeksi, latihan, dingin, merokok,
dan emosi sehingga jumlah asetilkolin yang dilepaskan meningkat dan menyebabkan
bronkokonstriksi yang merangsang pembentukan mediator kimiawi. Selain itu
reseptor alfa dan beta adrenergik dari sistem saraf simpatik terletak dalam
bronki, sehingga ketika alfa adrenergik dirangsang terjadi bronkokonstriksi dan
bronkodilatasi terjadi ketika reseptor beta adrenergik yang dirangsang.
Keseimbangan antara alpha dan beta adrenergik dikendalikan oleh siklik adenosin
monophospat (c AMP). Stimulasi reseptor alfa mengakibatkan penurunan c AMP,
yang mengarah pada peningkatan mediator kimia yang dilepaskan oleh sel-sel mast
bronkokonstriksi. Stimulasi reseptor beta mengakibatkan peningkatan tingkat c
AMP yang menghambat pelepasan mediator kimia yang menyebabkan bronkodilatasi.
Penyekatan beta adrenergik terjadi pada penderita asma, akibatnya osmotik
rentan terhadap peningkatan pelepasan mediator kimia dan konstriksi otot polos.
- Tanda dan Gejala
-
Batuk produktif
-
Wheezing
-
Dispnea
-
Mengi
-
Ekspirasi memanjang
-
Barrel chest (dada tong)
-
Orthopnea
-
Berkeringat
-
Tachypnea
-
Tachycardia.
- Test Diagnostik
-
Rontgen thorax
Pada fase akut menunjukkan
hiperinflasi dan pendataran diafragma.
-
Pemeriksaan darah
IgE meningkat terutama pada asma
alergik.
-
Sputum
-
AGD
Menunjukkan hipoxia selama serangan
akut, PCO2 yang rendah.
-
Fungsi paru
PEV dan FVC sangat menurun.
- Komplikasi
a.
Status asmatiks : asma yang
berat dan persistent yang tidak berespon terhadap terapi konvensional.
b.
Pneumonia : proses inflamasi
parenkim paru yang umumnya disebabkan oleh agens infeksius.
c.
Atelektasis
d.
Obstruksi jalan nafas
e.
Faktor iga.
- Therapi/Pengelolaan Medik
-
Agenis Beta : untuk mendilatasi
otot-otot polos bronkial dan meningkatkan gerakan sililaris. Contoh obat :
epinefrin, albutenol, meta profenid, iso proterenoli isoetharine, dan
terbutalin. Obat-obat ini biasa digunakan secara parenteral dan inhalasi.
-
Metil salin untuk
bronkodilatasi, merilekskan otot-otot polos, dan meningkatkan gerakan mukus
dalam jalan nafas. Contoh obat: aminophyllin, teophyllin, diberikan secara IV
dan oral.
-
Antikolinergik, contoh obat :
atropin, efeknya : bronkodilator, diberikan secara inhalasi.
-
Kortikosteroid, untuk
mengurangi inflamasi dan bronkokonstriktor. Contoh obat: hidrokortison,
dexamethason, prednison, dapat diberikan secara oral dan IV.
-
Inhibitor sel mast, contoh
obat: natrium kromalin, diberikan
melalui inhalasi untuk bronkodilator dan mengurangi inflamasi jalan nafas.
-
Oksigen, terapi diberikan untuk
mempertahankan PO2 pada tingkat 55 mmHg.
-
Fisioterapi dada, teknik
pernapasan dilakukan untuk mengontrol dispnea dan batuk efektif untuk
meningkatkan bersihan jalan nafas, perkusi dan postural drainage dilakukan
hanya pada pasien dengan produksi sputum yang banyak.
B.
Konsep Dasar Keperawatan
- Pengkajian
a.
Pola persepsi dan pemeliharaan
kesehatan
-
Riwayat keluarga asma dan
alergi.
-
Baru saja mengalami ISPA atau
sinusitis.
-
Riwayat alergi
-
Riwayat obat-obat yang biasa
digunakan.
b.
Pola nutrisi metabolik
-
Mengeluh mual dan tidak nafsu
makan karena distress pernapasan.
-
Tidak mau makan selama
serangan.
c.
Pola aktivitas dan latihan
-
Sesak, batuk produktif dengan
sputum kuning atau hijau.
-
Ortopnea.
d.
Pola tidur dan istirahat
-
Kurang tidur karena sesak
-
Insomnia.
e.
Pola persepsi kognitif
-
Klien mampu mengungkapkan
strategi mengatasi serangan akut tapi tidak mampu menggunakan efektif selama
serangan (panik).
f.
Pola persepsi dan konsep diri
-
Merasa sebagai orang yang lemah
atau sakit-sakitan, perubahan body image.
g.
Pola hubungan dengan sesama
-
Mengeluh karena serangan
dicetuskan oleh orang-orang sekitar, seperti : asap, rokok.
h.
Pola koping dan toleransi
terhadap stress.
-
Cemas, marah, putus asa.
- Diagnosa Keperawatan
a.
Ketidakefektifan bersihan jalan
napas b.d batuk-batuk efektif, produksi mukus berlebih.
b.
Ketidakefektifan pola napas b.d
bronkospasme, produksi mukus.
c.
Gangguan pertukaran gas b.d
ventilasi/perfusi tidak memadai.
d.
Intoleransi beraktivitas b.d
sesak nafas.
e.
Kecemasan b.d kesulitan
bernafas.
f.
Resiko tinggi terhadap infeksi
b.d berkurangnya fungsi paru, ketidakefektifan bersihan jalan napas, penggunaan
terapi kortikosteroid.
- Perencanaan Keperawatan
a.
DP1. Ketidakefektifan bersihan jalan napas b.d batuk tidak efektif,
produksi mukus berlebih.
HYD: Mempertahankan jalan napas paten dengan bunyi
napas bersih.
Intervensi
:
-
Auskultasi dan catat bunyi
napas, misal: ronchi, wheezing dan crackles.
Rasional : untuk
mengetahui adanya obstruksi jalan napas.
-
Kaji karakteristik batuk dan
sputum.
Rasional : menentukan
jenis tindakan yang akan dilakukan.
-
Berikan pasien posisi yang
nyaman.
Rasional : peninggian
kepala tempat tidur, mempermudah batuk dan mengeluarkan sekret.
-
Pertahankan polusi udara
seminimal mungkin, mis: debu, asap, dan lain-lain.
Rasional : mengurangi
faktor pencetus serangan.
-
Dorong dan ajarkan napas dalam
dan batuk efektif.
Rasional : mempermudah
mengeluarkan sekret dan memberikan cara untuk mengatasi dispnea.
-
Kolaborasi untuk pemberian
bronkodilator.
Rasional : merilekskan
otot-otot pernapasan dan menurunkan kongesti lokal, menurunkan spasme jalan
napas dan produksi sekret.
b.
DP2. Pola nafas tidak efektif b.d sumbatan jalan napas, cepat, lemah.
HYD: Pola nafas kembali normal 12-20 kali/menit
Intervensi
:
-
Kaji dan catat pola dan
frekuensi pernapasan.
Rasional : mengidentifikasi
perubahan pola napas.
-
Berikan posisi semifowler.
Rasional : meningkatkan
ekspansi paru.
-
Anjurkan dan ajarkan teknik
batuk efektif dan napas efektif.
Rasional : membantu
pasien kembali ke pola napas normal.
-
Kolaborasi untuk pemberian
oksigen.
Rasional : untuk
merilekskan otot-otot saluran napas.
c.
DP3. Gangguan pertukaran gas b.d ventilasi/perfusi tidak memadai.
HYD: Menunjukkan
perbaikan ventilasi dan oksigenisasi ke jaringan adekuat dengan GDA dalam batas
normal dan bebas dari gejala distres pernapasan.
Intervensi
:
-
Kaji frekuensi dan kedalaman
pernapasan.
Rasional : untuk
evaluasi terhadap distres pernapasan.
-
Auskultasi bunyi napas.
Rasional : untuk
mengetahui penurunan aliran udara.
-
Awasi tingkat kesadaran dan
status mental.
Rasional : gelisah
dan ansietas merupakan gejala umum hipoxia.
-
Anjurkan untuk mengeluarkan
sekret, k/p gunakan alat penghisap.
Rasional : mencegah
sumbatan jalan napas.
-
Kolaborasi untuk pemberian
oksigen.
Rasional : untuk
memenuhi kebutuhan oksigen tubuh dan mencegah hipoxia.
d.
DP4. Intoleransi beraktivitas b.d sesak nafas.
HYD: Klien
mampu menunjukkan peningkatan toleransi terhadap aktivitas.
Intervensi
:
-
Kaji kemampuan aktivitas
pasien.
Rasional : menetapkana
kemampuan/kebutuhan pasien dan memudahkan pilihan intervensi.
-
Berikan lingkungan yang tenang.
Rasional : menurunkan
stress dan rangsang berlebih.
-
Jelaskan pentingnya istirahat
dalam rencana pengobatan.
Rasional : menurunkan
laju metabolik, menghemat energi untuk penyembuhan.
-
Bantu aktivitas perawatan diri
yang diperlukan.
Rasional : meminimalkan
kelelahan dan membantu keseimbangan suplai dan kebutuhan O2.
e.
DP5. Kecemasan b.d kesulitan bernafas.
HYD: -
Kecemasan berkurang sampai hilang.
-
Ekspirasi wajah rileks.
Intervensi
:
-
Kaji tingkat kecemasan.
Rasional : menentukan
intervensi berikutnya.
-
Dampingi pasien saat serangan.
Rasional : mengurangi
kecemasan
-
Jelaskan obat-obat yang
diberikan ke pasien.
Rasional : memungkinkan
penyebab kecemasan.
f.
DP6. Resiko tinggi terhadap infeksi b.d berkurangnya fungsi paru,
ketidakefektifan bersihan jalan napas, penggunaan terapi kortikosteroid.
HYD: Tidak terjadi infeksi ditandai dengan
-
Suhu : 36-37 oC
-
Leukosit dalam batas normal
-
Sputum bersih, warna putih.
Intervensi
:
-
Observasi TTV (TD, N, S, P) dan
tanda-tanda infeksi.
Rasional : peningkatan
suhu menandakan terjadi proses infeksi.
-
Kaji karakteristik sputum,
warna, jumlah dan konsistensi.
Rasional : indikator
adanya infeksi.
-
Monitor suara napas.
Rasional : indikator
penumpukan sputum.
-
Kolaborasi untuk pemberian
antibiotik.
Rasional : mengobati
infeksi.
- Discharge Planning
-
Ajarkan pasien tentang dosis,
waktu minum obat secara teratur.
-
Anjurkan untuk menghindari
kontak dengan zat-zat alergen.
-
Ajarkan pasien untuk
menggunakan inhalasi spray.
-
Ajarkan pasien dan keluarga
untuk memberikan pertolongan pertama saat serangan.
-
Ajarkan pasien untuk napas dan
batuk efektif.
C. Patoflowdiagram
BAB III
PENGAMATAN KASUS
Pengamatan kasus dilakukan pada
Ny. S, umur 45 tahun, agama Islam, masuk RS Sint Carolus, unit Carolus kamar
301-1 pada tanggal 01-08-2005 melalui UGD RS Sint Carolus dengan diagnosa medik
Cefalgia + Asma Bronkiale. Klien mengatakan sejak 1 minggu yang lalu badannya
panas, batuk berdahak dan sesak, mengeluh mual tidak ada muntah, pusing dan
nyeri di dada, lalu pasien dibawa ke UGD dan oleh dokter jaga dianjurkan untuk
dirawat di UGD. Klien mendapat Combivent 1 amp dan Pulmicort 1 amp nebulizer.
Pada saat pengkajian klien dirawat
hari ke-4, keadaan umum tampak sakit ringan, kesadaran composmentis, terpasang
infus RL 8 jam/kolf (16 tetes/menit) di tangan sebelah kanan, mobilisasi jalan,
kebutuhan dibantu sebagian, observasi TTV : TD. 110/70 mmHg, S. 37,1oC,
N. 80 x/menit, HR. 80 x/menit. Klien mengatakan batuk masih ada, sputum bisa
keluarkan, sesak kadang-kadang, pusing masih ada, mual dan nyeri dada sudah
tidak ada, klien mampu menghabiskan 1 p roti.
Pada pemeriksaan laboratorium
tanggal 02/08/2005 menunjukkan hasil : Hb : 14,0 g/dl, Ht: 42%, L: 3.700/uL,
Trombosit : 230.000/uL, Trigliserida : 158, Kolesterol total : 208 mg/dL, HDL
Kolesterol : 39 mg/dL, LDL Kolesterol: 15,1 mg/dl, Salmonella Typhi H : (-),
Salmonella Typhi O : (-).
Hasil
photo thorax : - Paracardial kiri agak suram : Bronkopneumonia
- Paru kanan baik, cor sedikit membesar, CT
ratio > 0,5
- Sinus-sinus dan diafragma baik.
Klien
sudah mendapat obat oral :
-
Godicym 1x 400 mg
-
Impepsa 3x15 cc
-
Paracetamol 3x1 tab
-
Pumpitor 2x1 tab
-
Kapsul campur berisi : Codein 10 mg
Xyzal ½
Theopilin.
Obat IV :
Bifotik 2x1 drip dalam 100 cc NaCl.
Masalah
yang ditemukan pada klien adalah ketidakefektifan bersihan jalan napas,
hipertermi, resiko tinggi ketidakefektifan pola napas, resiko tinggi infeksi.
Telah dilakukan beberapa tindakan keperawatan untuk mengatasi masalah tersebut
diantaranya : mengobservasi TTV, mengkaji pernapasan, suara napas, mengkaji
karakteristik sputum, warna, jumlah dan konsistensi, memberikan posisi
semifowler, mengajarkan latihan napas dalam dan batuk efektif, memberikan
terapi sesuai instruksi medik.
Pada evaluasi,
terdapat masalah yang belum teratasi yaitu ketidak-efektifan bersihan jalan
napas, karena klien masih mengeluh batuk, batuk efektif, sputum warna putih,
dan masalah hipertermi. Sedangkan 2 masalah yaitu resiko tinggi
ketidakefektifan pola napas dan resiko tinggi infeksi tidak terjadi. Sampai
akhir pengamatan semua tindakan pemberian asuhan keperawatan pada pasien masih
dilanjutkan oleh perawat ruangan.
BAB IV
PEMBAHASAN KASUS
Setelah dilakukan pengamatan
langsung di unit Carolus pada Ny. S dengan Asma Bronkiale bila dibandingkan
dengan teori yang didapat dari literatur dan pelajaran yang didapat di bangku
kuliah, maka penulis menemukan ada persamaan dan perbedaan dengan pasien yang
dikaji.
A. Pengkajian
Dari pengkajian tanda dan gejala yang ada pada teori adalah : batuk
produktif, dyspnea, mengi, wheezing, ekspirasi memanjang, tachicardia,
tachypnea, orthopnea, berkeringat cyanosis hipoxia. Sedangkan tanda dan gejala
yang ditemukan pada pasien : batuk produktif, sesak kadang-kadang, pusing, suhu
subfibris. Tanda dan gejala yang ada di teori tetapi tidak ada di pasien adalah
: mengi, wheezing, ekspirasi memanjang, tachicardia, tachypnea, orthopnea,
berkeringat, cyanosis, hipoxia. Hal ini dikarenakan karena klien telah dirawat
hari ke-4 dan telah dilakukan beberapa tindakan baik medik atau keperawatan
untuk mengatasi masalah yang ada di pasien sehingga tanda dan gejala sudah
teratasi. Sedangkan tanda dan gejala yang ditemukan pada pasien tetapi tidak
ditemukan di teori: pusing dan suhu fibris. Hal ini dimungkinkan karena sudah
terjadi komplikasi ditandai dengan hasil photo thorax yang menunjukkan
paracardial kiri agak suram : Bronchopneumonia, dan dari hasil lab tanggal
2/8/05 menunjukkan leukosit yang menurun : 3.700 /uL.
B. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa yang ada pada teori tidak semua terdapat pada pasien,
diagnosa yang ada pada pasien yaitu ketidakefektifan bersihan jalan nafas b.d
produksi mukus yang berlebih, hipertermi b.d proses penyakit, resiko tinggi
ketidakefektifan pola napas b.d bronkospasme, resiko tinggi infeksi b.d
bersihan jalan tidak efektif. Dari keempat masalah tersebut, 3 diantaranya
terdapat pada teori sedangkan satu diagnosa yaitu hipertermi b.d proses
penyakit muncul pada pasien karena tanda dan gejala yang ada pada pasien memungkinkan
untuk diangkat diagnosa tersebut. Pasien mengalami hipertermi karena adanya
infeksi yang merupakan komplikasi dari penyakitnya.
C. Perencanaan
Perencanaan yang disusun pada kasus disesuaikan dengan tingkat
perubahan patologis yang terjadi pada pasien. Penekanan ditujukan pada masalah
ketidakefektifan bersihan jalan napas karena masalah tersebut dapat mengancam
keselamatan pasien, karena bila bersihan jalan napas tidak efektif akan
menimbulkan kekurangan O2 dalam tubuh dan akan menyebabkan kematian.
Tanpa mengabaikan masalah lain yang ada pada pasien, perencanaan lebih disusun
sedemikian rupa agar dapat mengatasi masalah yang ada pada pasien.
D. Implementasi
Implementasi dilakukan berdasarkan perencanaan yang telah disusun
diantaranya: mengobservasi TTV, mengkaji pernapasan, suara napas, mengkaji
karakteristik sputum, warna, jumlah dan konsistensi, memberikan posisi
semifowler, mengajarkan latihan napas dalam dan batuk efektif, memberikan
terapi sesuai instruksi medik.
E. Evaluasi
Pada evaluasi terdapat 2 masalah yang sudah teratasi yaitu resiko
tinggi ketidakefektifan pola napas b.d bronkospasme, resiko tinggi infeksi b.d
bersihan jalan napas tidak efektif, sedangkan 2 masalah yang belum teratasi
adalah ketidakefektifan bersihan jalan napas b.d produksi mukus yang berlebih,
karena keluhan batuk masih ada, batuk efektif, sputum warna putih, dan masalah
hipertermi b.d proses penyakit, karena suhu masih sub fibris, keluhan pusing
masih ada dan klien masih mendapat paracetamol rutin.
BAB V
KESIMPULAN
Asma Bronkiale adalah penyakit
jalan napas yang bersifat reversible, dimana trakea dan bronki berespon secara
hiperaktif dalam stimuli tertentu yang menyebabkan bronkospasme sehingga pasien
akan mengalami sesak napas, batuk, mengi, penyebabnya antara lain : debu, bulu
binatang, serbuk-serbuk, spora, jamur, makanan, infeksi iritan, cuaca, emosi,
dan merupakan penyakit kambuhan.
Pada pasien asma yang diderita
sudah sejak lama, penyebab yang memungkinkan asma pasien kambuh adalah debu,
es, capek. Namun saat pasien masuk RS, penyebab asmanya adalah debu. Karena
setiap hari pasien bekerja jauh dan naik angkutan umum yang memungkinkan banyak
debu yang terhirup. Pasien masuk RS karena sejak 1 minggu yang lalu panas,
sesak, batuk, dengan sputum. Sampai saat ini pasien kooperatif terhadap
perawatan yang dilakukan.
Setelah melihat teori dan kasus
yang ada di lapangan, kita sebagai perawat mempunyai peran sangat penting
terutama dalam memberikan penyuluhan kepada pasien tentang penyakit asma,
penyebabnya, tanda dan gejala, dan cara menghindari alergen yang menyebabkan
asma, pertolongan pertama bila kambuh kembali, obat-obatan dan kontrol teratur
ke dokter, karena asma menimbulkan sesak napas dan bila tidak segera ditangani
bisa kambuh. Pasien akan kekurangan O2 cukup lama maka akan terjadi
cyanosis, hipoxia dan akhirnya kematian.
DAFTAR PUSTAKA
Brunner and Suddarth (2002). Textbook of
Medical Surgical Nursing. Alih bahasa : dr. H.Y. Kuncoro. (2002).
Keperawatan Medikal Bedah. Edisi 8. Vol. 1, Jakarta : EGC.
Black, Joyce M. (1997). Medical Surgical
Nursing, Clinical Management for Continuity of Care. Fifth Edition. W.B.
Saunders Company
Brooker, Christine. (1996). The Nurse’s
Pocket Dictionary. 31/E. Alih bahasa: dr. Andry Hartono, D.A. Nutr. (1997).
Kamus Sakut Keperawatan. Edisi 31. Jakarta : EGC.
Doengoes, E. Marilynn. (1993). Nursing
Care Plans, Guidelines for Planning and Documenting Patient Care. Alih
bahasa : I Made Kariasa, SKp, (1993). Rencana Asuhan Keperawatan Pedoman untuk
Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien. Jakarta : EGC.
Guyton and Hall. (1996). Textbook of
Medical Physiology. Alih bahasa : dr. Irawati Setiawan. (1996). Fisiologi
Kedokteran. Jakarta : EGC.
Harjasaputra Purwanto (2002). Daftar Obat
di Indonesia. Edisi 10. Jakarta : Grafidian Medipress.
Junadi, Purnawan Atiek (2000). Kapita
Selekta Kedokteran. Edisi 3. Jakarta : FKUI.
Lewis, Sharon Mantik. (2000). Medical
Surgical Nursing : Assessment and Management of Clinical Problems. Fifth
Edition. Missouri : Mosby Inc.
Luckman and Sorensen’s (1993). Medical
Surgical Nursing : A Psychophysiologic Approach. Fourth edition. Washington
: W.B. Saunders Company.
Sylvia, A. Price (1992). Pathophysiologi
: Clinical Concepts of Disease Process. Alih bahasa : Peter Anugerah (1994).
Patofisiologi Konsep Klinis Proses Penyakit. Jakarta : EGC.
Yesaya, Suwandi. (2004). Asma Menyerang
Berbagai Umur. http://www.vision. net.id/detail.php?id=1652.
OBAT ASMA
BalasHapusOBAT ASMA
OBAT ASMA
OBAT ASMA
askepnya sangat membantu
OBAT ASMA
BalasHapusOBAT ASMA
OBAT ASMA
OBAT ASMA
OBAT ASMA
sangat bagus sekali infonya, terima kasih