BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Asma adalah penyebab utama penyakit kronik
pada anak, yang menyebabkan sebagian besar hilangnya hari sekolah akibat
penyakit kronik. Asma mempunyai awitan pada setiap usia. Sekitar 80-90% anak
asma mendapat gejala pertama sebelum usia 4-5 tahun. Pada suatu waktu selama
masa anak akan mendapat gejala dan tanda yang sesuai dengan asma. Kira-kira
2-20% populasi anak dilaporkan pernah menderita asma. Belum ada penyelidikan
menyeluruh mengenai angka kejadian asma pada anak Indonesia, namun diperkirakan
berkisar antara 5-10%. Di Poliklinik Sub Bagian Paru Anak FKUI-RSCM Jakarta,
lebih dari 50% kunjungan merupakan penderita asma.
Berat dan perjalanan asma sulit
diramalkan. Sebagian besar anak yang menderita sebagian kecil akan menderita
asma berat yang sulit diobati, biasanya lebih bersifat menahun daripada
musiman. Yang menyebabkan ketidakberdayaan dan secara nyata mempengaruhi
hari-hari sekolah, aktivitas bermain, dan fungsi sehari-hari. Sungguh merupakan
hal yang tidak menyenangkan apabila dalam masa-masa bermain dan beraktivitas,
anak-anak terganggu karena penyakit yang diderita. Hal ini tentunya membutuhkan
perhatian khusus baik berupa perawatan, pengobatan dan pencegahan.
Oleh karena itu penyakit asma memerlukan
penanganan khusus terlebih lagi pada anak-anak yang selalu diliputi keceriaan
dalam hari-hari dalam bermain dan beraktivitas dalam kehidupan sehari-hari
dengan melibatkan tenaga kesehatan dari berbagai bidang multidisipliner. Dalam
pelayanan keperawatan, perawat mempunyai peranan sebagai tenaga profesional
yaitu bertindak memberikan asuhan keperawatan, penyuluhan kesehatan kepada
orang tua, memberikan informasi tentang pengertian, tanda dan gejala, serta
pencegahan secara mandiri maupun secara kolaboratif dengan berbagai pihak.
B.
Tujuan Penulisan
Adapun tujuan penulisan makalah ini agar
kita sebagai perawat profesional mampu:
1.
Memperoleh
pengalaman nyata di dalam merawat pasien dengan Asma Bronchiale sesuai dengan
konsep asuhan keperawatan yang telah diperoleh dari perkuliahan.
2.
Memperoleh
informasi atau gambaran pelaksanaan asuhan keperawatan pada pasien dengan Asma
Bronchiale.
C.
Metode Penulisan
Metode penulisan yang digunakan dalam
penyusunan makalah ini adalah :
1.
Studi
Kepustakaan
Studi kepustakaan dilakukan dengan mengambil beberapa
literatur yang berhubungan dengan Asma Bronchiale.
2.
Studi Kasus
Pengambilan kasus langsung di unit Pediatric RN I yang
meliputi pengkajian, observasi, wawancara, intervensi dan evaluasi.
D.
Sistematika Penulisan
Sistematika penulisan makalah diawali
dengan kata pengantar, daftar isi, kemudian dilanjutkan dengan Bab I
Pendahuluan yang berisi tentang latar belakang, tujuan penulisan, metode
penulisan dan sistematika penulisan. Bab
II Tinjauan teoritis yang terdiri dari konsep dasar diikuti definisi, anatomi
fisiologi, etiologi, patofisiologi, tanda dan gejala, test diagnostik,
pengolahan medik, komplikasi dan konsep asuhan keperawatan yang meliputi
pengkajian, perencanaan. Bab III berisikan pengamatan kasus yang terdiri dari
pengkajian, perencanaan, implementasi dan evaluasi. Bab IV mengenai pembahasan
kasus yang berisi perbandingan antara kasus teori yang melandasinya. Bab V
berisi kesimpulan yang diakhiri dengan daftar Pustaka.
BAB II
TINJAUAN TEORITIS
A.
Konsep Dasar Medik
- Definisi
Asma
merupakan penyakit dengan karakteristik meningkatnya reaksi trakea dan bronkus
oleh berbagai macam pencetus disertai dengan timbulnya penyempitan luar saluran
nafas bagian bawah yang dapat berubah-ubah derajatnya secara spontan atau
dengan pengobatan (Buku Ilmu Kesehatan Anak, Bagian Ilmu Kesehatan Anak, FKUI).
Asthma
Bronchiale adalah penyakit yang mempunyai karakteristik dengan peningkatan
respon trakhea dan bronkus dengan berbagai macam stimulasi: psikologis, otonom,
infeksi, endokrin, kekebalan imun dan biokimia. (Nancy Holloway Medical,
Surgical Nursing Care Plan).
- Anatomi Fisiologi
Sistem
pernafasan terdiri dari suatu rangkaian saluran udara yang mengantarkan udara
luas agar bersentuhan dengan membran-membran kapiler alveoli paru. Saluran
penghantar udara hingga mencapai paru-paru adalah hidung, pharing, laring,
bronkus dan bronkioulus yang dilapisi oleh membran mukosa bersilia.
a.
Hidung
Ketika udara masuk ke rongga
hidung udara tersebut disaring, dihangatkan dan dilembabkan. Partikel-partikel
yang kasar disaring oleh rambut-rambut yang terdapat di dalam hidung, sedangkan
partikel halus akan dijerat dalam lapisan mukosa, gerakan silia mendorong
lapisan mukus ke posterior di dalam rongga hidung dan ke superior di dalam
saluran pernafasan bagian bawah.
b.
Pharing
Merupakan tempat persimpangan
antara jalan pernafasan dan jalan makanan. Terdapat di bawah dasar tengkorak,
di belakang rongga hidung dan mulut setelah depan ruas tulang leher.
Hubungan pharing dengan rongga-rongga lain: ke atas
berhubungan dengan rongga hidung dengan perantaraan lubang yang bernama koana.
Ke depan berhubungan dengan rongga mulut. Tempat hubungan ini bernama istmus
fausium lubang esophagus.
Di bawah selaput lendir terdapat jaringan ikat, juga di
beberapa tempat terdapat folikel getah bening. Perkumpulan getah bening
dinamakan adenoid. Di sebelahnya terdapat dua buah tonsil kiri dan kanan dari
tekak. Di sebelah belakang terdapat epiglotis (empang tengkorak) yang berfungsi
menutup laring pada waktu menelan makanan.
Rongga tekak dibagi menjadi 3 bagian:
·
Bagian sebelah atas yang sama
tingginya dengan koana disebut nasofaring.
·
Bagian tengah yang sama
tingginya dengan istmus fausium disebut orofaring.
·
Bagian bawah skali dinamakan
laringofaring.
c.
Laring
Laring terdiri dari satu seri cincin tulang rawan yang
dihubungkan oleh otot-otot pita suara. Laring dianggap berhubungan dengan
fibrasi tetapi fungsinya sebagai organ pelindung jauh lebih penting. Pada waktu
menelan laring akan bergerak ke atas glotis menutup.
Alat ini berperan untuk membimbing makanan dan cairan
masuk ke dalam esophagus sehingga kalau ada benda asing masuk sampai di luar glotis maka laring mempunyai
fungsi batuk yang membantu benda dan sekret dari saluran inspirasi bagian
bawah.
d.
Trakea
Trakea disokong oleh cincin tulang
yang fungsinya untuk mempertahankan oagar trakea tatap terbuka. Trakea dilapisi
oleh lendir yang terdiri atas epitelium bersilia, jurusan silia ini bergerak
jalan ke atas ke arah laring, maka dengan gerakan ini debu dan butir halus yang
turut masuk bersama dengan pernafasan dapat dikeluarkan.
e.
Bronkus
Dari trakea udara masuk ke dalam
bronkus. Bronkus memiliki percabangan yaitu bronkus utama kiri dan kanan yang
dikenal sebagai karina. Karina memiliki syaraf yang menyebabkan bronkospasme
dan batuk yang kuat jika dirangsang. Bronkus utama kiri dan kanan tidak
simetris, bronkus kanan lebih pendek dan lebih besar yang arahnya hampir
vertikal, sebalinya bronkus ini lebih panjang dan lebih sempit. Cabang utama
bronkus bercabang lagi menjadi bronkus lobaris dan kemudian segmentalis. Percabangan
ini berjalan terus dan menjadi bronkiolus terminalis yaitu saluran udara
terkecil yang tidak mengandung alveoli.
f.
Bronkiolus
Saluran udara ke bawah sampai
tingkat bronkiolus terminalis merupakan saluran penghantar udara ke tempat
pertukaran gas paru-paru setelah bronkiolus terdapat asinus yang merupakan unit
fungsional paru yaitu tempat pertukaran gas. Asinus terdiri dari bronkiolus
respiratorik, duktus alveolaris, sakus alveolaris terminalis, alveolus
dipisahkan dari alveolus di dekatnya oleh dinding septus atau septum.
Alveolus dilapisi oleh zat lipoprotein yang dinamakan
surfaktan yang dapat mengurangi tegangan pertukaran dalam mengurangi resistensi
pengembangan pada waktu inspirasi dan mencegah kolaps alveolus pada ekspirasi.
Peredaran Darah Paru-Paru
Paru-paru mendapat dua sumber
suplai darah yaitu dari arteri bronkialis (berasal dari aorta thorakhalis dan
berjalan sepanjang dinding posterior bronkus) dan arteri pulmonalis. Sirkulasi
bronchial menyediakan darah teroksigenasi dari sirkulasi sitemik dan berfungsi
memenuhi kebutuhan metabolisme paru.
Vena bronkialis besar bermuara pada
vena cava superior dan mengembalikan darah ke atrium kanan. Vena bronkialis
yang lebih kecil akan mengalirkan darah ke vena pulmonalis. Arteri pulmonalis
yang berasal dari ventrikel kanan jantung mengalirkan darah vena campuran ke
paru-paru. Di paru-paru terjadi pertukaran gas antara alveoli dan darah, darah
yang teroksigenasi dikembalikan ke ventrikel kiri jantung melalui vena
pulmonalis, yang selanjutnya membagikannya melalui sirkulasi sistemik ke
seluruh tubuh.
Proses Pernafasan dipengaruhi oleh:
Ventilasi : pergerakan mekanik udara dari dan ke
paru-paru
Perfusi : distribusi
oksigen oleh darah ke seluruh pembuluh darah di paru-paru.
Difusi : pertukaran
oksigen dan karbondioksida antara alveoli dan kapiler paru.
Transportasi : pengangkutan
O2-CO2 yang berperan pada sistem cardiovaskuler.
- Etiologi
·
Faktor Ekstrinsik
Ditemukan pada sejumlah kecil pasien dewasa dan
disebabkan oleh alergen yang diketahui karena kepekaan individu, biasanya
protein, dalam bentuk serbuk sari yang hidup, bulu halus binatang, kain
pembalut atau yang lebih jarang terhadap makanan seperti susu atau coklat,
polusi.
·
Faktor Intrinsik
Faktor ini sering tidak ditemukan
faktor-faktor pencetus yang jelas. Faktor-faktor non spefisik seperti flu
biasa, latihan fisik atau emosi dapat memicu serangan asma. Asma instrinsik ini
lebih biasanya karena faktor keturunan dan juga sering timbul sesudah usia 40
tahun. Dengan serangan yang timbul sesudah infeksi sinus hidung atau pada
percabangan trakeobronchial.
- Patofisiologi
Asma adalah obstruksi jalan nafas
difus revesible yang disebabkan oleh satu atau lebih dari faktor berikut ini.
1.
Kontraksi otot-otot yang
mengelilingi bronkhi yang menyempitkan jalan nafas.
2.
Pembengkakan membran yang
melapisi bronchi.
3.
Pengisian bronchi dengan mukus
yang kental.
Selain itu, otot-otot bronchial dan
kelenjar membesar. Sputum yang kental, banyak dihasilkan dan alveoli menjadi
hiperinflamasi dengan udara terperangkap di dalam paru.
Antibodi yang dihasilkan (IgE)
kemudian menyerang sel-sel mast dalam paru. Pemajanan ulang terhadap antigen
mengakibatkan ikatan antigen dengan antibodi menyebabkan pelepasan produk
sel-sel mast (mediator) seperti: histamin, bradikinin, dan prostaglandin serta
anafilaksis dari suptamin yang bereaksi lambat.
Pelepasan mediator ini mempengaruhi
otot polos dan kelenjar jalan nafas menyebabkan broncho spasme, pembengkakan
membran mukosa dan pembentukan mukus yang sangat banyak.
Sistem syaraf otonom mempengaruhi
paru, tonus otot bronchial diatur oleh impuls syaraf pagal melalui sistem para
simpatis. Pada asthma idiopatik/non alergi, ketika ujung syaraf pada jalan
nafas dirangsang oleh faktor seperti: infeksi, latihan, udara dingin, merokok,
emosi dan polutan. Jumlah asetilkolin yang dilepaskan meningkat.
Pelepasan astilkolin ini secara
langsung menyebabkan bronchikonstriksi juga merangsang pembentukan mediator
kimiawi.
Pada serangan asma berat yang sudah
disertai toxemia, tubuh akan mengadakan hiperventilasi untuk mencukupi
kebutuhan O2. Hiperventilasi ini akan menyebabkan pengeluaran CO2
berlebihan dan selanjutnya mengakibatkan tekanan CO2 darah arteri
(pa CO2) menurun sehingga terjadi alkalosis respiratorik (pH darah
meningkat). Bila serangan asma lebih berat lagi, banyak alveolus tertutup oleh
mukus sehingga tidak ikut sama sekali dalam pertukaran gas. Sekarang ventilasi
tidak mencukupi lagi, hipoksemia bertambah berat, kerja otot-otot pernafasan
bertambah berat dan produksi CO2 yang meningkat disertai ventilasi
alveolar yang menurun menyebabkan retensi CO2 dalam darah
(Hypercapnia) dan terjadi asidosis respiratori (pH menurun). Stadium ini kita
kenal dengan gagal nafas.
Hipotermi yang berlangsung lama akan
menyebabkan asidosis metabolik dan konstruksi jaringan pembuluh darah paru dan
selanjutnya menyebabkan sunting peredaran darah ke pembuluh darah yang lebih
besar tanpa melalui unit-unit pertukaran gas yang baik. Sunting ini juga
mengakibatkan hipercapni sehingga akan memperburuk keadaan.
- Tanda dan Gejala
Gejala asma yang klasik terdiri atas
batuk, sesak dan mengie (wheezing) dan sebagian penderita disertai nyeri dada).
Gejala-gejala tersebut tidak selalu terdapat bersama-sama, sehingga ada
beberapa tingkat penderita asma sebagai berikut:
·
Tingkat I penderita asma secara
klinis normal. Gejala asma timbul bila ada faktor pencetus.
·
Tingkat II penderita asma tanpa
keluhan dan tanpa kelainan pada pemeriksaan fisik tetapi fungsi paru menunjukan
tanda-tanda obstruksi jalan nafas.
·
Tingkat III penderita asma
tanpa golongan tetapi pada pemeriksaan fisik maupun fungsi paru menunjukan
obstruksi jalan nafas.
Misal:
Tingkat II dijumpai setelah sembuh dari serangan asma.
Tingkat
III penderita sembuh tetapi tidak menemukan pengobatannya.
·
Tingkat IV penderita asma yang
paling sering dijumpai mengeluh sesak nafas, batuk dan nafas berbunyi.
Pada
pemeriksaan fisik maupun spirometri akan ditemukan obstruksi jalan nafas. Pada
serangan asma yang berat gejala yang timbul antara lain:
a.
Kompresi otot-otot bantu
pernafasan terutama otot sterna.
b.
Cyanosis
c.
Silent chest
d.
Gangguan kesadaran
e.
Penderita tampak letih,
hiperinflasi dada
f.
Thacycardi
·
Tingkat V status asmatikus
yaitu serangan asma akut yang berat bersifat refrater sementara terhadap
pengobatan yang langsung dipakai.
- Test Diagnostik
1.
Tes kulit (tuberculin dan
alergen)
Tes kulit (+) reaksi lebih hebat, mengidentifikasi alergi yang
spesifik.
2.
Rontgen: foto thorax menunjukan
hiperinflasi dan pernafasan diafragma.
3.
Pemeriksaan sputum: Dapat
jernih atau berbusa (alergi)
Dapat kental dan putih
(non alergi)
Dapat
berserat (non alergi)
4.
Pemeriksaan darah: * Eusinofilia (kenaikan badan eusinofil)
* Peningkatan kadar IgE pada asma alergi
* AGD à hipoxi (serangan akut)
- Penatalaksanaan Medik
Ada lima
kategori pengobatan yaitu:
1.
Abenis (Beta)
Medikasi
awal untuk mendilatasi otot-otot polos bronchial, meningkatkan gerakan
siliarism, menurunkan mediator kimiawi anafilaktik dan menguatkan efek
bronkodilatasi dari kortikosteroid.
Contoh: Epinenin, Abuterol, Meraproterenol
2.
Methil Santik
Mempunyai efek bronkodilator,
merileksasikan otot-otot polos bronkus, meningkatkan gerakan mukus, dan
meningkatkan kontraksi diafragma.
Contoh: Aminofilin, Theofilin
3.
Anti Cholinergik
Diberikan melalui inhalasi
bermanfaat terhadap asmatik yang bukan kandidat untuk antibodi b dan methil santin karena penyakit jantung.
Contoh: Atrofin
4.
Kortikosteroid
Diberikan secara IV, oral dan
inhalasi. Mekanisme kerjanya untuk mengurangi inflamasi dan bronkokonstriktor.
Contoh: hidrokortison, prednison dan deksametason
5.
Inhibitor Sel Mast
Contoh: natrium bromosin adalah
bagian integral dari pengobatan asma yang berfungsi mencegah pelepasan mediator
kimiawi anafilaktik.
- Komplikasi
1.
Pneumothorax
2.
Pneumomediastinum dan emfisema
subcutis
3.
Atelektasis
4.
Asper gilosis bronkopulmoner
5.
Alergi
6.
Gagal nafas
7.
Bronchitus
8.
Fraktur iga.
B.
Konsep Dasar Keperawetan
- Pengkajian
a.
Pola persepsi kesehatan dan
pemeliharaan kesehatan
-
Klien mengeluh sesak nafas,
batuk, lendir susah keluar
-
Mengeluh mudah lelah dan pusing
-
Data penggunaan obat
-
Klien mengenal/tidak mengenal
penyebab serangan
b.
Pola nutrisi metabolik
-
Mual, muntah, tidak nafsu makan
-
Menunjukan tanda dehidrasi,
membran mukosa kering
-
Cyanosis, banyak keringat
c.
Pola aktivitas dan latihan
-
Aktivitas terbatas karena
adanya wheezing dan sesak nafas
-
Kebiasaan merokok
-
Batuk dan lendir yang sulit
dikeluarkan
-
Menggunakan otot-otot tambahan
saat inspirasi
d.
Pola tidur dan istirahat
-
Keluhan kurang tidur
-
Lelah akibat serangan sesak
nafas dan batuk
e.
Pola persepsi dan konsep diri
-
Klien kemungkinan dapat
mengungkapkan strategi mengatasi serangan, tetapi tidak mampu mengatasi jika
serangan datang.
f.
Pola kognitif dan persepsi
sensori
-
Sejauh mana pengetahuan klien
tentang penyakitnya
-
Kemampuan mengatasi masalah
-
Melemahnya proses berfikir
g.
Pola peran dan hubungan dengan
sesama
-
Terganggunya peran akibat
serangan
-
Merasa malu bila terjadi
serangan
h.
Pola seksualitas dan reproduksi
-
Menurunnya libido
i.
Mekanisme dan toleransi
terhadap stress
-
Mengingkari
-
Marah
-
Putus asa
- Diagosa Keperawatan
a.
Ketidakefektifan jalan nafas
b.d peningkatan produksi sekret.
b.
Gangguan pertukaran gas b.d
gangguan suplai O2.
c.
Intoleransi beraktivitas dalam
melakukan perawatan diri b.d sesak dan kelemahan fisik.
d.
Resiko tinggi perubahan nutrisi
kurang dari kebutuhan tubuh b.d pemasukan yang tidak adekuat: mual, muntah dan
tidak nafsu makan.
e.
Kecemasan b.d sesak nafas dan
takut.
f.
Ketidakefektifan pola nafas b.d
penurunan ekspansi paru selama serangan akut.
g.
Resiko tinggi infeksi b.d tidak
adekuatnya pertahan utama (penurunan kerja silia dan menetapnya sekret).
h.
Kurang pengetahuan b.d kurangnya
informasi.
- Rencana Tindakan
a.
Ketidakefektifan jalan nafas
b.d peningkatan sekret.
HYD: - Suara
nafas vesikuler
-
Bunyi nafas bersih, tidak ada
suara tambahan
Intervensi:
1.
Auskultasi bunyi nafas, catat
adanya bunyi nafas misalnya mengi, krekels, ronchi.
R/ Beberapa
derajat spasme bronkus terjadi dengan obstruksi jalan nafas dan dapat/tidak
dimanifestasikan adanya bunyi nafas adventisius misalnya: penyebaran, krekels
basah (bronkitis), bunyi nafas redup dengan ekspirasi mengi (emfisema) atau
tidak adanya bunyi nafas (asma berat).
2.
Kaji/pantau frekuensi
pernafasan, catat radio inspirasi/ekspirasi.
R/ Tachipnea
biasanya ada pada beberapa derajat dan dapat ditemukan pada penerimaan atau
selama stress/adanya proses infeksi akut. Pernafasan dapat melambat dan
frekuensi ekspirasi memanjang dibanding inspirasi.
3.
Catat adanya derajat dyspnea
misalnya keluhan “lapar udara”, gelisah, ansietas, distress pernafasan,
penggunaan otot bantu.
R/ Disfungsi
pernafasan adalah variabel yang tergantung pada tahap proses kronis selain
proses akut yang menimbulkan perawatan di rumah sakit. Misalnya infeksi, reaksi
alergi.
4.
Kaji pasien untuk posisi yang
nyaman misalnya peninggian kepala tempat tidur, duduk pada sandaran tempat
tidur.
R/ Peninggian
kepala tempat tidur mempermudah fungsi pernafasan dengan menggunakan gravitasi.
Sokongan tangan/kaki dengan meja, bantal, dll membantu menurunkan kelemahan
otot dan dapat sebagai alat ekspansi dada.
5.
Pertahankan polusi lingkungan
minimum misalnya: debu, asap dan bulu bantal yang berhubungan dengan kondisi
individu.
R/ Pencetus
tipe reaksi alergi pernafasan yang dapat, mentriger episode akut.
6.
Dorong/bantu latihan nafas
abdomen atau bibir.
R/ Memberikan
pasien-pasien beberapa cara untuk mengatasi dan mengontrol dyspnea dan
menurunkan jebakan udara.
7.
Observasi karakteristik batuk
misalnya menetap, batuk pendek, basah. Bantu tindakan untuk memperbaiki
keefektifan upaya batuk.
R/ Batuk
dapat menetap tetapi tidak efektif, khususnya bila pasien lansia, sakit akut
atau kelemahan. Batuk paling efektif pada posisi duduk tinggi atau kepala di
bawah setelah perkusi dada.
8.
Tingkatkan masukan cairan
antara sebagai pengganti makanan.
R/ Hidrasi
membantu menurunkan kekentalan sekret. Mempermudah pengeluaran. Penggunaan
cairan hangat dapat menurunkan spasme bronkus. Cairan selama makan dapat
meningkatkan distensi gaster dan tekanan pada diafragma.
b.
Gangguan pertukaran gas b.d
gangguan suplai O2.
HYD: - Menunjukan perbaikan ventilasi dan oksigenasi
jaringan adekuat dengan dalam rentang normal dan bebas gejala distress
pernafasan.
Intervensi:
1.
Kaji frekuensi, kedalaman
pernafasan.
R/ Berguna
dalam evaluasi derajat distress pernafasan atau kronisnya penyakit.
2.
Awasi secara rutin kulit dan
membran mukosa.
R/ Kemungkinan
cyanosis perifer terlihat pada kuku, bibir dan daun telinga.
3.
Kaji AGD, pO2, pCO2.
R/ Hipoxemia
biasanya terjadi pada saat akut keadaan lanjut pCO2 akan meningkat.
4.
Monitor tingkat kesadaran,
kelainan sakit kepala dan gangguan penglihatan.
R/ Sebagai
parameter menunjukan beratnya serangan.
5.
Monitor TTV dan penggunaan otot
bantu pernafasan.
R/ Indikator
yang menunjukan hipoxemia dan meningkatkan usaha untuk ventilasi.
c.
Intoleransi beraktivitas dalam
melakukan perawatan diri b.d sesak dan kelemahan fisik.
HYD: - Mampu beraktivitas sesuai keadaan.
-
Merawat diri secara mandiri.
Intervensi:
1.
Kaji keluhan sesak, pusing dan
kemampuan merawat diri klien.
R/ Memahami
masalah klien.
2.
Bantu personal higiene (mandi,
berpakaian, bab, bak).
R/ Higiene
klien terpenuhi.
d.
Resiko tinggi perubahan nutrisi
kurang dari kebutuhan tidur b.d pemasukan yang tidak adekuat akibat dari mual,
muntah, tidak nafsu makan.
HYD: - Nutrisi terpenuhi secara adekuat.
-
Berat badan dalam batas normal
sesuai IMT.
Intervensi:
1.
Kaji status nutrisi klien.
R/ Klien
dengan distress pernafasan sering anoreksia dikarenakan dyspnea, produksi
sputum dan obat-obatan.
2.
Evaluasi berat badan dan ukuran
tubuh.
R/ Kegagalan
pernafasan membuat status hipermetabolik dengan peningkatan kebutuhan kalori.
3.
Auskultasi bising usus.
R/ Penurunan
bising usus menunjukan penurunan motilitas gaster dan konstipasi yang
berhubungan dengan penurunan aktivitas.
4.
Hindarkan makanan yang
menghasilkan sisa gas dan karbonat.
R/ Dapat
menghasilkan distensi abdomen yang mengganggu pernafasan abdomen.
5.
Beri makanan porsi kecil dan
sering.
R/ Membantu
menurunkan kelemahan selama waktu makan dan memberikan kesempatan untuk
meningkatkan masukan kalori total.
e.
Kecemasan b.d sesak nafas dan
takut.
HYD: - Ekspresi
wajah rileks.
-
Mengungkapkan perasaan cemas
berkurang.
-
TTV dalam batas normal.
Intervensi:
1.
Kaji tingkat ansietas (ringan,
sedang, berat).
R/ Untuk
menentukan intervensi selanjutnya dan membantu pasien meningkatkan beberapa
perasaan kontrol emosi.
2.
Kaji kebiasaan ketrampilan
koping.
R/ Memberikan
pasien tindakan mengontrol untuk menurunkan ansietas dan ketegangan otot.
3.
Beri dukungan emosional, tetap
berada di dekat pasien selama serangan akut, antisipasi kebutuhan pasien,
berikan keyakinan lingkungan.
R/ Menurunkan
stress dan meningkatkan relaksasi dan kemampuan koping.
4.
Implementasikan teknik
relaksasi, petunjuk imajinasi, relaksasiotot.
R/ Memberikan
pasien untuk tindakan mengontrol untuk menurunkan ansietas dan ketegangan otot.
5.
Jelaskan prosedur-prosedur,
berikan pertanyaan-pertanyaan.
R/ Menurunkan
stress dan meningkatkan relaksasi.
6.
Pertahankan periode istirahat
yang telah direncanakan dan kegiatan sehari-hari yang ringan dan sederhana,
jangan anjurkan berbicara bila sedang dyspnea berat, batasi pengunjung bila
perlu dan berikan dorongan untuk melakukan periode istirahat dengan sering.
R/ Menurunkan
stress dan meningkatkan relaksasi.
f.
Ketidakefektifan pola nafas b.d
penurunan ekspansi paru selama serangan akut.
HYD: Pasien mempertahankan pola nafas efektif
yang ditunjukan oleh:
-
Frekuensi irama dan kedalaman pernafasan.
-
Tidak terdapat atau dyspnea
berkurang.
-
Gas-gas darah arteri dalam
batasan yang dapat diterima oleh pasien.
Intervensi:
1.
Kaji frekuensi, kedalaman
pernafasan dan ekspansi dada serta catat upaya pernafasan termasuk penggunaan
otot bantu atau pelebaran nasal.
R/ Kecepatan
biasanya meningkatkan dyspnea dan terjadi peningkatan kerja nafas, kedalaman
pernafasan bervariasi tergantung derajat gagal nafas.
2.
Auskultasi bunyi nafas dan
catat adanya bunyi nafas adventisius seperti krekels, mengi, gesekan pleural.
R/ Ronchi
dan mengi menyertai obstruksi jalan nafas/kegagalan pernafasan.
3.
Beri posisi semi fowler.
R/ Membantu
ekspansi paru.
4.
Bantu pasien dalam nafas dalam
dan latihan batuk efektif.
R/ Membantu
mengeluarkan sputum dimana dapat mengganggu ventilasi dan ketidaknyamanan upaya
bernafas.
5.
Berikan therapi oksigen sesuai
pesanan.
R/ Memaksimalkan
persediaan oksigen untuk pertukaran gas.
6.
Berikan obat-obatan sesuai
pesanan.
R/ Mempercepat
penyembuhan.
g.
Resiko tinggi infeksi b.d tidak
adekuatnya pertahanan utama (penurunan kerja silia, menetapnya sekret.
HYD: Tidak
terjadi infeksi ditandai dengan tidak ditemukannya kemerahan, panas dan
pembengkakan.
Intervensi:
1.
Observasi TTV.
R/ Indikator
tanda-tanda infeksi.
2.
Observasi warna, karakter dan
bau sputum.
R/ Sekret
berbau kuning atau kehijauan menunjukan adanya infeksi paru.
3.
Anjurkan pasien membuang tissue
dan sputum pada tempatnya.
R/ Mencegah
penyebaran patogen melalui cairan.
4.
Dorong keseimbangan antara
aktivitas dengan istirahat.
R/ Menurunkan
konsumsi atasu kebutuhan keseimbangan oksigen dan memperbaiki pertahanan pasien
terhadap infeksi, meningkatkan penyembuhan.
5.
Diskusikan kebutuhan masukan
nutrisi adekuat.
R/ Malnutrisi
dapat mempengaruhi kesehatan umum dan menurunkan tahanan terhadap infeksi.
6.
Berikan obat sesuai pesanan.
R/ Mencegah
terjadinya infeksi.
h.
Kurang pengetahuan b.d
kurangnya informasi.
HYD: Pasien mendemonstrasikan
pengetahuan tentang penatalaksanaan perawatan kesehatan seperti yang dijelaskan
tentang prinsip perawatan diri yang berhubungan dengan proses penyakit.
Intervensi:
1.
Kaji tingkat pengertian
mengenai proses penyakit.
R/ Untuk
menentukan intervensi selanjutnya.
2.
Jelaskan pentingnya pencegahan,
serangan selanjutnya.
R/ Menambah
pengetahuan dan partisipasi pasien.
3.
Jelaskan pentingnya latihan
pernafasan dan batuk efektif.
R/ Membantu
meminimalkan kolaps jalan nafas.
4.
Jelaskan tentang proses
penyakit dan perawatan diri selama serangan hebat.
R/ Menurunkan
ansietas dan dapat kooperatif dari pasien.
5.
Jelaskan pentingnya diit dan
cairan: makan seimbang dan bergizi, hindari penambah berat badan yang
berlebihan, perbanyak cairan 2000-3000 ml/hari kecuali ada kontraindikasi.
R/ Meningkatkan
kooperatif dari pasien.
6.
Diskusikan mengenai obat, nama,
dosis, waktu pemberian, tujuan dan efek samping serta pentingnya minum obat
sesuai pesanan.
R/ Meningkatkan
pengetahuan pasien dan pasien dapat kooperatif dalam proses penyembuhannya.
- Discharge Planning
1.
Pasien dengan asma kambuhan
harus menjalani pemeriksaan, mendeteksi substansi yang mencetuskan terjadinya
serangan.
2.
Menghindari agen penyebab
serangan antara lain bantal, kasur (kapas), pakaian jenis tertentu, hewan
peliharaan, kuda, sabun, makanan tertentu, jamur dan serbuk sari.
3.
Menganjurkan pasien untuk
segera melaporkan tanda-tanda dan gejala yang menyulitkan seperti bangun saat
malam hari dengan serangan akut atau mengalami infeksi pernafasan.
4.
Hidrasi adekuat harus
dipertahankan untuk menjaga sekresi agar tidak mengental.
5.
Pasien harus diingatkan bahan
infeksi harus dihindari karena infeksi dapat mencetuskan serangan.
6.
Menggunakan obat-obat sesuai
dengan resep.
7.
Kontrol ke dokter sesuai
pesanan.
C.
Patoflowdiagram
DP kurang pengetahuan
* Respon imun buruk
DP kecemasan *
Infeksi
* Alergi
* Latihan
* Iritasi
|
|||
IgE menyerang sel-sel mast
dalam paru-paru
Pelepasan produk sel-sel
mast (mediator)
|
|||
·
|
Broncho spasme
·
Pembengkakan membran mukosa
·
Pembentukan mukus yang
banyak
|
|||
|
|||
Kebutuhan O2
Hiperventilasi paru
Pengeluaran CO2
berlebihan
Tekanan CO2 darah
arteri
Alkalosis respiratorik
Produksi mukus
Hipercapnia
Hipoxemia
Asidosis metabolik
Meninggal
BAB III
PENGAMATAN KASUS
Anak R berusia 7 tahun, agama Islam, bersuku Ambon,
pasien adalah anak ke 3 (bungsu) dalam keluarganya. Masuk ke RS Sumber Waras
pukul 23.30 dengan keluhan sesak nafas sejak pukul 22.00. Anak masuk melalui
UGD dengan diagnosa medik saat masuk adalah Asma Bronchiale.
Dalam pengamatan langsung, orang tua anak menceritakan
riwayat penyakit anaknya. Orang tua mengatakan dalam keluarga ada riwayat
penyakit asma. Nenek dan kakaknya (anak ke-1) menderita penyakit yang sama.
Orang tua mengatakan anak pernah dirawat dengan penyakit yang sama saat anak
usia 4 tahun.
Orang tua mengatakan pada tanggal 12 November anak
sehabis pulang dari sekolah melakukan aktivitas seperti biasanya yaitu bermain
dengan teman-teman di sekitar pukul 21.00 anak dengan kakaknya sedang latihan
nyanyi bersama. Pada pukul 22.00 anak mengalami sesak nafas dan keringat
dingin, batuk hingga dibawa ke UGD, anak masih sesak dan sulit bernafas. Di UGD
anak disarankan dokter untuk dirawat.
Saat pengkajian anak sedang dirawat pada hari pertama di
unit RN I, kamar 119 Bed 2. Keadaan umum tampak sakit sedang, kesadaran compos
mentis, anak mengatakan masih sesak nafas. Terpasang infus dextrose 5% in ¼
salin 1500 cc/24 jam (15-16 tetes/menit) di tangan kanan dan terapi oksigen 2
lt/menit. Observasi tanda-tanda vital TD: 110/70 mmHg, N: 120 x/menit, P: 30
x/menit dengan bunyi nafas tambahan wheezing dan ronchi di paru kiri dan S:
36,8oC. Hasil foto thorax tanggal 13 November 2002 adalah asma
bronchiale. Hasil laboratorium tanggal 13 November ditemukan Hb: 11,7
g/dl, leukosit 13.600 ul, LED: 20 mm/jam, eosinofil dalam sediaan hapus 4%.
Adapun rencana perawatan dan rencanan medik adalah anak
bedrest, kebutuhan anak dibantu penuh. Therapi medik yang didapat Aerosol 3x
sehari, Solucorterf 3x50 mg, Aminophylin 72 mg, Bisolvon 3x1 sendok teh, Cefat
3x250 mg.
Dari analisa dan pengamatan kasus di atas, masalah yang
menjadi prioritas adalah ketidakefektifan jalan nafas, gangguan pola nafas,
intoleransi aktivitas.
Perencanaan untuk mengatasi masalah-masalah di atas
adalah memberi cairan 2000-3000 cc/24 jam, membantu pemenuhan kebutuhan klien
untuk memenuhi kebutuhan nutrisi sesuai diit yang ditentukan, yaitu diit lunak
dan kebutuhan pemeliharaan kebersihan diri.
BAB IV
PEMBAHASAN KASUS
Setelah membandingkan antara teori yang telah dipelajari
dengan kasus yang diamati dapat ditemukan adanya persamaan dan perbedaan antara
teori dan kasus yang sedang diamati.
A.
Pengkajian
Dari hasil pengkajian penulis
mendapatkan kesamaan tanda dan gejala seperti: dyspnea, wheezing dan ronchi, di
paru kiri, batuk dan badan lemas. Yang tidak ditemui pada pasien adalah nyeri
dada, cyanosis, serta mual dan muntah. Menurut analisa penulis tanda dan gejala
di atas tidak ditemukan karena pasien sudah mendapat terapi oksigen 2 l/menit
sejak masuk ke RS Sumber Waras (di UGD) serta anak yang mengalami tanda dan
gejala pada stadium sedang dan segera dibawa ke RS untuk mendapatkan
pengobatan, sehingga tanda seperti tersebut di atas tidak ditemukan.
Pada etiologi disebabkan oleh
berbagai macam faktor yaitu faktor intrinsik dan ekstrinsik, setelah penulis
menganalisa pada pasien disebabkan oleh faktor intrinsik dimana anak mendapat
penyakit asma bisa disebabkan karena dalam keluarga ada riwayat penyakit
tersebut (nenek dan kakak pertamanya). Di samping itu faktor pencetus yang
menyebabkan anak terserang asma karena beraktivitas/latihan fisik yaitu
bermain-main dengan teman-temannya. Pada pasien dilakukan pemeriksaan foto
thorax, darah lengkap dan sediaan hapus. Therapi yang diberikan adalah infus
Dextrosa 5% in ¼ salin 1500 cc/24 jam (15-16 tts/menit) ditangan kanan dan diet
lunak.
B.
Diagnosa Keperawatan
Berdasarkan data yang ditemukan pada
pasien maka diagnosa keperawatan yang diangkat adalah: ketidakefektifan jalan
nafas, diagnosa ini penulis angkat sebagai diagnosa primer karena pada saat
pengkajian pasien mengeluh masih sesak, batuk dan pernafasan 32 x/menit.
Gangguan pola pernafasan, diagnosa
keperawatan ini penulis angkat sebagai diagnosa kedua karena pasien mengeluh
masih sesak untuk bernafas dan mengatakan lebih enak bernafas dalam posisi
duduk. Pernafasan pasien
32 x/menit. Intoleransi aktivitas dalam melakukan perawatan diri
berhubungan dengan sesak nafas dan kelemahan fisik, diagnosa ini diangkat
karena pada saat pengkajian pasien dibantu penuh oleh perawat dan orang tua
dalam pemenuhan kebutuhan dasar anak karena anak tampak lemah.
C.
Perencanaan
Perencanaan disusun bersama pasien
dan keluarga disesuaikan dengan gangguan yang terjadi. Perencanaan lebih
ditekankan mengobservasi tanda-tanda vital terutama pernafasan. Membantu anak
mendapatkan posisi tidur yang nyaman guna lebih meningkatkan pengembangan paru,
melatih nafas dan batuk efektif, membantu anak dalam pemenuhan kebutuhan
dasarnya, dan memberi penyuluhan tentang pentingnya kesehatan, serta memberikan
informasi kepada keluarga guna pencegahan terhadap serangan asma.
D.
Implementasi
Semua rencana keperawatan yang
disusun dapat dilaksanakan dari implementasi dilaksanakan dalam bentuk
observasi, tindakan keperawatan dan penyuluhan pada pasien dan keluarga.
E.
Evaluasi
Setelah melakukan tindakan
keperawatan maka dilakukan evaluasi berdasarkan masalah yang muncul pada
pasien: ketidakefektifan jalan nafas sudah teratasi karena anak tidak mengeluh
sesak lagi. Batuk agak berkurang, therapi oksigen sudah dihentikan dan
pernafasan 21 x/menit. Gangguan pola nafas sudah teratasi karena anakmengatakan
dapat bernafas lega. Intoleransi aktivitas sudah teratasi karena anak sudah
tidak sulit bernafas, infus Dextrosa 5% sudah di aff, anak dapat melakukan
kebutuhan dasarnya seperti mandi, makan minum, serta buang air besar dan buang
air kecil secara mandiri.
BAB V
KESIMPULAN
Asma Bronchiale adalah suatu penyakit serius yang biasa
dialami oleh anak-anak pada usia rata-rata 5 tahun pada tahun pertama. Berat
dan perjalanan asma sulit diramalkan. Karena kadang-kadang hanya terserang
ringan sampai sedang.
Penyakit ini dapat disebabkan oleh berbagai macam faktor
terutama karena mempunyai riwayat genetik/keturunan yang menderita penyakit
ini. Penyakit ini dapat dicegah dengan menganjurkan pasien untuk banyak
istirahat (mengurangi aktivitas-aktivitas yang cukup berat), mengkonsumsi
makanan yang tidak menimbulkan alergi, mengurangi stres emosional, serta
menghindari polusi udara seerti asap rokok, dll. Apabila penyakit ini tidak
dicegah maka akan menimbulkan komplikasi yang lebih lanjut.
Penyakit asma dapat ditangani dengan baik, tergantung
dari motivasi anak sendiri dan suport dari orang tua serta keluarga. Peran
perawat sangat dibutuhkan dalam memberikan penyuluhan akan penyebabnya, cara
penanggulangannya dan komplikasinya untuk menambah pengetahuan anak serta
terutama pada orang tua yang mengasuh anak.
DAFTAR PUSTAKA
Brunner and Suddarth’s. Text Book
Medical Surgical Nursing. Buku I. Philadelphia: JB Lippincott Company,
2000.
Doengoes
Marilyn. Rencana Asuhan Keperawatan Pedoman untuk Perencanaan dan
Pendokumentasian Perawatan Pasien. Edisi 3. Penerbit Buku Kedokteran EGC,
1999.
Lewis. Medical
Surgical Nursing. Volume II Edisi 5. Mosby
Philadelphia, 2000.
Nancy M. Holloway. Medical
Surgical Nursing Care Plans. Pensylvania: Springhouse Corporation, 1988).
Nelson, Ilmu Kesehatan Anak
Bagian 1. Penerbit Buku Kedokteran EGC, 1988.
Staf Pengajar Ilmu Kesehatan Anak,
FKUI, Buku Kuliah Ilmu Kesehatan Anak. Bagian Ilmu Kesehatan Anak FKUI,
Jakarta, 1985.
Sylvia Anderson. Patofisiologi
Konsep Klinik Proses-Proses Penyakit. Edisi IV. Jakarta: EGC, 1994.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar