BAB II
TINJAUAN TEORITIS
A.
KONSEP MEDIK
1.
Definisi
Bronchopneumonia
adalah proses peradangan pada paru yang dimulai dari adanya eksudat
mucopurulent pada bronchiolus terminalis yang kemudian menyumbat di daerah
sekitar lobus, juga disebut lobular pneumonia. (Wong and Whaley, 1996).
2.
Anatomi Fisiologi
Sistem
organ yang terkait dengan penyakit ini adalah sistem pernafasan. Sistem
pernafasan terdiri dari :
a.
Hidung
Rongga hidung dilapisi oleh epitelium gergaris. Terdapat sejumlah
kelenjar sebaseus yang ditutupi oleh bulu kasar. Partikel-partikel debu yang
kasar dapat disaring oleh rambut-rambut yang terdapat dalam lubang hidung,
sedangkan partikel yang halus akan terjerat dalam lapisan mukus yang disekresi
oleh sel goblet dan kelenjar serosa. Gerakan silia mendorong lapisan mukus ke
posterior di dalam rongga hidung, dan ke superior di dalam sistem pernafasan di
bagian bawah menuju ke faring. Dari sini lapisan mukus akan tertekan atau
dibatukkan keluar. Air untuk kelembaban diberikan oleh lapisan mukus, sedangkan
panas yang disuplai ke udara inspirasi berasal dari jaringan di bawahnya yang
kaya akan pembuluh darah. Jadi udara inspirasi telah disesuaikan sedemikian
rupa sehingga bila udara mencapai faring hampir bekas debu, bersuhu mendekati
suhu tubuh, dan kelembabannya mencapai 100%.
b.
Faring
Terdapat di bawah dasar tengkorak di belakang rongga hidung dan
rongga mulut, dan di depan ruas tulang leher. Merupakan pipa yang menghubungkan
rongga mulut dengan esofagus. Faring terbagi atas 3 bagian : nasofaring di
belakang hidung, orofaring di belakang mulut, dan faring laringeal di belakang
laring. Rongga ini dilapisi oleh selaput lendir yang bersilia. Di bawa selaput
lendir terdapat jaringan kulit dan beberapa folikel getah bening. Kumpulan
folikel getah bening ini disebut adenoid. Adenoid akan membesar bila terjadi
infeksi pada faring.
c.
Laring
Terletak di depan bagian terendah faring. Laring merupakan rangkaian
cincin tulang rawan yang dihubungkan oleh otot dan di sana terdapat pita suara.
Di antara pita suara terdapat ruang berbentuk segitiga yang bermuara ke dalam
trakea dan dinamakan glotis. Pada waktu menelan, gerakan laring ke atas,
penutupan glotis, dan fungsi seperti pintu pada aditus laring dari epiglotis
yang berbentuk daun, berperanan untuk mengarahkan makanan dan cairan masuk ke
dalam esofagus. Namun jika benda asing masih mampu untuk melampaui glotis, maka
laring yang mempunyai fungsi batuk akan membantu menghalau benda dan sekret
keluar dari saluran pernafasan.
d.
Trakea dan cabang-cabangnya
Panjangnya kurang lebih 9 centimeter. Trakea berawal dari laring
sampai kira-kira ketinggian vertebra torakalis kelima, trakea bercabang menjadi
dua bronkus. Trakea tersusun atas enam belas sampai dua puluh lingkaran tak
lengkap berupa cincin tulang rawan yang diikat bersama oleh jaringan fibrosa.
Letaknya tepat di depan esofagus. Trakea dilapisi oleh selaput lendir yang
terdiri atas epitelium bersilia. Tempat percabangan bronkus disebut karina.
Karina memiliki banyak saraf dan dapat menyebabkan spasme dan batuk yang kuat
jika dirangsang. Struktur bronkus sama dengan trakea. Bronkus-bronkus tersebut
tidak simetris. Bronkus kanan lebih pendek dan lebih lebar dan merupakan
kelanjutan dari trakea yang arahnya hampir vertikal, sebaliknya bronkus kiri
lebih panjang dan lebih sempit dan merupakan kelanjutan dari trakea dengan
sudut yang lebih tajam.
Cabang utama bronkus kanan dan kiri bercabang lagi menjadi bronkus
lobaris dan kemudian bronkus segmentalis. Percabangan ini berjalan terus
menjadi bronkus yang ukurannya semakin kecil sampai akhirnya menjadi bronkiolus
terminalis, yaitu saluran udara terkecil yang tidak mengandung alveoli.
Bronkiolus terminalis memiliki garis tengah kurang lebih 1 mm. Bronkiolus
dikelilingi oleh otot polos bukan tulang rawan sehingga bentuknya dapat berubah.
Setelah bronkiolus terminalis terdapat asinus yang merupakan unit fungsional
paru-paru, yaitu tempat pertukaran gas. Asinus terdiri dari : 1) bronkiolus
respiratorius, 2) duktus alveolaris, 3) sakus alveolaris terminalis, merupakan
struktur akhir paru-paru. terdapat sekitar 23 kali percabangan mulai dari trakea sampai sakus
alveolaris terminalis. Alveoli terdiri dari satu lapis tunggal sel epitelium
pipih, dan di sinilah darah hampir langsung bersentuhan dengan udara. Dalam
setiap paru-paru terdapat sekitar 300
juta alveolus dengan luas permukaan total seluas sebuah lapangan tenis.
e.
Paru-paru
Merupakan alat pernafasan utama. Paru-paru merupakan organ yang
elastis, berbentuk kerucut, dan letaknya di dalam rongga dada. Karena paru-paru
saling terpisah oleh mediastinum sentral yang di dalamnya terdapat jantung dan
beberapa pembuluh darah besar. Setiap paru-paru memiliki apeks (puncak
paru-paru) dan basis. Paru-paru ada dua. Paru-paru kanan lebih besar dari pada
paru-paru kiri. Paru-paru kanan dibagi menjadi tiga lobus oleh fisura
interlobaris, paru-paru kiri dibagi menjadi dua lobus. Setiap lobus tersusun
atas lobula.
Paru-paru dilapisi suatu lapisan tipis membran serosa rangkap dua
yang mengandung kolagen dan jaringan elastis yang disebut pleura. Yang melapisi
rongga dada dan disebut pleura parietalis dan yang menyelubungi tiap paru-paru
disebut pleura viseralis. Di antara pleura parietalis dan pleura viseralis
terdapat suatu lapisan tipis cairan pleura yang memudahkan kedua permukaan
tersebut bergerak dan mencegah gesekan antara paru-paru dan dinding dada yang
pada saat bernapas bergerak (cairan surfaktan). Dalam keadaan sehat, kedua
lapisan tersebut satu dengan yang lain erat bersentuhan. Tetapi dalam keadaan
tidak normal, udara atau cairan memisahkan kedua pleura tersebut dan ruang
diantaranya menjadi jelas.
Tekanan dalam rongga pleura lebih rendah dari tekanan atmosfer,
mencegah kolaps paru-paru.
FISIOLOGI PERNAPASAN
Proses fisiologi pernapasan dimana oksigen dipindahkan dari udara ke
dalam jaringan, dan karbondioksida dikeluarkan ke udara ekspirasi dapat dibagi
menjadi 3 stadium. Stadium pertama adalah ventilasi, yaitu masuknya campuran
gas-gas ke dalam dan keluar paru-paru. stadium kedua adalah transportasi, yang
terdiri dari beberapa aspek :
a.
Difusi gas-gas antara alveolus
dan kapiler paru-paru (respirasi eksterna) dan antara darah sistemik dan
sel-sel jaringan.
b.
Distribusi darah dalam
sirkulasi pulmonar.
c.
Reaksi kimia dan fisik dari O2
dan CO2 dengan darah.
Stadium terakhir adalah respirasi sel atau respirasi interna, yaitu
pada saat metabolik dioksidasi untuk mendapatkan energi, dan CO2
terbentuk sebagai sampah proses metabolisme sel dan dikeluarkan oleh paru-paru.
Jumlah udara yang diinspirasi atau diekspirasi pada setiap kali
bernapas disebut volume tidal yaitu sekitar 500 ml. Kapasitas vital paru-paru,
yaitu jumlah udara maksimal yang dapat diekspirasi sesudah inspirasi maksimal
sekitar 4500 ml. Volume residu, yaitu jumlah udara yang tertinggal dalam
paru-paru sesudah ekspirasi maksimal sekitar 1500 ml.
3.
Etiologi
a.
Bakteri : Diplococcus pneumonia,
Pneumococcus, Streptococcus, Hemolyticcus, Streptococcus aureus, Hemophilus
influenza, Bacillus freedlander, Mycobacterium tuberculosis.
b.
Virus : Respiratory syncytial
virus, Virus influenza, Adenovirus, Virus sitomegalik.
c.
Jamur : Histoplasma capsulatum,
Cyptococcus neo farmaus, Blastomyces, Dematitides, Coccidroides Imminitis,
Aspergillus species, Candida albicans.
d.
Aspirasi : Makanan, Kerosen (bensin,
minyak tanah).
4.
Patofisiologi
Saluran
pernapasan atas memiliki karakteristik (normal) mencegah partikel infeksius
mencapai saluran pernafasan bawah. Jadi, pasien dengan pneumonia biasanya
disebabkan karena tubuhnya sedang mengalami daya tahan, seperti pasien dengan chronic obstructive pulmonary disease
(COPD) dan AIDS. Organisme penyebab penyakit ini masuk ke dalam paru melalui
saluran pernafasan lewat droplet mukus atau saliva. Organisme memasuki
sirkulasi pulmonar dan terperangkap di dasar kapiler paru-paru dan menjadi
sumber potensial pneumonia. Lobus bagian bawah paru-paru paling sering terkena
karena efek gravitasi.
Pneumonia
sering mempengaruhi fungsi ventilasi dan difusi. Suatu reaksi inflamasi dapat
terjadi di dalam alveolus dan memproduksi eksudat yang mengganggu difusi O2 dan
CO2. Sel darah putih (khususnya neutrofil), berimigrasi ke dalam alveolus.
ventilasi paru-paru menjadi tidak adekuat disebabkan oleh sekresi dan edema
mukosa yang menyebabkan tersumbatnya sebagian bronchus atau alveolus. akibat
hiperventilasi, ventilasi perfusi pada daerah paru-paru yang terkena menjadi
tidak seimbang. Pembuluh darah vena memasuki sirkulasi pulmonar melalui area
yang ventilasinya in-adekuat dan keluar ke bagian kiri jantung (atrium kiri)
dengan membawa darah yang miskin oksigen, sehingga dapat menyebabkan
hipoksemia.
Pada
bronchopneumonia terdapat penyebaran daerah infeksi yang berbercak dengan
diameter 3-4 cm yang mengelilingi dan melibatkan bronkus dan meluas ke sekitar
parenkim paru-paru. setelah mencapai alveolus, proses peradangan dapat dibagi
atas 4 stadium, yaitu :
1.
Stadium kongesti (4-12 jam
pertama)
Kapiler melebar/berdilatasi dan kongesti serta di dalam alveoli
terdapat eksudat jernih, bakteri dalam jumlah banyak, beberapa neutrofil dan
makrofag.
2.
Stadium hepatisasi merah (48
jam berikutnya)
Lobus dan lobulus yang terkena menjadi padat dan tidak mengandung
udara, merah dan bergranula (perabaan seperti hepar). Karena sel-sel darah
merah, fibrin, dan leukosit neutrofil mengisi alveolus. Stadium ini berlangsung
sangat pendek.
3.
Stadium hepatisasi kelabu (3-8
hari)
Lobus berubah warna menjadi pucat kelabu karena leukosit dan fibrin
mengalami konsolidasi did alam alveolus yang terserang, tempat terjadi
fagositosis pneumococcus.
4.
Stadium resolusi (4-11 hari)
Eksudat mengalami lisis dan di reabsorbsi oleh makrofag, leukosit mengalami
nekrosis dan degenerasi lemak, fibrin direabsorbsi dan menghilang, sehingga
jaringan kembali pada strukturnya semula.
5.
Tanda dan Gejala
Serangan
dapat terjadi tiba-tiba atau tidak tampak tanda dan gejalanya, dan biasanya
disertai gejala seperti demam (biasanya cukup tinggi), sakit kepala, malaise,
dan myalgia. Gejala ini disertai batuk (produktif dengan sputum keputih-putihan
atau tidak produktif), tachypnea, suara napas tambahan (ronchi atau crackles),
bunyi dullness pada perkusi dada, nyeri dada, retraksi, pucat sampai sianosis
(tergantung beratnya penyakit). Anak akan menjadi rewel, gelisah, bahkan
lethargi. Pernapasan cuping hidung, sesak napas, pernapasan cepat dan dangkal,
muntah dan diare.
6.
Test Diagnostik
a.
Pemeriksaan radiografi (X-ray),
ditemukan adanya infiltrat pada paru-paru, biasanya menunjukkan konsolidasi
pada lobus paru-paru.
b.
Pemeriksaan laboratorium,
antara lain kultur sputum, specimen nasofaring, kultur darah, aspirasi dan
biopsi paru-paru. leukosit meningkat 15.000-40.000/mm3, pada keadaan
lanjut terjadi leukopenia. Pada biakan darah dan spesimen nasofaring dapat
ditemukan bakteri penyebab. ASTO (anti streptolysin titer O) meningkat pada
infeksi karena streptococcus. Analisa gas darah, dapat menunjukkan hipoksemia.
7.
Penatalaksanaan Medik
a.
Oksigenasi, lingkungan sejuk
dan lembab.
b.
Fisioterapi, postural drainage
dan suction untuk mengeluarkan lendir yang tidak dapat dikeluarkan secara
spontan.
c.
Therapi antipiretik untuk
mengatasi demam.
d.
Cairan parenteral untuk
kebutuhan cairan dan untuk keperluan pemberian obat per parenteral agar reaksi
lebih cepat.
e.
Therapi antibiotik, sesuai
dengan penyebab penyakit.
f.
Therapi O2 bila perlu untuk
anak yang mengalami respiratory distress.
g.
Bed rest, kebutuhan nutrisi dan
cairan (diit lunak atau biasa, susu bila tidak sesak).
8.
Komplikasi
Komplikasi
dan mortalitas dikaitkan dengan jenis organisme yang mengakibatkan infeksi.
Pneumonia pneumococcus biasanya tidak disertai komplikasi dan jaringan yang
rusak dapat diperbaiki kembali menjadi jaringan yang normal. Komplikasi yang
paling sering adalah pleura efusi ringan. Pneumonia yang disebabkan oleh
Staphylococcus aureus menimbulkan kerusakan parenkim paru-paru yang berat dan
sering timbul komplikasi seperti abses paru-paru dan empiema. Adanya bakterimia
juga mempengaruhi prognosis pneumonia. Semua penderita pneumonia pneumococcus
dapat mengalami bakterimia sementara. Adanya bakterimia menunjukkan lokalisasi
proses paru-paru yang tidak efektif. Bakterimia dapat menimbulkan lesi
metastatik yang mengakibatkan keadaan seperti meningitis, endokarditis, dan
otitis media akut.
9.
Prognosis
Prognosis
infeksi pneumococcus pada umumnya baik, dengan pemulihan yang cepat ketika
pasien cepat ditangani. Pada pneumonia staphylococcus, infeksi pada umumnya
berkepanjangan. Prognosisnya bervariasi tergantung lamanya penanganan pada saat
sakit. Semakin cepat ditemukan dan ditangani, semakin bermanfaat.
Kini
telah tersedia vaksin untuk melawan pneumonia pneumococcus. Vaksin polysakarida
pneumococcus ini diberikan pada anak-anak di atas 2 tahun yang berisiko
terjangkit infeksi anemia sel sabit, mieloma multiple dan diabetes melitus.
B.
KONSEP MEDIK
1.
Pengkajian
-
Riwayat kesehatan ibu saat
mengandung : batuk, pilek, penggunaan obat-obatan.
-
Riwayat kelahiran : usia
kehamilan, spontan, ketuban pecah dini, partus lama
-
Riwayat post natal : berat
badan, panjang badan, nilai APGAR, kondisi bayi usia 0-28 hari, trauma,
infeksi, kelainan kongenital.
Pola-pola fungsi kesehatan :
a.
Pola persepsi kesehatan dan
pemeliharaan kesehatan
-
Riwayat imunisasi anak.
-
Pemberian ASI.
-
Higiene anak dan lingkungan
sekitar tempat tinggal.
-
Penyakit yang pernah diderita
sebelumnya.
-
Pernah kontak dengan orang yang
terinfeksi bronchopneumonia.
-
Riwayat alergi, dan obat-obatan
yang biasa digunakan.
-
Adanya anggota keluarga yang menderita
gangguan pernafasan yang menular.
b.
Pola nutrisi metabolik
-
Kaji adanya muntah.
-
Kaji kebutuhan cairan dan
nutrisi selama sakit.
c.
Pola eliminasi
-
Kaji adanya diare, lamanya.
-
Kaji warna, bau dan konsistensi
feses.
d.
Pola tidur dan istirahat
-
Kaji posisi yang nyaman saat
tidur.
-
Kaji adanya gangguan pola tidur
dan istirahat terkait dengan demam dan batuk.
e.
Pola aktivitas dan latihan
-
Kaji kemampuan aktivitas sesuai
kondisi pasien.
-
Kaji adanya batuk-batuk, suara
napas tambahan dan pola pernapasan.
-
Kaji adanya gangguan pada saat
bernapas, nyeri pada saat bernapas.
f.
Pola persepsi dan kognitif
-
Kaji ketidaknyamanan selama
batuk dan demam.
g.
Pola mekanisme koping dan
toleransi terhadap stress
-
Kaji kecemasan orang tua dan
anak.
-
Anak rewel dan gelisah.
2.
Diagnosa Keperawatan
a.
Ketidakefektifan bersihan jalan
napas berhubungan dengan inflamasi dan peningkatan sekresi lendir.
b.
Kecemasan anak berhubungan
dengan hospitalisasi.
c.
Ketidakefektifan jalan napas
berhubungan dengan proses inflamasi.
d.
Intoleransi aktivitas
berhubungan dengan proses inflamasi dan ketidakseimbangan antara persediaan dan
kebutuhan O2.
e.
Kecemasan orang tua berhubungan
dengan penyakit anaknya : ketidakmampuan anak bernapas.
f.
Hipertermi berhubungan dengan
respon inflamasi terhadap infeksi paru.
g.
Resiko tinggi kekurangan volume
cairan berhubungan dengan peningkatan suhu tubuh, tachypnea, masukan cairan
kurang.
3.
Perencanaan Keperawatan
a.
Ketidakefektifan bersihan jalan
napas berhubungan dengan inflamasi dan peningkatan sekresi lendir.
HYD : - Jalan napas bebas/lancar.
-
Anak tidak mengalami kesulitan
bernapas.
-
Pernapasan sesuai dengan batas
normal.
Intervensi :
1)
Beri posisi yang mempermudah
pernapasan (pronasi, semi pronasi, menyamping).
R/ Memudahkan
pengembangan paru-paru dan memperbaiki pertukaran gas, dan juga untuk mencegah
aspirasi sekresi lendir.
2)
Penghisapan lendir dan jalan
napas bila diperlukan.
R/ Memudahkan
reoksigenasi dan membersihkan jalan napas.
3)
Dampingi anak ketika
mengeluarkan lendir.
4)
Kolaborasi pemberian expectoran
sesuai pesanan.
R/ Membantu
mengencerkan lendir.
5)
Lakukan postural drainage
sesuai indikasi.
6)
Jangan beri apapun melalui
mulut.
R/ Mencegah
aspirasi.
7)
Sediakan peralatan darurat di
dekat anak.
R/ Mencegah
keterlambatan penanganan bila dibutuhkan.
8)
Beri istirahat yang cukup.
R/ Mengurangi
konsumsi O2.
b.
Kecemasan anak berhubungan
dengan hospitalisasi
HYD : Pasien
menunjukkan menurunnya kecemasan dengan :
-
Meningkatnya interaksi dengan
perawat.
-
Anak kooperatif dalam asuhan
keperawatan.
Intervensi :
1)
Jelaskan prosedur dan peralatan
pada anak dengan istilah yang sesuai.
2)
Berikan lingkungan yang nyaman
kepada anak, beri barang-barang tambahan sebagai alat pengalihan perhatian anak
dan sebagai hiburan.
3)
Ijinkan orang tua
berpartisipasi dalam perawatan anak mereka.
4)
Jangan melakukan hal-hal yang
dapat membuat anak bingung dan takut dan hindari prosedur yang menyakitkan.
5)
Beri aktivitas diversional
sesuai dengan perkembangan kognitif dan kemampuan anak.
R/ Meningkatkan
percaya diri anak.
c.
Ketidakefektifan jalan napas
berhubungan dengan proses inflamasi.
HYD : - Frekuensi pernapasan normal sesuai dengan
umur.
-
Tidak terdengar suara napas
tambahan.
-
Jalan napas bebas/lancar.
-
Anak tidak mengalami kesulitan
dalam bernapas.
Intervensi :
1)
Beri posisi untuk ventilasi
maksimum dan posisi yang nyaman (kepala dinaikkan + 30o)
R/ Membuka
jalan napas dan pengembangan paru-paru maksimum.
2)
Perhatikan posisi anak sesering
mungkin.
R/ Mencegah
kompresi pada diafragma.
3)
Hindari pakaian yang sempit.
R/ Memberi
rasa nyaman dan mempermudah pernapasan.
4)
Beri O2 lembab
sesuai pesanan dan/atau bila diperlukan.
5)
Lakukan postural drainage
sesuai indikasi.
R/ Memudahkan
pengeluaran lendir.
6)
Beri ekstra minuman yang hangat
bila tidak ada kontraindikasi.
R/ Memudahkan
pengeluaran lendir.
7)
Kaji pernapasan anak setiap 2-4
jam dan lakukan penghisapan lendir bila diperlukan sesuai indikasi.
R/ Melihat
perkembangan anak dan membersihkan jalan napas.
8)
Latih pasien untuk batuk
efektif dan jalan napas.
9)
Kolaborasi pemberian antibiotik
dan mukolitik sesuai pesanan.
R/ Menangani
infeksi dan meredakan batuk.
d.
Intoleransi aktivitas
berhubungan dengan proses inflamasi dan ketidakseimbangan suplai O2.
HYD : - Anak bermain dan beristirahat dengan tenang.
-
Anak tidak menunjukkan
peningkatan distress pernapasan.
Intervensi :
1)
Kaji tingkat toleransi fisik
anak.
2)
Rencanakan periode istirahat
dan tidur sesuai dengan usia dan kondisi.
R/ Penghematan
energi.
3)
Dampingi anak pada aktivitas
sehari-hari yang mungkin masih sukar dilakukan.
4)
Instruksikan kepada anak untuk
beristirahat bila merasa lelah, seimbangkan istirahat dan beraktivitas bila anak
sudah bisa ambulasi mandiri.
R/ Penghematan
energi.
5)
Beri lingkungan yang tenang dan
nyaman.
6)
Evaluasi respon anak terhadap
aktivitas, catat adanya perubahan tanda-tanda vital selama dan sesudah
beraktivitas.
R/ Mengamati
perkembangan dan respon akan terhadap terapi.
e.
Kecemasan orang tua berhubungan
dengan penyakit anaknya : ketidakmampuan anak bernapas.
HYD : Kecemasan
orang tua dapat teratasi, yang ditandai dengan :
-
Orang tua tidak gelisah.
-
Ekspresi wajah tenang.
Intervensi :
1)
Kaji tingkat kecemasan orang
tua.
R/ Merencanakan
tindakan selanjutnya yang diperlukan.
2)
Hilangkan kecemasan orang tua
dengan memberi penjelasan :
-
Perlunya lingkungan sejuk dan
lembab.
-
Perlu istirahat tanpa gangguan.
-
Pentingnya ketenangan orang tua
terhadap kondisi anak.
R/ Mempermudah
kerjasama dalam asuhan keperawatan.
3)
Dengar keluhan dari keluarga,
terima pembelaan diri, rasionalisasi dari orang tua, jangan konfrontasi atau
berdebat, beri kesempatan bicara.
R/ Meningkatkan
kerjasama, percaya diri dan rasa percaya antara orang tua dan perawat.
4)
Jelaskan prosedur yang akan
dilakukan.
R/ Meningkatkan
kerjasama orang tua dalam melakukan asuhan keperawatan.
f.
Hipertermi berhubungan dengan
inflamasi terhadap infeksi paru.
HYD : - Suhu tubuh dalam batas normal (36,5-37,5 oC)
-
Kulit tidak teraba panas.
-
Tidak terjadi kejang.
Intervensi :
1)
Observasi suhu, nadi,
pernapasan setiap 2-4 jam.
R/ Keabnormalan
menjadi indikasi infeksi.
2)
Ciptakan lingkungan yang
nyaman.
R/ Mendukung
dan meningkatkan suasana yang nyaman untuk beristirahat.
3)
Beri kompres air hangat.
R/ Membantu
menurunkan panas.
4)
Ganti alat tenun bila basah dan
kotor.
R/ Meningkatkan
rasa nyaman.
5)
Beri banyak minum sesuai dengan
berat badan dan bila tidak ada kontraindikasi.
R/ Mencegah
kehilangan cairan akibat panas tubuh dan membantu penurunan panas.
6)
Beri terapi antipiretik dan
antibiotik sesuai program medik.
7)
Anjurkan orang tua untuk
berpartisipasi dalam pemberian asuhan keperawatan.
g.
Resiko tinggi kekurangan volume
cairan berhubungan dengan peningkatan suhu tubuh, tachypnea, dan masukan cairan
kurang.
HYD : - Tanda-tanda vital dalam batas normal.
-
Tidak terjadi dehidrasi, turgor
kulit elastis, membran mukosa lembab, ubun-ubun besar tidak cekung.
Intervensi :
1)
Observasi tanda-tanda vital
tiap 2-4 jam.
R/ Indikator
dehidrasi dan kebutuhan intervensi.
2)
Kaji dan catat status hidrasi :
turgor kulit, selaput lendir, mulut dan bibir.
R/ Mengetahui
keseimbangan intake dan output cairan sesuai kebutuhan.
3)
Monitor cairan masuk dan cairan
keluar.
R/ Mengetahui
keseimbangan intake dan output cairan sesuai kebutuhan.
4)
Berikan minum yang hangat
sesuai kebutuhan.
R/ Meningkatkan
rasa nyaman, membantu hidrasi dan menurunkan panas.
5)
Berikan cairan parenteral
sesuai program medik.
R/ Meningkatkan
hidrasi.
6)
Pertahankan lingkungan yang
sejuk untuk meningkatkan rasa nyaman.
7)
Berikan terapi antipiretik
sesuai program medik.
8)
Pasang NGT sesuai program medik
(bila diperlukan).
R/ Memudahkan
pemasukan cairan.
4.
Discharge Planning
a.
Hindarkan makanan yang
mengandung minyak/digoreng untuk mengurangi rasa gatal pada tenggorokan yang
dapat merangsang batuk.
b.
Jelaskan pada keluarga nama
obat, cara pemberian, dosis, kegunaan, serta efek samping obat dan keluhan yang
perlu dilaporkan.
c.
Keluarga dianjurkan untuk
memberikan pasien cukup istirahat, kurangi aktivitas bermain untuk menghindari
kelelahan. Keluarga perlu menjaga kebersihan tubuh pasien, pakaian dan
lingkungan sekitarnya.
d.
Menghindarkan anak dari orang
yang sedang menderita batuk atau influenza.
e.
Segera membawa anak berobat ke
dokter bila anak batuk, sebelum penyakit bertambah parah, memberi minum obat
dari dokter secara teratur sesuai dosis dan waktunya.
f.
Menjaga kebersihan makanan dan
alat makan yang dipergunakan, serta untuk memperhatikan nilai gizi makanan yang
diberikan pada anaknya.
g.
Setelah diperbolehkan pulang,
pasien perlu kontrol ke dokter dalam waktu satu minggu untuk pemantauan terapi
dan kondisi pasien.
C.
PATOFLODIAGRAM BRONCHOPNEUMONIA
|
ETIOLOGI saluran pernapasan mekanisme pertahanan tubuh
DAFTAR PUSTAKA
Pearce, Evelyn C. Anatomi dan Fisiologi untuk Paramedis.
Jakarta : Penerbit PT. Gramedia, 1999.
Price, Sylvia Anderson. Patofisiologi : Konsep Dasar Klinis
Proses-Proses Penyakit. Edisi 4. Jakarta : EGC, 1995.
Standar Asuhan Keperawatan Pasien Anak, Bronchopneumonia. Jakarta : Panitia S.A.K Komisi Keperawatan P.K. St. Carolus.
Thibodeau, Gary A. Structure and Function of The Body.
Missouri : Mosby-Year Book, Inc, 1992.
Whaley and Wong. Nursing Care of Pediatric. St. Louis :
Mosby-Year Book, 1991.
Wong, Donna L. Wong and Whaley’s. Clinical Manual of Pediatric
Nursing. Edisi 4. Missouri : Mosby-Year Book, Inc, 1996.