BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Seiring dengan perkembangan jaman dan
berkembangnya berbagai macam penyakit dapat menyerang manusia.
Dalam kehidupan sehari-hari manusia
dan lingkungan saling berinteraksi, sehingga tidak menutup kemungkinan untuk
terkena penyakit akibat pengaruh lingkungan. Bronchopneumonia adalah satu
penyakit saluran pernafasan yang biasanya diderita oleh balita, anak juga
tetapi juga sering diderita oleh orang dewasa. Penyakit ini timbul karena
kurangnya kebersihan lingkungan, kepadatan penduduk, polusi udara dan juga
karena infeksi virus dan bakteri.
Insiden biasanya ditemukan pada
laki-laki lebih banyak daripada wanita. Gejala yang tidak spesifik dan tidak
mendadak sehingga tidak dirasakan oleh klien.
Penyakit ini memerlukan perawatan dan
penanganannya yang baik agar komplikasi yang mungkin terjadi dapat dicegah.
Penyakit ini dapat terjadi bila stamina/daya kekebalan tubuh sedang menurun.
B. TUJUAN PENULISAN
Adapun tujuan penulisan makalah ini
adalah:
1.
Untuk mengetahui pengertian,
tanda dan gejala, patofisiologi dari penyakit Bronchopneumonia.
2.
Memberi informasi/gambaran
tentang pelaksanaan asuhan keperawatan pada pasien dengan Bronchopneumonia.
3.
Agar dapat membandingkan antara
teori tentang Bronchopneumonia dengan kasus nyata pada pasien.
C. METODE PENULISAN
Dalam penulisan makalah ini data dan
informasi diperoleh melalui:
- Pengamatan kasus
Dengan mengadakan pengkajian,
pelaksanaan asuhan keperawatan pada pasien dengan Bronchopneumonia di unit
Elisabet.
- Studi kepustakaan
Mempelajari beberapa buku
literatur yang berhubungan dengan Bronchopneumonia.
D. SISTEMATIKA PENULISAN
Penyusunan makalah ini dimulai dengan
Bab I. Pendahuluan, yang terdiri dari latar belakang, tujuan penulisan, metode
penulisan dan sistematika penulisan. Pada Bab II diuraikan tentang tinjauan
teoritis yang mencakup definisi, anatomi fisiologi, etiologi, patofisiologi,
tanda dan gejala, komplikasi, konsep asuhan keperawatan, discharge planning dan
patoflowdiagram. Bab III selanjutnya tentang pengamatan kasus pasien dengan
Bronchopneumonia, Bab IV menguraikan tentang pembahasan kasus. Bab V merupakan
kesimpulan dan terakhir daftar pustaka.
BAB II
TINJAUAN TEORITIS
A.
KONSEP MEDIK
- Definisi
Pneumonia adalah proses peradangan
pada parenchyme (jaringan paru) dimana umumnya disebabkan oleh agen infeksius
(Brunner and Suddarth, 2002).
Bentuk dan macam pneumonia:
a.
Lobar pneumonia
Proses peradangan yang terjadi
pada sebagian lobus atau beberapa lobus. Eksudat yang terjadi dapat menyumbat
alveoli.
b.
Disseminated lobular pneumonia
Proses peradangan yang terjadi
baik di kedua lapang paru hingga pada bronchus dan daerah sekitar bronchus.
c.
Interstitial pneumonia
Proses peradangan terjadi pada
dinding alveolus dan jaringan peribronkial serta jaringan interlobular.
Bronchopneumonia adalah proses peradangan yang mempunyai
pola penyebaran bercak teratur dalam satu atau lebih area terlokalisasi di
dalam bronki dan meluas ke parenkim paru yang berdekatan di sekitarnya.
(Brunner and Suddarth, 2001).
- Anatomi Fisiologi
Pernafasan (respirasi) adalah
peristiwa menghirup udara dari luar yang mengandung O2 ke dalam
tubuh dan menghembuskan udara yang mengandung CO2 sebagai sisa dari
oksidasi keluar dari tubuh. Organ-organ pernafasan terdiri dari: hidung,
faring, laring, trakea, bronchus, bronchiolus dan paru-paru.
HIDUNG
Merupakan 2 buah lubang yang
dipisahkan oleh sekat. Hidung berhubungan dengan saluran air mata yang disebut tuba laterimalis. Di bagian
mukosa terdapat serabut-serabut saraf atau respirator dari saraf penciuman yang
disebut nervus olfactorius. Udara yang masuk ke dalam rongga hidung akan
disaring, dihangatkan dan dilembabkan oleh membran mukosa bersilia, sehingga
bila udara mencapai faring hampir bebas debu.
FARING
Terdapat di bawah dasar tenggorokan,
di belakang rongga hidung dan di depan ruas tulang leher. Di sebelah adenoid
terdapat 2 buah tonsil kiri dan kanan. Di sebelah belakang, terdapat epiglotis
yang berfungsi menutup laring pada waktu menelan makanan. Faring dibagi menjadi
3 bagian, yaitu: nasofaring bagian atas, orofaring bagian tengah dan laringo
faring bagian bawah..
LARING
Terdiri dari tulang rawan yang dapat
tertutup oleh glotis yang memisahkan saluran pernafasan atas dan bawah. Pada
waktu menelan laring bergerak ke atas dan glotis menutup dan epiglotis
mengarahkan makanan dan cairan masuk ke dalam esofagus. Jika benda asing masuk
melewati glotis maka laring yang mempunyai fungsi batuk akan membantu
mengeluarkan benda dan sekret dari saluran respirasi bagian bawah.
TRAKEA (Batang Tenggorokan)
Dibentuk oleh 16-20 cincin yang
terdiri dari tulang rawan, trakea bercabang 2 yakni bronchus utama kiri dan
kanan. Yang memisahkannya disebut karina yang memiliki banyak syaraf dan dapat
menyebabkan Bronchospasme dan batuk yang kuat jika dirangsang.
BRONKUS
Bronkus utama kiri dan kanan tidak
simetris. Bronkus kanan lebih pendek, lebih lebar dan hampir vertikal.
Sebaliknya bronkus kiri lebih panjang, lebih sempit dan mempunyai sudut yang
lebih tajam. Bronkus utama kiri dan kanan bercabang lagi dan menjadi bronkus
lobaris dan kemudian bronkus segmentalis.
BRONKIOLUS
Merupakan cabang terkecil dari
bronkus. Pada bronkiolus tidak terdapat cincin lagi dan pada ujung bronkiolus
terdapat bronkiolus terminalis (saluran terkecil yang mengandung alveoli) yang
memiliki garis tengah 1 mm, asinus (tempat pertukaran gas) terdiri dari
bronkiolus respiratori. Duktus alveolaris dan saccus alveolaris terminalis yang
merupakan struktur akhir dari paru-paru.
PARU-PARU
Paru-paru merupakan sebuah alat tubuh
yang sebagian besar terdiri dari gelembung-gelembung. Gelembung-gelembung
alveoli ini terdiri dari sel-sel epitel dan endotel. Paru-paru kanan terdiri
dari 3 lobus dan 10 segmen, paru-paru kiri terdiri dari 2 lobus dan 9 segmen.
Tiap lobus tersusun oleh lobulus, tiap lobus terdiri dari belahan-belahan yang
lebih kecil yang disebut segmen. Letak paru-paru di rongga dada, pada bagian
tengah paru-paru disebut hilus. Pada mediastinum depan terletak jantung.
Paru-paru dibungkus oleh selaput yang disebut pleura. Pleura dibagi 2 yaitu:
·
Pleura viseral à langsung membungkus paru
·
Pleura à parietal à selaput yang melapisi rongga dada
bagian luar
Di antara kedua pleura ini terdapat rongga yang disebut
cavum pleura. Pada keadaan normal cavum pleura hampa udara sehingga paru-paru
dapat kembang kempis dan juga terdapat sedikit cairan yang berguna meminyaki
permukaannya menghindari gesekan antara paru-paru dan dinding dada dimana
sewaktu bernafas bergerak.
Proses pernapasan:
·
Ventilasi à udara dari dalam ke paru-paru.
·
Perfusi à distribusi O2 oleh darah
ke seluruh pembuluh darah di paru-paru.
·
Difusi à pertukaran O2 dan CO2
antara alveoli dan kapiler paru.
·
Transportasi à pengangkutan O2 – CO2
yang berperan dalam cardiovascular.
- Etiologi
Dapat disebabkan oleh :
1.
Bakteri : streptococcus
(Hemolitikus grup H dan B), staphylococcus aureus, streptococcus
pneumonia/pneumococcus, haemophilus influenza tipe B, mycobacterium
tuberkulosa.
2.
Virus : virus influenza,
adenovirus.
3.
Organisme sejenis bakteri :
mycoplasma pneumonia, chlomydia trachomatis.
4.
Jamur : candida albicans.
- Patofisiologi
Organisme masuk ke paru-paru melalui
saluran pernafasan bagian atas ke bronkus, bronkiolus dan alveoli. Menimbulkan
reaksi peradangan yang menghasilkan cairan yang kaya protein/eksudat dalam
alveoli dan jaringan interstitial. Proses peradangan juga terjadi pada jari peribronkial
dan Interlobular dimana organisme berkembang biak dan menyebar melalui
pori-pori khon dari alveoli satu ke alveoli lain sehingga seluruh segmen atau
lobus paru terserang.
Proses peradangan terjadi dalam 4
tahap, yaitu:
a.
Kongesti (4-12 jam pertama)
Lobus paru-paru meradang dan
membengkak, eksudat serosa masuk ke dalam alveoli melalui pembuluh darah yang
berdilatasi.
b.
Hepatisasi merah (48 jam
berikutnya)
Paru-paru tampak merah dan
bergranula karena alveoli terisi eritrosit, leukosit, polimorfonukleat, fibrin
dan cairan edema.
c.
Hepatisasi kelabu (3-8 hari)
Paru-paru tampak warna kelabu
karena leukosit dan fibrin mengalami konsolidasi dalam alveoli yang terserang.
d.
Resolusi (7-11 hari)
Eksudat mengalami lisis dan
direabsorbsi oleh makrofag sehingga jaringan paru kembali pada struktur semula.
- Tanda dan Gejala
·
Didahului dengan infeksi
saluran pernafasan atas
·
Suhu tubuh dapat mendadak naik
(39o-40oC)
·
Batuk biasanya tidak ditemukan
pada permulaan sakit, mungkin terdapat batuk setelah beberapa hari, mula-mula
kering kemudian menjadi produktif, sputum purulent.
·
Sakit kepala, gelisah, takipnea
sangat jelas disertai dengan pernafasan mendengkur, cuping hidung.
·
Auskultasi: ronchi.
- Pemeriksaan Diagnostik
·
Thorax photo: terdapat
bercak-bercak infiltrat pada satu atau beberapa lobus.
·
Pemeriksaan Lab.
-
Leukosit meningkat
-
Analisa gas darah menunjukkan
asidosis metabolik
-
Biakan darah dan usapan
tenggorokan dapat ditemukan bakteri penyebab
- Therapi dan Penatalaksanaan
·
Pemberian antibiotika
·
Obat ekspektoran untuk
mencairkan dahak
·
Oksigenasi bila klien sesak
nafas
·
Physiotherapy dada, kalau perlu
lakukan pengisapan lendir
·
Pemberian cairan intravena
untuk mencegah dehidrasi
·
Pemberian antipiretik untuk
mengontrol panas.
- Komplikasi
·
Pleura effusion: peningkatan
produksi cairan pleura
·
Otitis media akut/OMA
·
Atelektasis: paru-paru tidak
mengembang (penyembuhan yang tidak adekuat)
·
Empysema: nanah di paru-paru.
·
Infeksi sistemik dapat terjadi
karena melalui pembuluh darah kuman dapat menyebar ke seluruh tubuh.
-
Endokarditis
-
Meningitis
B.
KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN
- Pengkajian
a.
Pola persepsi pemeliharaan
kesehatan
·
Kaji tempat tinggal: ventilasi,
cahaya matahari, sumber polusi di sekitar rumah, kontak dengan
perokok/penderita penyakit paru di sekitar klien.
·
Riwayat kesehatan klien:
pemeliharaan kesehatan, penyakit yang pernah diderita, pengobatan.
·
Kaji pengetahuan klien tentang
penyakit: penyebab, pengobatan dan pencegahan penyakit.
b.
Pola nutrisi metabolik
-
Tidak nafsu makan, malas minum
-
Muntah
-
Peningkatan suhu tubuh 39-40oC
-
Turgor kulit kering/tidak
-
Penurun BB
c.
Pola eliminasi
-
Kebiasaan BAB, adakah diare
-
Warna urine kuning tua
d.
Pola aktivitas dan latihan
-
Keluhan sesak nafas, pernafasan
cepat dan dangkal, pernafasan cuping hidung
-
Letih/lesu
-
Batuk-batuk kering dalam
beberapa hari kemudian menjadi produktif
-
Suara nafas ronchi/rales
-
Nyeri dada
e.
Pola tidur dan istirahat
-
Terganggu karena batuk-batuk
dan sesak nafas
f.
Pola persepsi sensorik dan
kognitif
-
Nyeri dada dan sesak nafas
g.
Pola mekanisme koping dan
toleransi terhadap stres
- Diagnosa Keperawatan
a.
Gangguan pertukaran gas
berhubungan dengan proses infeksi pada jaringan paru.
b.
Ketidakefektifan bersihan jalan
nafas berhubungan dengan peningkatan produksi lendir.
c.
Hipertermi berhubungan dengan
proses infeksi.
d.
Kekurangan volume cairan
berhubungan dengan peningkatan suhu tubuh, peningkatan IWL melalui tachypnea,
intake cairan kurang.
e.
Perubahan nutrisi kurang dari
kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake nutrisi yang tidak adekuat.
f.
Tidak toleransi beraktivitas
berhubungan dengan kelemahan fisik karena ketidakseimbangan suplai oksigen.
- Perencanaan
a.
Gangguan pertukaran gas
berhubungan dengan proses infeksi pada jaringan paru.
HYD: - Tidak
terjadi sianosis
-
Tidak ada stridor dan retraksi
dada
-
Pernafasan 12-20 x/menit
Intervensi:
1)
Observasi tanda-tanda vital
terutama pernafasan tiap 2-4 jam.
R/: Mengkaji perkembangan
penyakit, kemajuan terapi dan mendeteksi dini komplikasi.
2)
Observasi adanya sianosis dan
retraksi dada.
R/: Sianosis pada kuku
menunjukkan perfusi oksigen ke jaringan.
3)
Beri posisi semi fowler
R/: Meningkatkan ekspansi
paru.
4)
Ubah posisi tidur tiap 4 jam.
R/: Membantu mengeluarkan
lendir sehingga meningkatkan ventilasi.
5)
Kolaborasi dengan dokter
tentang pemberian oksigen.
R/: Mencegah hipoksemia,
mempertahankan oksigenisasi jaringan yang adekuat.
6)
Kolaborasi dengan dokter untuk
pemberian antibiotika.
R/: Antibiotik yang sesuai
dengan jenis kuman dapat mengurangi proses peradangan.
b.
Ketidakefektifan bersihan jalan
nafas berhubungan dengan peningkatan produksi lendir.
HYD: - Tidak
ada stridor
-
Auskultasi tidak ada ronchi/rales
-
Lendir dapat dikeluarkan
-
Pernafasan 12-20 x/menit
Intervensi:
1)
Observasi tanda-tanda vital
terutama pernafasan tiap 1-2 jam, amati adanya retraksi dada, irama stridor.
R/: Tachypnea, nafas dangkal,
retraksi dada, dan adanya stridor menunjukkan penumpukan sekresi bronkus/lendir
di jalan nafas.
2)
Auskultasi paru dan catat area
yang terdengar rales atau ronchi tiap shift.
R/: Adanya rales/ronchi yang
terdengar merupakan respon terhadap akumulasi cairan, sekresi yang kental dan
obstruksi/spasme jalan nafas.
3)
Anjurkan klien untuk banyak
minum air putih.
R/: Dengan mengkonsumsi air
putih dapat mengencerkan lendir sehingga dengan mudah dapat dikeluarkan.
4)
Latih pasien untuk nafas dalam
dan batuk efektif.
R/: Oksigenisasi menjadi
adekuat dan lendir dapat dikeluarkan dengan efektif.
5)
Lakukan perkusi, vibrasi dan
postural drainase tiap 4-6 jam atau sesuai dengan kondisi pasien dan
toleransinya.
R/: Membantu mengeluarkan
lendir dari saluran pernafasan.
6)
Kolaborasi dengan dokter untuk
pemberian mukolitik, ekspektoran, bronchodilator.
R/: Membantu mengencerkan
lendir yang kental sehingga mudah dikeluarkan.
c.
Hipertermi berhubungan dengan
proses infeksi.
HYD: - Suhu
tubuh dalam batas normal (36,5 s/d 37,4oC)
-
Tidak terjadi kejang.
Intervensi:
1)
Observasi suhu, pernafasan,
nadi tiap 2-4 jam.
R/: Suhu yang tinggi dapat
menimbulkan kejang dan mengevaluasi pemberian terapi.
2)
Anjurkan klien untuk banyak
minum.
R/: Mengganti cairan yang
hilang melalui evaporasi, diaphoresis dan peningkatan ventilasi.
3)
Beri kompres hangat.
R/: Proses konduksi dapat
terjadi dengan mengalirkan panas pada waslap.
4)
Anjurkan untuk menggunakan baju
lebih tipis atau yang menyerap keringat.
R/: Evaporasi dapat
berlangsung dengan baik, sehingga suhu tubuh dapat berangsur turun.
5)
Kolaborasi dengan dokter untuk
pemberian antipiretik, antibiotika pencegahan penyebaran infeksi bakteri.
R/: Antipiretik menurunkan
suhu tubuh dan antibiotik mencegah penyebaran infeksi bakteri.
d.
Kekurangan volume cairan
berhubungan dengan peningkatan suhu tubuh, peningkatan IWL, tachypnea, intake
cairan kurang.
HYD: - Tidak
terjadi penurunan BB.
-
Klien menghabiskan porsi
makanan yang disediakan.
-
Klien tidak malas minum.
Intervensi:
1)
Kaji pola makan, kemampuan
mengunyah dan menelan klien.
R/: Mengetahui kebiasaan
makan, menentukan jenis makanan dan mencegah aspirasi.
2)
Memberi rasa nyaman selama
makan, seperti posisi semi fowler.
R/: Mencegah aspirasi.
3)
Anjurkan klien untuk makan
dalam porsi kecil tapi sering.
R/: Mengurangi kelelahan
akibat tachypnea, memperbaiki intake.
4)
Catat intake makanan dan
minuman dan muntah.
R/: Mendeteksi asupan yang
tidak adekuat.
5)
Timbang BB 2 hari sekali.
R/: Mengetahui keadekuatan
nutrisi yang masuk.
6)
Timbang BB 2 hari sekali.
7)
Tidak toleransi dalam
beraktivitas berhubungan dengan kelemahan fisik karena ketidakseimbangan suplai
oksigen.
e.
Perubahan nutrisi kurang dari
kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake nutrisi yang tidak adekuat.
- Discharge Planning
Memberikan penyuluhan pada klien
tentang:
a.
Cara hidup sehat meliputi:
-
Pentingnya pemeliharaan
kesehatan/kebersihan lingkungan rumah (ventilasi rumah dibuka setiap hari dan
dibersihkan, lantai rumah disapu dan dibersihkan setiap hari) bebas rokok dan
polusi udara.
-
Pemberian makanan seimbang
dalam keluarga yang mengandung 4 sehat 5 sempurna.
b.
Anjurkan klien untuk minum obat
sesuai dengan dosis dan tepat waktu (untuk antibiotik harus dihabiskan).
c.
Minum cairan/air putih hangat
untuk mengencerkan lendir sehingga dapat dikeluarkan.
PATOFLOWDIAGRAM
Inhalasi
|
|||
Inflamasi
Eksudat
|
Eksudat masuk ke
Rongga alveoli
O2 dalam alveoli ¯
|
Hipoksemia
Kerja nafas
Atelektasis
(gagal nafas)
DAFTAR PUSTAKA
Brunner and Suddarth, Buku ajar keperawatan medikal bedah,
Edisi 8 Volume 1 tahun 2001, Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta.
Barbara C. Long, Buku ajar ilmu keperawatan medikal bedah,
Edisi 2, Penerbit Buku Kedokteran EGC tahun 1989, Jakarta.
Marilynn E. Doengoes, Rencana Asuhan Keperawatan, Edisi 3,
tahun 2000, Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta.
Price, A Sylvia dan Lorraine M.
Wilson. Patofisiologi: Konsep klinik
proses-proses penyakit, Edisi ke-4, Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar