Minggu, 10 Mei 2015

ASKEP Bronchopneumonia PADA ANAK

BAB II

TINJAUAN TEORITIS



A.    KONSEP MEDIK

1.      Definisi
Bronchopneumonia adalah proses peradangan pada paru yang dimulai dari adanya eksudat mucopurulent pada bronchiolus terminalis yang kemudian menyumbat di daerah sekitar lobus, juga disebut lobular pneumonia. (Wong and Whaley, 1996).

2.      Anatomi Fisiologi
Sistem organ yang terkait dengan penyakit ini adalah sistem pernafasan. Sistem pernafasan terdiri dari :
a.       Hidung
Rongga hidung dilapisi oleh epitelium gergaris. Terdapat sejumlah kelenjar sebaseus yang ditutupi oleh bulu kasar. Partikel-partikel debu yang kasar dapat disaring oleh rambut-rambut yang terdapat dalam lubang hidung, sedangkan partikel yang halus akan terjerat dalam lapisan mukus yang disekresi oleh sel goblet dan kelenjar serosa. Gerakan silia mendorong lapisan mukus ke posterior di dalam rongga hidung, dan ke superior di dalam sistem pernafasan di bagian bawah menuju ke faring. Dari sini lapisan mukus akan tertekan atau dibatukkan keluar. Air untuk kelembaban diberikan oleh lapisan mukus, sedangkan panas yang disuplai ke udara inspirasi berasal dari jaringan di bawahnya yang kaya akan pembuluh darah. Jadi udara inspirasi telah disesuaikan sedemikian rupa sehingga bila udara mencapai faring hampir bekas debu, bersuhu mendekati suhu tubuh, dan kelembabannya mencapai 100%.
b.      Faring
Terdapat di bawah dasar tengkorak di belakang rongga hidung dan rongga mulut, dan di depan ruas tulang leher. Merupakan pipa yang menghubungkan rongga mulut dengan esofagus. Faring terbagi atas 3 bagian : nasofaring di belakang hidung, orofaring di belakang mulut, dan faring laringeal di belakang laring. Rongga ini dilapisi oleh selaput lendir yang bersilia. Di bawa selaput lendir terdapat jaringan kulit dan beberapa folikel getah bening. Kumpulan folikel getah bening ini disebut adenoid. Adenoid akan membesar bila terjadi infeksi pada faring.
c.       Laring
Terletak di depan bagian terendah faring. Laring merupakan rangkaian cincin tulang rawan yang dihubungkan oleh otot dan di sana terdapat pita suara. Di antara pita suara terdapat ruang berbentuk segitiga yang bermuara ke dalam trakea dan dinamakan glotis. Pada waktu menelan, gerakan laring ke atas, penutupan glotis, dan fungsi seperti pintu pada aditus laring dari epiglotis yang berbentuk daun, berperanan untuk mengarahkan makanan dan cairan masuk ke dalam esofagus. Namun jika benda asing masih mampu untuk melampaui glotis, maka laring yang mempunyai fungsi batuk akan membantu menghalau benda dan sekret keluar dari saluran pernafasan.
d.      Trakea dan cabang-cabangnya
Panjangnya kurang lebih 9 centimeter. Trakea berawal dari laring sampai kira-kira ketinggian vertebra torakalis kelima, trakea bercabang menjadi dua bronkus. Trakea tersusun atas enam belas sampai dua puluh lingkaran tak lengkap berupa cincin tulang rawan yang diikat bersama oleh jaringan fibrosa. Letaknya tepat di depan esofagus. Trakea dilapisi oleh selaput lendir yang terdiri atas epitelium bersilia. Tempat percabangan bronkus disebut karina. Karina memiliki banyak saraf dan dapat menyebabkan spasme dan batuk yang kuat jika dirangsang. Struktur bronkus sama dengan trakea. Bronkus-bronkus tersebut tidak simetris. Bronkus kanan lebih pendek dan lebih lebar dan merupakan kelanjutan dari trakea yang arahnya hampir vertikal, sebaliknya bronkus kiri lebih panjang dan lebih sempit dan merupakan kelanjutan dari trakea dengan sudut yang lebih tajam.
Cabang utama bronkus kanan dan kiri bercabang lagi menjadi bronkus lobaris dan kemudian bronkus segmentalis. Percabangan ini berjalan terus menjadi bronkus yang ukurannya semakin kecil sampai akhirnya menjadi bronkiolus terminalis, yaitu saluran udara terkecil yang tidak mengandung alveoli. Bronkiolus terminalis memiliki garis tengah kurang lebih 1 mm. Bronkiolus dikelilingi oleh otot polos bukan tulang rawan sehingga bentuknya dapat berubah. Setelah bronkiolus terminalis terdapat asinus yang merupakan unit fungsional paru-paru, yaitu tempat pertukaran gas. Asinus terdiri dari : 1) bronkiolus respiratorius, 2) duktus alveolaris, 3) sakus alveolaris terminalis, merupakan struktur akhir paru-paru. terdapat sekitar 23 kali  percabangan mulai dari trakea sampai sakus alveolaris terminalis. Alveoli terdiri dari satu lapis tunggal sel epitelium pipih, dan di sinilah darah hampir langsung bersentuhan dengan udara. Dalam setiap paru-paru terdapat  sekitar 300 juta alveolus dengan luas permukaan total seluas sebuah lapangan tenis.
e.       Paru-paru
Merupakan alat pernafasan utama. Paru-paru merupakan organ yang elastis, berbentuk kerucut, dan letaknya di dalam rongga dada. Karena paru-paru saling terpisah oleh mediastinum sentral yang di dalamnya terdapat jantung dan beberapa pembuluh darah besar. Setiap paru-paru memiliki apeks (puncak paru-paru) dan basis. Paru-paru ada dua. Paru-paru kanan lebih besar dari pada paru-paru kiri. Paru-paru kanan dibagi menjadi tiga lobus oleh fisura interlobaris, paru-paru kiri dibagi menjadi dua lobus. Setiap lobus tersusun atas lobula.
Paru-paru dilapisi suatu lapisan tipis membran serosa rangkap dua yang mengandung kolagen dan jaringan elastis yang disebut pleura. Yang melapisi rongga dada dan disebut pleura parietalis dan yang menyelubungi tiap paru-paru disebut pleura viseralis. Di antara pleura parietalis dan pleura viseralis terdapat suatu lapisan tipis cairan pleura yang memudahkan kedua permukaan tersebut bergerak dan mencegah gesekan antara paru-paru dan dinding dada yang pada saat bernapas bergerak (cairan surfaktan). Dalam keadaan sehat, kedua lapisan tersebut satu dengan yang lain erat bersentuhan. Tetapi dalam keadaan tidak normal, udara atau cairan memisahkan kedua pleura tersebut dan ruang diantaranya menjadi jelas.
Tekanan dalam rongga pleura lebih rendah dari tekanan atmosfer, mencegah kolaps paru-paru.

FISIOLOGI PERNAPASAN
Proses fisiologi pernapasan dimana oksigen dipindahkan dari udara ke dalam jaringan, dan karbondioksida dikeluarkan ke udara ekspirasi dapat dibagi menjadi 3 stadium. Stadium pertama adalah ventilasi, yaitu masuknya campuran gas-gas ke dalam dan keluar paru-paru. stadium kedua adalah transportasi, yang terdiri dari beberapa aspek :
a.       Difusi gas-gas antara alveolus dan kapiler paru-paru (respirasi eksterna) dan antara darah sistemik dan sel-sel jaringan.
b.      Distribusi darah dalam sirkulasi pulmonar.
c.       Reaksi kimia dan fisik dari O2 dan CO2 dengan darah.
Stadium terakhir adalah respirasi sel atau respirasi interna, yaitu pada saat metabolik dioksidasi untuk mendapatkan energi, dan CO2 terbentuk sebagai sampah proses metabolisme sel dan dikeluarkan oleh paru-paru.
Jumlah udara yang diinspirasi atau diekspirasi pada setiap kali bernapas disebut volume tidal yaitu sekitar 500 ml. Kapasitas vital paru-paru, yaitu jumlah udara maksimal yang dapat diekspirasi sesudah inspirasi maksimal sekitar 4500 ml. Volume residu, yaitu jumlah udara yang tertinggal dalam paru-paru sesudah ekspirasi maksimal sekitar 1500 ml.

3.      Etiologi
a.      Bakteri     :  Diplococcus pneumonia, Pneumococcus, Streptococcus, Hemolyticcus, Streptococcus aureus, Hemophilus influenza, Bacillus freedlander, Mycobacterium tuberculosis.
b.      Virus        :  Respiratory syncytial virus, Virus influenza, Adenovirus, Virus sitomegalik.
c.      Jamur       :  Histoplasma capsulatum, Cyptococcus neo farmaus, Blastomyces, Dematitides, Coccidroides Imminitis, Aspergillus species, Candida albicans.
d.     Aspirasi    :  Makanan, Kerosen (bensin, minyak tanah).

4.      Patofisiologi
Saluran pernapasan atas memiliki karakteristik (normal) mencegah partikel infeksius mencapai saluran pernafasan bawah. Jadi, pasien dengan pneumonia biasanya disebabkan karena tubuhnya sedang mengalami daya tahan, seperti pasien dengan chronic obstructive pulmonary disease (COPD) dan AIDS. Organisme penyebab penyakit ini masuk ke dalam paru melalui saluran pernafasan lewat droplet mukus atau saliva. Organisme memasuki sirkulasi pulmonar dan terperangkap di dasar kapiler paru-paru dan menjadi sumber potensial pneumonia. Lobus bagian bawah paru-paru paling sering terkena karena efek gravitasi.
Pneumonia sering mempengaruhi fungsi ventilasi dan difusi. Suatu reaksi inflamasi dapat terjadi di dalam alveolus dan memproduksi eksudat yang mengganggu difusi O2 dan CO2. Sel darah putih (khususnya neutrofil), berimigrasi ke dalam alveolus. ventilasi paru-paru menjadi tidak adekuat disebabkan oleh sekresi dan edema mukosa yang menyebabkan tersumbatnya sebagian bronchus atau alveolus. akibat hiperventilasi, ventilasi perfusi pada daerah paru-paru yang terkena menjadi tidak seimbang. Pembuluh darah vena memasuki sirkulasi pulmonar melalui area yang ventilasinya in-adekuat dan keluar ke bagian kiri jantung (atrium kiri) dengan membawa darah yang miskin oksigen, sehingga dapat menyebabkan hipoksemia.
Pada bronchopneumonia terdapat penyebaran daerah infeksi yang berbercak dengan diameter 3-4 cm yang mengelilingi dan melibatkan bronkus dan meluas ke sekitar parenkim paru-paru. setelah mencapai alveolus, proses peradangan dapat dibagi atas 4 stadium, yaitu :
1.      Stadium kongesti (4-12 jam pertama)
Kapiler melebar/berdilatasi dan kongesti serta di dalam alveoli terdapat eksudat jernih, bakteri dalam jumlah banyak, beberapa neutrofil dan makrofag.
2.      Stadium hepatisasi merah (48 jam berikutnya)
Lobus dan lobulus yang terkena menjadi padat dan tidak mengandung udara, merah dan bergranula (perabaan seperti hepar). Karena sel-sel darah merah, fibrin, dan leukosit neutrofil mengisi alveolus. Stadium ini berlangsung sangat pendek.
3.      Stadium hepatisasi kelabu (3-8 hari)
Lobus berubah warna menjadi pucat kelabu karena leukosit dan fibrin mengalami konsolidasi did alam alveolus yang terserang, tempat terjadi fagositosis pneumococcus.
4.      Stadium resolusi (4-11 hari)
Eksudat mengalami lisis dan di reabsorbsi oleh makrofag, leukosit mengalami nekrosis dan degenerasi lemak, fibrin direabsorbsi dan menghilang, sehingga jaringan kembali pada strukturnya semula.

5.      Tanda dan Gejala
Serangan dapat terjadi tiba-tiba atau tidak tampak tanda dan gejalanya, dan biasanya disertai gejala seperti demam (biasanya cukup tinggi), sakit kepala, malaise, dan myalgia. Gejala ini disertai batuk (produktif dengan sputum keputih-putihan atau tidak produktif), tachypnea, suara napas tambahan (ronchi atau crackles), bunyi dullness pada perkusi dada, nyeri dada, retraksi, pucat sampai sianosis (tergantung beratnya penyakit). Anak akan menjadi rewel, gelisah, bahkan lethargi. Pernapasan cuping hidung, sesak napas, pernapasan cepat dan dangkal, muntah dan diare.

6.      Test Diagnostik
a.       Pemeriksaan radiografi (X-ray), ditemukan adanya infiltrat pada paru-paru, biasanya menunjukkan konsolidasi pada lobus paru-paru.
b.      Pemeriksaan laboratorium, antara lain kultur sputum, specimen nasofaring, kultur darah, aspirasi dan biopsi paru-paru. leukosit meningkat 15.000-40.000/mm3, pada keadaan lanjut terjadi leukopenia. Pada biakan darah dan spesimen nasofaring dapat ditemukan bakteri penyebab. ASTO (anti streptolysin titer O) meningkat pada infeksi karena streptococcus. Analisa gas darah, dapat menunjukkan hipoksemia.  

7.      Penatalaksanaan Medik
a.       Oksigenasi, lingkungan sejuk dan lembab.
b.      Fisioterapi, postural drainage dan suction untuk mengeluarkan lendir yang tidak dapat dikeluarkan secara spontan.
c.       Therapi antipiretik untuk mengatasi demam.
d.      Cairan parenteral untuk kebutuhan cairan dan untuk keperluan pemberian obat per parenteral agar reaksi lebih cepat.
e.       Therapi antibiotik, sesuai dengan penyebab penyakit.
f.       Therapi O2 bila perlu untuk anak yang mengalami respiratory distress.
g.      Bed rest, kebutuhan nutrisi dan cairan (diit lunak atau biasa, susu bila tidak sesak).

8.      Komplikasi
Komplikasi dan mortalitas dikaitkan dengan jenis organisme yang mengakibatkan infeksi. Pneumonia pneumococcus biasanya tidak disertai komplikasi dan jaringan yang rusak dapat diperbaiki kembali menjadi jaringan yang normal. Komplikasi yang paling sering adalah pleura efusi ringan. Pneumonia yang disebabkan oleh Staphylococcus aureus menimbulkan kerusakan parenkim paru-paru yang berat dan sering timbul komplikasi seperti abses paru-paru dan empiema. Adanya bakterimia juga mempengaruhi prognosis pneumonia. Semua penderita pneumonia pneumococcus dapat mengalami bakterimia sementara. Adanya bakterimia menunjukkan lokalisasi proses paru-paru yang tidak efektif. Bakterimia dapat menimbulkan lesi metastatik yang mengakibatkan keadaan seperti meningitis, endokarditis, dan otitis media akut.


9.      Prognosis
Prognosis infeksi pneumococcus pada umumnya baik, dengan pemulihan yang cepat ketika pasien cepat ditangani. Pada pneumonia staphylococcus, infeksi pada umumnya berkepanjangan. Prognosisnya bervariasi tergantung lamanya penanganan pada saat sakit. Semakin cepat ditemukan dan ditangani, semakin bermanfaat.
Kini telah tersedia vaksin untuk melawan pneumonia pneumococcus. Vaksin polysakarida pneumococcus ini diberikan pada anak-anak di atas 2 tahun yang berisiko terjangkit infeksi anemia sel sabit, mieloma multiple dan diabetes melitus.

B.     KONSEP MEDIK

1.      Pengkajian
-          Riwayat kesehatan ibu saat mengandung : batuk, pilek, penggunaan obat-obatan.
-          Riwayat kelahiran : usia kehamilan, spontan, ketuban pecah dini, partus lama
-          Riwayat post natal : berat badan, panjang badan, nilai APGAR, kondisi bayi usia 0-28 hari, trauma, infeksi, kelainan kongenital.
Pola-pola fungsi kesehatan :
a.       Pola persepsi kesehatan dan pemeliharaan kesehatan
-          Riwayat imunisasi anak.
-          Pemberian ASI.
-          Higiene anak dan lingkungan sekitar tempat tinggal.
-          Penyakit yang pernah diderita sebelumnya.
-          Pernah kontak dengan orang yang terinfeksi bronchopneumonia.
-          Riwayat alergi, dan obat-obatan yang biasa digunakan.
-          Adanya anggota keluarga yang menderita gangguan pernafasan yang menular.
b.      Pola nutrisi metabolik
-          Kaji adanya muntah.
-          Kaji kebutuhan cairan dan nutrisi selama sakit.
c.       Pola eliminasi
-          Kaji adanya diare, lamanya.
-          Kaji warna, bau dan konsistensi feses.
d.      Pola tidur dan istirahat
-          Kaji posisi yang nyaman saat tidur.
-          Kaji adanya gangguan pola tidur dan istirahat terkait dengan demam dan batuk.
e.       Pola aktivitas dan latihan
-          Kaji kemampuan aktivitas sesuai kondisi pasien.
-          Kaji adanya batuk-batuk, suara napas tambahan dan pola pernapasan.
-          Kaji adanya gangguan pada saat bernapas, nyeri pada saat bernapas.
f.       Pola persepsi dan kognitif
-          Kaji ketidaknyamanan selama batuk dan demam.
g.      Pola mekanisme koping dan toleransi terhadap stress
-          Kaji kecemasan orang tua dan anak.
-          Anak rewel dan gelisah.

2.      Diagnosa Keperawatan
a.       Ketidakefektifan bersihan jalan napas berhubungan dengan inflamasi dan peningkatan sekresi lendir.
b.      Kecemasan anak berhubungan dengan hospitalisasi.
c.       Ketidakefektifan jalan napas berhubungan dengan proses inflamasi.
d.      Intoleransi aktivitas berhubungan dengan proses inflamasi dan ketidakseimbangan antara persediaan dan kebutuhan O2.
e.       Kecemasan orang tua berhubungan dengan penyakit anaknya : ketidakmampuan anak bernapas.
f.       Hipertermi berhubungan dengan respon inflamasi terhadap infeksi paru.
g.      Resiko tinggi kekurangan volume cairan berhubungan dengan peningkatan suhu tubuh, tachypnea, masukan cairan kurang.

3.      Perencanaan Keperawatan
a.       Ketidakefektifan bersihan jalan napas berhubungan dengan inflamasi dan peningkatan sekresi lendir.
HYD : -   Jalan napas bebas/lancar.
-       Anak tidak mengalami kesulitan bernapas.
-       Pernapasan sesuai dengan batas normal.
Intervensi :
1)      Beri posisi yang mempermudah pernapasan (pronasi, semi pronasi, menyamping).
R/  Memudahkan pengembangan paru-paru dan memperbaiki pertukaran gas, dan juga untuk mencegah aspirasi sekresi lendir.
2)      Penghisapan lendir dan jalan napas bila diperlukan.
R/  Memudahkan reoksigenasi dan membersihkan jalan napas.
3)      Dampingi anak ketika mengeluarkan lendir.
4)      Kolaborasi pemberian expectoran sesuai pesanan.
R/  Membantu mengencerkan lendir.
5)      Lakukan postural drainage sesuai indikasi.
6)      Jangan beri apapun melalui mulut.
R/  Mencegah aspirasi.
7)      Sediakan peralatan darurat di dekat anak.
R/  Mencegah keterlambatan penanganan bila dibutuhkan.
8)      Beri istirahat yang cukup.
R/  Mengurangi konsumsi O2.

b.      Kecemasan anak berhubungan dengan hospitalisasi
HYD : Pasien menunjukkan menurunnya kecemasan dengan :
-       Meningkatnya interaksi dengan perawat.
-       Anak kooperatif dalam asuhan keperawatan.
Intervensi :
1)      Jelaskan prosedur dan peralatan pada anak dengan istilah yang sesuai.
2)      Berikan lingkungan yang nyaman kepada anak, beri barang-barang tambahan sebagai alat pengalihan perhatian anak dan sebagai hiburan.
3)      Ijinkan orang tua berpartisipasi dalam perawatan anak mereka.
4)      Jangan melakukan hal-hal yang dapat membuat anak bingung dan takut dan hindari prosedur yang menyakitkan.
5)      Beri aktivitas diversional sesuai dengan perkembangan kognitif dan kemampuan anak.
R/  Meningkatkan percaya diri anak.

c.       Ketidakefektifan jalan napas berhubungan dengan proses inflamasi.
HYD : -   Frekuensi pernapasan normal sesuai dengan umur.
-       Tidak terdengar suara napas tambahan.
-       Jalan napas bebas/lancar.
-       Anak tidak mengalami kesulitan dalam bernapas.
Intervensi :
1)      Beri posisi untuk ventilasi maksimum dan posisi yang nyaman (kepala dinaikkan + 30o)
R/  Membuka jalan napas dan pengembangan paru-paru maksimum.
2)      Perhatikan posisi anak sesering mungkin.
R/  Mencegah kompresi pada diafragma.
3)      Hindari pakaian yang sempit.
R/  Memberi rasa nyaman dan mempermudah pernapasan.
4)      Beri O2 lembab sesuai pesanan dan/atau bila diperlukan.
5)      Lakukan postural drainage sesuai indikasi.
R/  Memudahkan pengeluaran lendir.
6)      Beri ekstra minuman yang hangat bila tidak ada kontraindikasi.
R/  Memudahkan pengeluaran lendir.
7)      Kaji pernapasan anak setiap 2-4 jam dan lakukan penghisapan lendir bila diperlukan sesuai indikasi.
R/  Melihat perkembangan anak dan membersihkan jalan napas.
8)      Latih pasien untuk batuk efektif dan jalan napas.
9)      Kolaborasi pemberian antibiotik dan mukolitik sesuai pesanan.
R/  Menangani infeksi dan meredakan batuk.
d.      Intoleransi aktivitas berhubungan dengan proses inflamasi dan ketidakseimbangan suplai O2.
HYD : -   Anak bermain dan beristirahat dengan tenang.
-       Anak tidak menunjukkan peningkatan distress pernapasan.
Intervensi :
1)      Kaji tingkat toleransi fisik anak.
2)      Rencanakan periode istirahat dan tidur sesuai dengan usia dan kondisi.
R/  Penghematan energi.
3)      Dampingi anak pada aktivitas sehari-hari yang mungkin masih sukar dilakukan.
4)      Instruksikan kepada anak untuk beristirahat bila merasa lelah, seimbangkan istirahat dan beraktivitas bila anak sudah bisa ambulasi mandiri.
R/  Penghematan energi.
5)      Beri lingkungan yang tenang dan nyaman.
6)      Evaluasi respon anak terhadap aktivitas, catat adanya perubahan tanda-tanda vital selama dan sesudah beraktivitas.
R/  Mengamati perkembangan dan respon akan terhadap terapi.

e.       Kecemasan orang tua berhubungan dengan penyakit anaknya : ketidakmampuan anak bernapas.
HYD : Kecemasan orang tua dapat teratasi, yang ditandai dengan :
-       Orang tua tidak gelisah.
-       Ekspresi wajah tenang.
Intervensi :
1)      Kaji tingkat kecemasan orang tua.
R/  Merencanakan tindakan selanjutnya yang diperlukan.
2)      Hilangkan kecemasan orang tua dengan memberi penjelasan :
-          Perlunya lingkungan sejuk dan lembab.
-          Perlu istirahat tanpa gangguan.
-          Pentingnya ketenangan orang tua terhadap kondisi anak.
R/  Mempermudah kerjasama dalam asuhan keperawatan.
3)      Dengar keluhan dari keluarga, terima pembelaan diri, rasionalisasi dari orang tua, jangan konfrontasi atau berdebat, beri kesempatan bicara.
R/  Meningkatkan kerjasama, percaya diri dan rasa percaya antara orang tua dan perawat.
4)      Jelaskan prosedur yang akan dilakukan.
R/  Meningkatkan kerjasama orang tua dalam melakukan asuhan keperawatan.
f.       Hipertermi berhubungan dengan inflamasi terhadap infeksi paru.
HYD : -   Suhu tubuh dalam batas normal (36,5-37,5 oC)
-       Kulit tidak teraba panas.
-       Tidak terjadi kejang.
Intervensi :
1)      Observasi suhu, nadi, pernapasan setiap 2-4 jam.
R/  Keabnormalan menjadi indikasi infeksi.
2)      Ciptakan lingkungan yang nyaman.
R/  Mendukung dan meningkatkan suasana yang nyaman untuk beristirahat.
3)      Beri kompres air hangat.
R/  Membantu menurunkan panas.
4)      Ganti alat tenun bila basah dan kotor.
R/  Meningkatkan rasa nyaman.
5)      Beri banyak minum sesuai dengan berat badan dan bila tidak ada kontraindikasi.
R/  Mencegah kehilangan cairan akibat panas tubuh dan membantu penurunan panas.
6)      Beri terapi antipiretik dan antibiotik sesuai program medik.
7)      Anjurkan orang tua untuk berpartisipasi dalam pemberian asuhan keperawatan.
g.      Resiko tinggi kekurangan volume cairan berhubungan dengan peningkatan suhu tubuh, tachypnea, dan masukan cairan kurang.
HYD : -   Tanda-tanda vital dalam batas normal.
-       Tidak terjadi dehidrasi, turgor kulit elastis, membran mukosa lembab, ubun-ubun besar tidak cekung.
Intervensi :
1)      Observasi tanda-tanda vital tiap 2-4 jam.
R/  Indikator dehidrasi dan kebutuhan intervensi.
2)      Kaji dan catat status hidrasi : turgor kulit, selaput lendir, mulut dan bibir.
R/  Mengetahui keseimbangan intake dan output cairan sesuai kebutuhan.
3)      Monitor cairan masuk dan cairan keluar.
R/  Mengetahui keseimbangan intake dan output cairan sesuai kebutuhan.
4)      Berikan minum yang hangat sesuai kebutuhan.
R/  Meningkatkan rasa nyaman, membantu hidrasi dan menurunkan panas.
5)      Berikan cairan parenteral sesuai program medik.
R/  Meningkatkan hidrasi.
6)      Pertahankan lingkungan yang sejuk untuk meningkatkan rasa nyaman.
7)      Berikan terapi antipiretik sesuai program medik.
8)      Pasang NGT sesuai program medik (bila diperlukan).
R/  Memudahkan pemasukan cairan.

4.      Discharge Planning
a.       Hindarkan makanan yang mengandung minyak/digoreng untuk mengurangi rasa gatal pada tenggorokan yang dapat merangsang batuk.
b.      Jelaskan pada keluarga nama obat, cara pemberian, dosis, kegunaan, serta efek samping obat dan keluhan yang perlu dilaporkan.
c.       Keluarga dianjurkan untuk memberikan pasien cukup istirahat, kurangi aktivitas bermain untuk menghindari kelelahan. Keluarga perlu menjaga kebersihan tubuh pasien, pakaian dan lingkungan sekitarnya.
d.      Menghindarkan anak dari orang yang sedang menderita batuk atau influenza.
e.       Segera membawa anak berobat ke dokter bila anak batuk, sebelum penyakit bertambah parah, memberi minum obat dari dokter secara teratur sesuai dosis dan waktunya.
f.       Menjaga kebersihan makanan dan alat makan yang dipergunakan, serta untuk memperhatikan nilai gizi makanan yang diberikan pada anaknya.
g.      Setelah diperbolehkan pulang, pasien perlu kontrol ke dokter dalam waktu satu minggu untuk pemantauan terapi dan kondisi pasien.

C.    PATOFLODIAGRAM BRONCHOPNEUMONIA


Melalui
droplet
 
ETIOLOGI              saluran pernapasan              mekanisme pertahanan tubuh
 

























DAFTAR PUSTAKA



Pearce, Evelyn C. Anatomi dan Fisiologi untuk Paramedis. Jakarta : Penerbit PT. Gramedia, 1999.

Price, Sylvia Anderson. Patofisiologi : Konsep Dasar Klinis Proses-Proses Penyakit. Edisi 4. Jakarta : EGC, 1995.

Standar Asuhan Keperawatan Pasien Anak, Bronchopneumonia. Jakarta : Panitia S.A.K Komisi Keperawatan P.K. St. Carolus.

Thibodeau, Gary A. Structure and Function of The Body. Missouri : Mosby-Year Book, Inc, 1992.

Whaley and Wong. Nursing Care of Pediatric. St. Louis : Mosby-Year Book, 1991.

Wong, Donna L. Wong and Whaley’s. Clinical Manual of Pediatric Nursing. Edisi 4. Missouri : Mosby-Year Book, Inc, 1996.